Warning! Area 21+ yang masih di bawah umur harap tidak membaca novel ini. 🙏😁
Seorang gadis bernama Elisa yang punya segalanya dalam hidup, ia cantik, populer dan kaya raya. Hidupnya begitu sempurna, namun tak banyak yang tahu jika ia mempunyai trauma masa kecil karena penghianatan sang ayah yang menyebabkan ibunya meninggal bunuh diri.
Lima belas tahun berlalu. Sebelum sang ayah meninggal, beliau menulis sebuah surat wasiat yang bertuliskan bahwa seluruh harta kekayaannya akan jatuh ke tangan sang putri tunggalnya. Dengan syarat Elisa harus menikah dan melahirkan keturunan penerus keluarga.
Elisa yang tak percaya dengan adanya cinta sejati mulai mencari cara agar ia mendapatkan warisan tersebut. Dan saat itulah seorang pria sederhana muncul di hadapannya karena meminta Elisa membatalkan penggusuran pemukiman tempat pria itu tinggal.
"Aku akan membatalkan penggusuran itu dengan satu syarat, menikahlah denganku, setelah aku hamil dan melahirkan kamu akan aku bebaskan." Elisa Eduardo.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon alya aziz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab.33 (Ngidam perdana)
Menjelang malam.
Setelah pekerjaannya selesai, Reynald duduk di depan bengkel miliknya sambil menunggu Elisa yang sedang mandi di lantai atas Ruko. Tiba-tiba saja ia merenungi sesuatu setelah mengetahui kehamilan sang istri.
Reynald ingin hidupnya lebih baik untuk kedepannya, bertanggung jawab sebagai mana mestinya dan juga menjadi seorang suami dan ayah yang bisa di banggakan anak dan istrinya kelak.
Sebagai seorang pria yang sudah di tempa untuk memikul tanggung jawab sedari kecil, ia sudah terbiasa mandiri, hingga tak ingin menggantungkan hidupnya kepada orang lain meski Elisa sudah memiliki segalanya.
Saat ia menyadari perasaannya kepada Elisa ia semakin malu jika harus terus bergantung kepada istrinya itu. Meski Elisa belum menjawab ungkapan perasaannya tapi ia ingin menjadi yang terbaik sebagai bagian dari pembuktian akan keseriusannya.
"Kamu ngapain termenung di sini, Rey. Kayak bocah lagi galau aja," sahut Jack yang kini ikut duduk di samping Reynald.
"Tiba-tiba aku mikir, masa iya sebentar lagi aku mau punya anak tapi hidup aku masih gini-gini aja. Aku ingin usaha ku berkembang, kalau boleh egois mimpi yang dulu pernah aku katakan padamu, mau aku wujudkan sekarang ... gimana ya caranya," cetus Reynald tiba-tiba.
"Kamu ngapain mikir itu sih, Rey. Istri kamu itu adalah pewaris perusahaan besar, buat apa kamu pusing-pusing mikirin uang. Aku yakin Elisa juga akan bicara seperti ku. Mimpi? Mimpi apa lagi yang mau kamu kejar, di luar sana semua orang bermimpi buat punya istri sesempurna Elisa tapi kamu masih mikir buat ngembangin usaha, kenapa cobak?" tanya Jack.
Reynald terdiam sesaat. Ia juga tidak tahu apa alasan sampai ia berpikir sejauh ini untuk sesuatu yang belum pasti. "Aku nggak tau perasaan apa yang buat aku seperti ini, tapi aku pikir ini adalah bagian dari rasa tanggung jawab dan juga ... kalau aku ingin memiliki dia selamanya, aku harus menjadi seseorang yang pantas untuk dia," jawabnya.
Jack tiba-tiba menjadi emosional saat melihat sahabat yang ia kenal sejak kecil itu kini semakin bertambah dewasa. Dari masa ke masa Reynald yang ia kenal tidak pernah berubah. Ia merangkul dan menepuk pundak Reynald. "Aku bangga sama kamu, Rey. Pasti Ibu sama ayah kamu sangat bangga melihat kamu sekarang, seperti aku yang selalu bangga punya teman seperti kamu," ujar Jack dengan wajah sendunya.
"Tumben kamu muji-muji, ada maunya ya?" tanya Reynald seraya memicingkan matanya.
"Hey, aku serius. Sekarang kamu fokus aja, buat Elisa mengakui jika dia juga punya perasaan yang sama dengan kamu. Sebenarnya aku yakin dia juga cinta sama kamu, Rey. cuma dia masih butuh waktu buat mikir," tutur Jack dengan teori sok tahunya.
Di tengah obrolan antara keduanya terdengar suara langkah kaki mendekat. Saat Reynald menoleh ternyata itu adalah Melvin dan Elisa. Ia berdiri dari posisinya dan langsung menghampiri sang istri.
