(DALAM TAHAP REVISI!)
Di pertemuan pertamanya dengan Ustadz pembimbingnya yang bernama Bilal, putra kiai Khalil pemilik pondok pesantren Al Hikmah di Jakarta. Asma Azzahra hanyalah gadis remaja yg manja, ceria dan ke kenak kanakan sekalipun ia adalah putri dari seorang kiai pemilik yayasan Ar Rahman di desa nya. Asma menjadi dekat dengan Ustadz yg membantunya menyelesaikan ujian kelulusannya itu.
Dan beberapa hari setelahnya, Sang Ustadz memperkenalkan istri nya yang bernama Khadijah, wanita dewasa yg anggun. Asma menyambut perkenalan itu dengan senang hati.
Namun di hari berikutnya, sebuah kenyataan yg tak pernah ia bayangkan menghantam nya, saat sang Ayah mengatakan Bilal adalah suaminya dan Khadijah adalah madunya.
Ig @Skysal
Fb SkySal Alfaarr
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SkySal, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 32
Bilal dan kedua istri nya juga Bi Mina baru saja menyelesaikan sholat isya berjemaah yg di akhiri dengan dzikir dan doa.
"Gimana hari pertama di sekolah tadi?" Bilal bertanya pada Asma setelah mereka semua selesai berdoa.
"Lancar" jawab Asma sembari melipat mukena nya.
"Dapat teman baru?" Asma mengangguk, ia bersyukur karena belum ada yg menyadari siapa Asma, setidaknya dia ingin ber adaptasi dulu sebagai murid di sekolah nya itu.
"Besok aku harus nemenin Khadijah ke rumah sakit"
Asma terdiam dan tampak memikirkan sesuatu, ia masih teringat bagaimana ia menjadi pusat perhatian saat melewati asrama putra, dia ingin Bilal mengantar nya mungkin dengan hal itu dia akan merasa lebih baik. Tapi teman temannya pasti akan mempertanyakan bagaimana dia bisa bersama Bilal.
"Apa ada masalah, Asma?" Khadijah bertanya karena melihat Asma yg melamun. Asam segera menggelengkan kepala nya.
"Kalau kamu ada masalah di sekolah, bilang ya sama Mbak, siapa tahu Mbak bisa bantu" Asma hanya menjawab dengan gumaman, kemudian ia pun kembali ke kamarnya.
.
.
.
Khadijah menyisir rambutnya yg mulai menipis, berat badan nya pun turun drastis, wajahnya semakin pucat, namun Khadijah berusaha keras agar tetap tegar dan tak mengeluh.
Bilal memeluk nya dari belakang dan mencium pucuk kepala nya.
"Jangan khawatir, semuanya akan baik baik saja" hanya itu yg bisa ia katakan untuk untuk menghibur hati istri nya.
"Keadaan ku sudah jelas mengatakan tidak ada yg baik baik saja, Mas. Tapi ya, Aku merasa baik baik saja"
Sepasang suami istri pun saling memeluk dan melepaskan kerinduan nya, terutama Khadijah, satu malam tanpa Bilal seolah satu abad bagi nya. Khadijah mencium Bilal dan memberi tahu nya betapa ia merindukannya, betapa ia membutuhkan nya di setiap nafas yg ia hela. Bilal membalas rasa rindu Khadijah. Ia tak ingin membuat Khadijah merasa bahwa kini Bilal telah berpaling dari nya, walaupun sebenarnya tak mudah karena hati Bilal telah terisi oleh Zahra nya, tapi Bilal berusaha keras agar Khadijah tetap merasakan bahwa dia masih milik nya. Tak ada yg berubah, baik perasaan nya, maupun sentuhan nya.
Malam itu, menjadi malam yg panjang dan indah bagi kedua nya, penuh romansa cinta yg akan selalu Khadijah rindukan di saat Bilal harus membagi waktu dan diri nya dengan madu nya.
Khadijah ingin menikmati setiap detik kebersamaan nya dengan Bilal, ingin mengenang setiap sentuhan penuh kasih dari Bilal, sebelum di malam berikut nya, ia harus kembali melepaskan Bilal untuk istri nya yg lain.
.
.
.
Asma kembali menjalankan perannya sebagai santri, dan ia harus kembali menjadi pusat perhatian para santri putra saat melewati Asrama. Seperti nya, Asma harus sepenuhnya menjadi santri dan tinggal di asrama, agar ia lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan nya dan juga teman temannya. Dan yg terpenting dia tidak perlu lagi menjadi pusat perhatian santri putra itu saat harus melewati asrama putra setiap hari, dia akan coba membicarakan itu dengan Bilal.
