Keberanian Dila, seorang gadis tunarungu yang menolong pria tua penuh luka, membawanya pada nasib cinta bagai Cinderella untuk seorang anak pungut sepertinya.
Tuduhan, makian, cacian pedas Ezra Qavi, CEO perusahaan jasa Architects terpandang, sang duda tampan nan angkuh yang terpaksa menikahinya. Tak serta merta menumbuhkan kebencian di hati Dilara Huwaida.
"Kapan suara itu melembut untukku?" batinnya luka meski telinga tak mendengar.
Mampukah Dila bertahan menjadi menantu mahkota? Akankah hadir sosok pria pelindung disekitarnya? Dan Apakah Dila mempunyai cerita masa lalu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Qiev, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 33. JERAT KHAMR
Ezra pulang ke apart saat hari menjelang Ashar. Tak ia dapati sosok Dilara di seluruh ruangan saat telah masuk dalam hunian mewah miliknya.
"Nyari Nona, Den?" tanya Bi Inah saat memergoki Ezra celingukan hendak menaiki tangga, seperti mencari seseorang.
"Siapa? aku? gak penting ko di cari, ada-ada saja, Bi," ujarnya mulai menapaki anak tangga.
"Nona lagi ngaji kalau jam segini, keluar kamar ba'da maghrib atau isya ... kalau seharian gak keluar rumah, sebelum adzan maghrib biasanya duduk di ruang tamu, baca koran sebentar," terang Bibi.
Ezra berhenti di salah satu anak tangga, mendengarkan semua ocehan pengasuhnya sejenak. Kemudian ia melanjutkan langkah.
Baik Ezra maupun Dila, tak ada yang menampakkan batang hidungnya sore itu.
Di dalam kamar, gadis ayu yang sudah berganti pakaian tidur terusan warna merah bata sedang antusias mendengarkan audio dari berbagai macam genre. Musik, murottal bahkan intonasi pelafalan untuk membaca kalimat yang baik dan benar.
Ba'da Maghrib.
Ezra turun ke lantai dasar bermaksud mencari Bi Inah, ingin pamit menghadiri gala diner malam ini. Agar beliau tak perlu menyiapkan menu makan malam baginya.
Saat tiba di depan kamar pengasuhnya, Ezra melihat sesuatu dari celah pintu bilik Dila yang sedikit terbuka.
Gadis itu berdiri membelakangi cermin, sehingga menampilkan siluet tubuhnya dengan jelas saat Dila mengikat rambut panjangnya, leher mulus pun terekspos.
Gaun tidur satin merah bata di atas lutut itu memperlihatkan paha dan betis Dila yang ramping dan berisi. Sebelum ia memakai jubah dan hijabnya, Ezra menyimpan sosok cantik dan seksi Dilara dalam ingatan tanpa pemiliknya ketahui.
Glek.
"Dia, Dilara?" batin Ezra.
Pria tampan dengan wangi maskulin itu urung mengetuk pintu kamar Bi Inah. Ia memilih pergi dengan meninggalkan pesan tertulis di meja makan.
Rolex sudah siap di lobby saat CEO El Qavi itu menghampirinya, dan sedetik kemudian dua pria metro-sek-sual itu pergi.
...***...
Gala dinner.
Sejak awal kedatangannya, Ezra sudah mulai tak nyaman. Suasana malam ini jauh dari ekspektasinya, ia pun menepi.
Ezra duduk di satu meja, menghindari minuman keras karena sejak dulu lambungnya tak pernah bertoleransi dengan wine dan sejenisnya.
Selain Sang ayah yang mengajarkan bahwa segala hal haram harus ia jauhi. Ezra juga tak suka dengan kehidupan glamor meski circle kaum sepertinya, terbiasa dengan gaya hedonisme. (hura-hura)
Saat Rolex tak menjaganya, ia di hampiri oleh waiter yang menawarkan minuman soda. Ezra menerima. Setelah memastikan bahwa yang ia minum bukan wine, pria itu pun santai menikmati hiburan meski tak sepenuhnya fokus.
Bayangan Dila mulai memenuhi pikirannya. Mendadak, perutnya terasa sangat mual. Ezra mencurigai sesuatu.
"Innalillahi, khamr yang di suling ulang hingga tanpa bau," batinnya gelisah. Ia terburu menuju toilet, seraya jemari menekan tombol panggilan cepat di ponselnya.
"Bos," Rolex mengejar Ezra.
Suami Dilara pun terhuyung, mendorong pintu rest room kasar lalu memasuki salah satu bilik, berusaha memuntahkan apa yang baru saja di telannya.
Meski Ezra berhasil memuntahkan semua isi lambungnya, namun efek yang ia rasakan setelah itu adalah pusing hebat.
Rolex memapah sang pimpinan El Qavi keluar dari gedung yang sejatinya baru mereka tapaki tiga puluh menit yang lalu.
Mercedes-benz hitam mewah meluncur meninggalkan acara menuju kediaman Ezra.