"Kamu sudah selesai, ayo kita pulang," ajak Reynald.
"Oh iya ayo," ucap Elisa.
~
"Kamu kenapa jadi seperti ini, apa kamu tidak senang dengan hadiah yang aku berikan?" tanya Diki yang saat ini sedang berada di sebuah restauran mewah bersama Sofia.
Sofia yang sejak tadi tertunduk lesu, perlahan mulai mengangkat kepalanya. Gemuruh di hatinya kian bertambah, melebihi gemuruh petir ketika hujan. Ia ingin segera mengakhiri semuanya, semakin lama, dirinya semakin sadar jika uang bukan segalanya, ia tidak bahagia dengan semua yang di tawarkan, Diki.
"Aku mau kita putus saja, Dik."
Diki menatap Sofia tak percaya, "Kita sudah lama tidak bertemu dan kamu hanya ingin mengatakan hal ini?" tanya Diki.
"Maaf tapi aku benar-benar tidak bisa melanjutkan pertunangan ini. Jangan pikir aku tidak tau, sebenarnya kamu berselingkuh dengan sekertaris kamu kan?" tanya Sofia yang mulai berkaca-kaca.
"Kamu jangan mengada-ada ya, kalau mau putus ya sudah jangan mengfitnah ku seperti itu," ketus Diki yang mulai terbawa emosi.
Sofia meraih ponselnya dan memperlihatkan sebuah foto yang di kirimkan salah satu temannya kepada Diki.
"Kamu jangan mengelak, Dik. Kamu keluar kota sama sekertaris kamu, cek in satu kamar apa itu masih kurang. Sejak awal hanya Mama ku yang mendorong aku untuk menerima kamu, aku pikir kamu yang terbaik tapi ternyata aku salah, kamu brengsek!"
Prakk!
Diki menggebrak meja karena tak tahan mendengar ucapan Sofia. Semua mata kini tertuju pada mereka tapi Diki nampak tak perduli dan malah mengarahkan telunjuknya ke hadapan Sofia. "Aku tahu kamu dan Mama kamu itu mata duitan. Jadi jangan sok suci ya, kamu itu cuma ja*lang."
Diki meraih kembali cincin berlian yang tadinya ia hadiahi untuk Sofia lalu melangkah pergi dari restauran itu. Sekarang tinggal Sofia yang masih terduduk di sana dengan derai air mata yang tak henti-hentinya mengalir dari sudut mata.
Andai waktu bisa di putar ia ingin kembali ke masa-masa indah bersama Reynald. Saat-saat di mana ia merasa di hargai dan di cintai. Semua ini karena ulahnya juga yang dulu berpikir uang adalah segalanya.
Ketika semakin dewasa dan mengetahui peselingkuhan Diki, ia akhirnya paham bagaimana rasanya di nomor duakan, sebagaimana ia dulu memperlakukan Reynald dan hanya menganggapnya sebagai pelampiasan.
...**...
Malam semakin larut, Elisa tiba-tiba saja terbangun dari tidurnya saat merasakan perutnya bergemuruh karena kelaparan. Rasanya baru kali ini ia kelaparan di jam malam seperti sekarang.
"Rey ... Rey, ayo bangun aku lapar," ucap Elisa sambil menepuk pipi Reynald pelan.
Setelah beberapa saat berusaha akhirnya Reynald terbangun juga. Ia bangkit dari posisinya lalu menoleh kepada Elisa. "Ada apa, tumben malam seperti ini kamu bangun."
"Aku sangat lapar, aku mau makan sesuatu sekarang juga," ujar Elisa seraya mengusap perutnya yang masih terasa bergemuruh.
"Ya sudah, kamu mau makan apa?" tanya Reynald.
"Eemm ... aku mau meet pie, dan juga ... avocado toast, aku mau makanan itu sekarang. Tiba-tiba saja aku ingat restauran langganan ku di Melbourne," ujar Elisa dengan santainya.
Mata yang tadinya sayu kini mulai terbuka lebar, Reynald cukup tercengang mendengar keinginan sang istri di jam malam seperti ini. Ia tahu itu adalah bagian dari ngidamnya orang hamil tapi kenapa makanan yang harus makanan asal negeri kangguru.
"Me-meet apa tadi?" tanya Reynald yang bahkan tidak bisa mengucapkan makanan yang di inginkan Elisa.
"Meet pie, ayo cepat lah aku lapar," ucap Elisa dengan manja.
"I-iya iya sebentar aku cari dulu," Reynald beranjak dari tempat tidur lalu meraih ponselnya di atas nakas. Ia menggerutu dalam hati saat melihat jam di ponselnya yang sudah menunjukkan pukul sepuluh malam.
Bersambung 💕
Jangan lupa dukungannya ya reader terimakasih 😉