Saat masuk kelas, ponsel Asma tiba tiba berdering, ia pun merogoh nya dari dalam ransel nya dan ia tersenyum senang karen Ummi nya yg menelpon. Dengan antusias Asma menjawab nya,
yg tanpa Asma sadari, kini semua teman kelas nya menatap Asma heran.
"Assalamualaikum, Ummi..."
"Waalaikum salam, Nak. Apa kabar kamu sayang?"
"Asma baik, Ummi. Ummi dan Abi gimana? Terus Yasmin?"
"Kami semua di sini baik baik saja. Alhamdulillah"
"Alhamdulillah kalau gitu. Oh ya Ummi, sebenarnya Asma sudah sampai di kelas, nanti Asma telepon lagi ya"
"Iya Sayang, belajar yg benar ya"
"Iya,Ummi. Assalamualaikum"
"Waalaikum salam".
Setelah mematikan ponsel nya, Asma kembali memasukan ponsel nya ke dalam ransel, dan saat mendongak, ia baru sadar kini semua orang memperhatikan nya membuat Asma bingung.
"Asma, kamu bawa hp?" tanya Nora " Asma, santri di larang bawa hp. Kalau ketahuan ketua asrama atau pengurus pondok, bisa di sita. Dan bahkan kadang di hancurkan" Asma menepuk jidatnya sendiri, kenapa ia lupa soal itu.
"Eh iya, tadi engga sengaja ke bawa"
"Enggak sengaja kebawa? Maksud nya? Oh ya, Aku engga pernah liat kamu di sekitar asrama. Kamu tinggal di kamar nomor berapa?"
"Nomor kamar?" Asma balik bertanya bingung
"Iya, kalau aku tinggal di kamar nomor 131 Blok C. Nanti kamu main ke kamar ku ya, pas hari libur aja, di hari jumat"
Asma menggaruk garuk kepala nya yg tak gatal. Apa sebaik nya dia katakan saja kalau dia istri Bilal dan tinggal bersama Bilal?
"Nora, sebenarnya aku..."
"Ustadzah Mila datang" tiba tiba seorang santri datang dan memberitahu .
"Ustadzah Mila? Bukan nya sekarang jadwalnya Ustadzah Khadijah?" tanya santri yg lain.
"Mungkin Ustadzah Khadijah sakit lagi, atau check up ke dokter" Santri yg lain pun menimpali.
"Uff... seperti biasa, padahal aku sudah semangat hari ini karena Ustadzah Khadijah akan mengajar setelah libur panjang" sambung santri yg lain. Asma yg mendengar pembicaraan mereka tampak bingung.
"Ustadzah Khadijah?" ia bertanya pada Nora.
"Iya, kamu belum kenal? Dia wali kelas kita, dia istri nya Ustadz Bilal"
"A...apa? Wa...wali kelas?" Asma berteriak tak percaya. Tiba tiba perasaan nya menjadi sangat berkecamuk, fikiran nya pun menjadi tak tenang, ia tidak akan belajar dengan nyaman jika Khadijah adalah gurunya sekaligus wali kelas nya. Tak lama kemudian Mila datang dan mengucapkan salam, yg segera serempak di jawab oleh murid murid nya. Kemudian Mila mulai mengabsen murid nya satu persatu, dan saat giliran Asma. Mila memperhatikan Asma cukup lama, seolah Mila sudah mengenal Asma, dan tentu itu membuat Asma mengernyit bingung.
Pelajaran pun segera di mulai, dan sialnya Asma tak bisa menangkap apa yg Mila jelaskan karena dia masih memikirkan nasib nya jika sampai teman teman nya tahu dia istri Bilal. mereka pasti akan membicarakan Asma, istri pertama adalah guru dari istri keduanya. Pasti itu akan jadi trending topik, fikirnya.
.
.
.
Di jam istirahat, Asma menghabiskan waktu bersama Nora. Nora menceritakan banyak hal tentang Khadijah, katanya Khadijah adalah Ustadzah favorit mereka, cara mengajarnya yg santai membuat mereka nyaman belajar.
