Liam Aretas Amir—CEO dari Amour Hotel, jatuh cinta sejatuh-jatuhnya kepada karyawan baru di perusahaannya. Wanita cantik yang memiliki kesempurnaan fisik maupun sikap itu bernama Indah Gayatri. Masalahnya, Liam sudah memiliki Fello—istri yang membuat Liam menjadi seorang CEO di usianya yang baru menginjak awal kepala tiga. Akan tetapi, hubungan Liam dan Fello jauh dari kata baik lantaran selain sangat pencemburu, Fello juga selalu mengungkit jasa-jasanya kepada Liam. Hingga setelah keduanya kembali terlibat pertengkaran besar, Liam yang mabuk parah justru memaksa Indah menjalani ‘cinta satu malam’ dengannya.
Lalu, bagaimana kelanjutan kisah mereka? Menyesalkah Fello ketika pria yang selalu ia injak-injak, walau pria itu juga tulus mencintainya, justru menemukan kebahagiaan dari wanita lain?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rositi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33 : Di Pagi yang Awalnya Hangat
“Fello masih mengganggu kalian? Dia masih berusaha mengusikmu?” tanya nyonya Nani, hati-hati ketika sang menantu menuntunnya jalan pagi di depan kediaman orang tua Indah. Namun rencananya, sore ini mereka akan pulang ke apartemen.
“Jujur, awalnya aku berusaha enggak peduli, Mah. Namun karena lama-lama dia makin keterlaluan dan sangat mengganggu Liam, ... aku beneran marah. Masalahnya setelah dipikir-pikir lagi, aku jadi kasihan. Dia sampai pakai syari dan cadar gitu hanya buat mengelabuhi kami karena ternyata, dia sampai mengawasi kami.” Indah bercerita sambil terus menuntun sang mamah mertua. Kedua tangannya menggenggam erat kedua tangan nyonya Nani yang begitu bergantung kepadanya. Wanita itu terus memandangnya dengan khawatir, membuatnya berpikir, Liam telah mengabarkan pertemuan mereka dengan Fello yang langsung memfitnah kehamilan Indah, kepada nyonya Nani.
“Kamu enggak usah dengar apalagi sampai memikirkan omongannya. Sekarang kamu fokus dengan kehidupan kalian saja. Kamu fokus ke kehamilan kamu, juga ke Liam. Liam sedang berjuang membangun masa depan kalian dan dia sangat butuh kamu. Tolong cintai Liam dengan kekurangannya juga,” lanjut nyonya Nani yang kali ini menjadi berkaca-kaca. Kesedihan yang juga menjadi menular kepada Indah.
“Iya, Mah. Tentu. Malahan makin Fello berulah, hubunganku dan Liam makin harmonis,” ucapnya dan langsung menciptakan senyuman di wajah nyonya Nani, walau wanita itu sudah sampai menangis.
Di sebelah, di pagi yang sudah hangat karena matahari yang menyinari, Liam sudah mengawasi proyek penginapannya. Pria itu tak sendiri karena papah Indah dan juga mantan pemilik tanah juga ada di sana.
Setelah sama-sama mengamati Liam, nyonya Nani bertanya, “Liam masih flu, dan sepertinya flunya akan berbulan-bulan.”
Indah yang awalnya masih mengawasi sang suami yang kali ini masih memakai pakaian hangat lengan panjang warna abu-abu, menjadi menahan senyumnya. “Memangnya sembuhnya nunggu yang di perut lahir, Mah?”
“Kalau memang bawaan bayi, bisa jadi,” ucap nyonya Nani yang menjadi menahan tawanya. “Namun sepertinya memang bawaan bayi. Masa iya, flu sama masuk angin, berbulan-bulan. Pas di apartemen pun, Liam tetap flu dan maunya makan yang berkuah, pedas, agak asam. Kemarin lambungnya aman, kan? Kemarin jadi periksa, enggak?”
Indah kembali mesem. Ia menjelaskan Liam yang belum sempat berobat gara-gara Fello, tapi sebentar lagi akan ada tukang pijat yang datang. “Mamah mau sekalian pijat?” tanya Indah.
“Boleh ... boleh. Kayaknya enak.” ibu Nani bersemangat.
“Yang, jalan pagi, dua puluh menit jangan lupa. Berjemurnya juga dilamain,” seru Liam dari proyek sana.
Di sana, batu bata yang disusun, makin tinggi. Tukang proyek yang awalnya belasan kini juga ada dua puluh lima orang. Indah tersenyum ceria membalas suaminya, kemudian mengangguk.
“Ya sudah, Mamah sama suster, kamu jalan dulu biar suami kamu juga bisa lebih fokus kerja,” ujar nyonya Nani yang kemudian berseru, memanggil susternya yang berdiri di teras depan rumah orang tua Indah.