Susah payah Rolex memapah Ezra yang berpostur lebih tegap dibandingkan dirinya. Bi Inah yang membuka pintu Apart kaget melihat kondisi anak asuhnya demikian.
Ia ikut naik ke kamar Ezra setelah memanggil Dila.
Kedua wanita ini pun bergegas masuk ke kamar sang Tuan Muda. Baru saja akan di baringkan ke atas ranjang, Ezra kembali memuntahkan isi lambungnya.
Lalu tergolek lemah dalam papahan Rolex.
Dila melihat Bi Inah akan mengepel lantai, namun di cegahnya. Merasa Ezra tak akan mendengar bila ia bicara, maka Dila berani bersuara.
"Jangan begitu, Bi. Muntahan Abang, di ambil dulu, berikan aku tiga lap kering dan basah serta air dan wadah. Akan aku tunjukkan caranya," ujar Dila perlahan agar Bibi mengerti ucapannya.
Setelah Bi Inah kembali, masih dengan Rolex di sana. Dila mulai membersihkan jejak kotoran di lantai.
"Gini, semua muntahan ini, cipratannya ditandain dulu. Lalu diambil dengan lap kering, yang percikan itu, bisa pakai tisu karena cairannya tak banyak," terang Dila.
"Nah, setelah yakin gak ada sisa fisik muntahan, tinggal jejaknya saja. Ambil lap kering kedua lalu seka di bekas jejak tadi, satu-satu jangan di usap sekaligus."
"Setelah itu, baru lap dengan kain basah, peras lalu seka di bekas jejak yang tadi, semuanya. Jangan di lap menyebar dulu ... jika sudah yakin bersih, barulah ambil lap basah kedua ... boleh di sapukan rata ke semua jejak noda cipratannya lalu dilanjutkan dengan kain pel lembab," Dila menjabarkan cara yang benar dalam bersihkan najis.
"Karena muntahan termasuk najis, maka harus hati-hati apalagi jika lantainya dipakai sholat," ujar Dila bicara perlahan seraya membersihkan lantai.
Rolex dan Bi Inah mengerti apa yang Nona mudanya ini maksudkan.
"Tuan Rolex tolong, gantikan baju Abang, aku akan mencucinya agar betul-betul suci dari najis," ucap Dila.
Bi Inah meminta majikan kecilnya itu mengajari caranya.
Dila membawa baju kotor suaminya. Ia menyiram muntahan yang menempel di pakaian Ezra, menghilangkan dengan cara mengguyur hingga wujud najisnya hilang.
"Karena air yang suci mensucikan itu harus lebih dari dua qollah (216 liter) dan mesin cuci gak sebanyak itu menampung air maka caranya begini ya Bi," ujar Dila.
"Baju yang sudah dibersihkan dari wujud najisnya, di letakkan dalam mesin cuci. Lalu di guyur air hingga menggenangi seluruh baju, bukan air dulu, tapi baju dulu baru airnya dikucurkan. Lalu on kan. Setelah itu, baru beri sabun sehingga pakaian bukan hanya bersih saja namun juga suci," terang Dila.
"Agar apa Non?" tanya Bibi.
"Saat air mengguyur pakaian, jika ada kotoran yang menempel, ia akan luruh dalam air sebab terbatasnya jumlah tampungan air maka untuk mensucikannya cukup hingga tergenang," Dila menulis kalimat panjang di catatannya.
"Oh gitu, makasih banyak ya Non, Bibi baru paham cara yang benar," ujar Bibi.
"Alhamdulillah. Ini untuk setiap kali mencuci ya Bi, bukan hanya yang terkena najis saja. Jika ketahuan ada najisnya maka caranya seperti tadi, dihilangkan dahulu." Dila menulis kembali.
"Baik, Non. Bibi paham," balas Bi Inah tersenyum.
Nyonya muda baru saja akan kembali masuk ke kamar saat Rolex memanggilnya.
"Nyonya, tolong bantu aku. Hmm, itu, anu ... rikuh jika harus mengganti semua bajunya," Rolex menunduk.
"Aku?"
"Iya, Anda istrinya," pinta Rolex.
"Sana, Non. Kasian nanti sakit," saran Bibi.
Dilara mengikuti keinginan dua asisten suaminya itu. Ia pun melangkah naik kembali ke kamar Ezra.
Glek.
"Silakan, Nyonya," ujar Rolex menutup pintu.
"Jangan dikunci," pinta Dila, perasaanya sudah tak enak.
Merasa suhu udara dalam kamar mulai dingin, dan Ezra belum berpakaian, hanya di tutup selimut. Dila menghampiri.
"Dila? aku bisa. Jangan, pergilah," lirih Ezra hendak bangkit.
Dila yang hanya fokus ingin lekas selesai memakaikan baju, tak begitu memperhatikan bahwa Ezra tengah memandangnya.
Grep.
"Dila." Ezra memeluk istrinya dan menarik dalam dekapan.
.
.
...__________________________...
...Sisipan, mugi manfaat......