Setelah serah terima nyonya Nani kepada sang suster, Indah dengan sangat bersemangat menyusul Liam.
“Yang, es! Es teh kasih lemon. Es lemon teh!” seru Liam bersemangat.
“Enggak, masih pagi. Lagian kamu juga lagi flu!” balas Indah langsung menolak.
“Ih, Yang ... ngidam ini!” sergah Liam yang kali ini merengek. Papah Indah dan juga pak Iping yang ada di sebelahnya, langsung menertawakannya.
“Tanpa es, ya?” tawar Indah karena Liam memang masih flu. Sampai sekarang saja, suaminya itu masih memakai masker.
“Pakai!” rengek Liam.
“S-sayang, kamu lagi flu!” Kali ini Indah mengomel.
“Sudah, buatkan saja. Asal jangan banyak-banyak,” ujar papah Indah.
“Yang banyak, Pah. Toh, mau minum es banyak apa sedikit sama saja. Bakalan flu terus,” rengek Liam dan sang papah mertua hanya menertawakannya.
Kemudian, fokus Liam kembali kepada Indah. “Pake es yang banyak, biar seger.” Liam kembali berseru. Karena Indah yang sudah ada di area lahan pembangunan masih cemberut, ia sengaja mengulurkan tangan kanannya, membiarkan jarinya melakukan finger heart. Karena tampaknya tangan kanan masih kurang, ia juga melakukannya dengan tangan kiri.
Interaksi manis tersebut membuat yang melihat termasuk nyonya Nani gemas.
“Ya sudah, tunggu. Mau minum di sini, apa di rumah? Padahal ini masih terlalu pagi, lho.” Indah masih tetap belum ikhlas membuatkan sang suami minuman ber-es di tengah suasana yang memang masih pagi. Tentunya tak semata karena Liam juga sedang flu. Sebab cuaca di sana juga masih terbilang dingin. Yang hangat yang terkena sinar matahari saja.
“Nanti aku pulang, mau urus berkas yang mau dibawa nanti siang,” ucap Liam.
“Ya udah,” sanggup Indah masih setengah jengkel.
Semuanya terjadi dengan sangat cepat. Liam bahkan baru mengalihkan pandangannya dari Indah. Teriakan nyonya Nani lah yang mengusik semuanya. Nyonya Nani yang awalnya berjalan saja harus dituntun, refleks berlari mencoba menghampiri Indah yang ditabrak sebuah pajero putih. Meski tentu saja, langkah refleks tersebut hanya terjadi beberapa saat saja.
Tubuh Indah terpental ke pelataran warung makan. Liam maupun yang lain melihatnya sudah meringkuk di pelataran warung makan yang di sekitarnya sudah dihiasi beberapa motor terparkir. Semuanya langsung heboh, berhamburan memastikan kondisi Indah. Termasuk Liam yang sempat lupa bernapas. Pria itu sudah langsung lari, menyingkirkan semua yang menghalanginya merengkuh tubuh Indah. Kekhawatiran mendalam bercampur tangis dari mamah Indah, membuat suasana di sana riuh.
“Ndah ...? Sayang ...?” Liam langsung kacau. Dahi kanan dan juga kedua lengan maupun kedua kaki sang istri lecet parah. Namun ketika sang mamah yang ada di pelataran rumah dan tengah dituntun sang suster mengabarkan bahwa mobilnya menabrak perut Indah, Liam langsung kalut.
Tanpa bisa mengungkapkan perasaannya saat ini, Liam yang memang menjadi tidak banyak bicara, langsung membopong Indah. Ia membawanya ke rumah, meminta sang mamah mertua mengambilkan kunci mobilnya lantaran ia akan langsung merujuk Indah ke rumah sakit. Istrinya sudah langsung tak sadarkan diri. Liam yakin selain karena terkejut, Indah juga terlalu menahan sakit akibat luka yang sampai detik ini belum Liam ketahui secara detail. Namun, tak hanya detak jantung Indah yang sangat lemah. Karena denyut nadi pun iya.
Liam tak pergi sendiri. Sang mamah mertua ikut, memangku Indah di tempat duduk belakang.
Fello, hanya nama itu yang Liam curigai. Liam yakin seyakin-yakinnya, wanita sintting yang selalu menolak untuk ia ceraikan, menjadi orang yang seharusnya bertanggung jawab untuk keadaan Indah.
“Liam, cepat, Liam! Mamah cek, celana dalamm Indah sudah berdarah!”
Mendengar itu, hati Liam langsung remuk redam. Fello, aku benar-benar tidak bisa memaafkan kamu! Andaipun di dunia nyata aku tidak bisa menjebloskan kamu ke penjara, aku yakin semua usahamu menyakitiku akan menjadi kehancuran untukmu sendiri! Batin Liam sengaja mempercepat laju mobilnya.
Aku selalu baca cerita mu kak 🌹🌹🌹❤️❤️❤️