"Dan Ustadzah Khadijah sangat beruntung, karena mendapatkan suami seperti Ustadz Bilal" Asma tak tahu harus menanggapi kata kata Nora seperti apa "Tapi sayang nya, Ustdaz Bilal menikah lagi" lanjut Nora yg seketika membuat Asma yg baru saja meminum air langsung tersedak.
"Kamu engga apa apa?" tanya Nora Khawatir melihat mata Asma yg memerah.
"I...iya. Aku...aku engga apa apa"
"Kamu kayak terkejut gitu dengar Ustadz Bilal menikah lagi. Engga heran sih, semua orang terkejut, apa lagi aku dengar istri nya itu masih muda, masih remaja. Kamu sudah tahu Ustadz Bilal belum? Santri putri sering membicarakan beliau, tampan, mapan, dewasa. Ufff, dia suami idaman"
Asma mulai berfikir, sebaiknya dia katakan saja pada Nora yg sebenarnya, setidaknya dia tidak akan di anggap berbohong.
"Nora... sebenarnya ada yg ingin aku katakan "
"Hem apa?"
"Sebenar nya aku...."
"Neng Asma...?" Asma dan Nora menoleh pada seorang wanita yg memanggil Asma.
"Ya?" tanya Asma karena dia tak mengenal wanita itu
"Nyai Mufar memanggil mu"
"Nyai Mufar memanggil mu?" Nora bertanya tak percaya, Asma hanya mengedikkan bahu.
"Tapi ada apa, Mbak?" Asma bertanya.
"Saya tidak tahu, neng. Saya hanya di perintahkan untuk memanggil Neng Asma saat jam istirahat" Asma pun mengikuti wanita itu mendatangi mertua nya, meninggalkan Nora yg masih dalam kebingungan, karena Asma masih santri baru dan bagaimana bisa sudah mengenal Nyai Mufar?
Sementara itu, Asma di bawa ke dapur Nyai Mufar dan mertuanya itu menyambut Asma dengan hangat.
"Kenapa kemarin kamu engga menemui Ummi, Nak?" tanya nya. Asma yg masih sungkan hanya bisa menyunggingkan senyum tipis.
"Iya, Ummi. Maaf kemaren Asma melihat lihat sekolah saat jam istirahat, dan saat pelajaran selesai, Asma langsung pulang"
"Hem begitu, ya sudah engga apa apa. Tapi kalau kamu butuh apa apa, datangi Ummi saja ya, jangan sungkan, sekarang kan kamu putri Ummi "
"Iya Ummi "
"Kamus udah makan siang?"
"Udah, tadi sama Nora "
"Nora? Nora kelas tiga itu?" Asma mengangguk "Kamu memilih teman yg tepat, dia gadis yg baik"
Mertua Asma mengajak Asma mengobrol sekedar untuk saling mengenal dan agar hubungan mereka lebih dekat. Dan berbicara dengan mertua nya, membuat Asma seolah berbicara dengan ibu nya sendiri, ia merasa nyaman dan rindu pada ibunya sedikit terobati.
.
.
.
"Dimana cincin mu, Zahra?" Bilal bertanya panik saat ia tak mendapati cincin pernikahan Asma di jari nya.
"Di tas" jawab Asma santai.
"Kenapa di lepas?" Bilal segera mengambil tas Asma dan mencari cari cincin nya.
"Karena di sekolah engga ada yg pakek cincin pernikahan"
"Lalu apa masalah nya? Meraka belum menikah dan kamu sudah" Bilal menarik tangan Asma, kemudian ia menyematkan kembali cincin itu di jari manis Asma. Ingatan Asma berputar kembali saat resepsi pernikahan nya, saat Bilal menyematkan cincin itu di jari nya, ia tak merasakan apapun, tapi sekarang dia merasakan sesuatu yg berbeda. Seolah ada sesuatu yg bergerak dalam hati nya, seperti membangun kan perasaan nya.
"Jangan di lepas lagi ya" perintah Bilal namun Asma enggan menanggapi, jika ia memakai cincin itu ke sekolah, maka teman teman nya akan mempertanyakan hal itu. Asma masih belum tahu harus menjawab apa.
"Kamu sengaja ya menempatkan aku di kelas tiga?" Asma bertanya tiba tiba dan itu membuat Bilal mengerutkan kening nya.
"Maksud mu?"
"Karena Mbak Khadijah wali kelas nya, kan? Dia bahkan mengajar juga"
"Tentu saja bukan, memang apa masalah nya kalau Khadijah wali kelas mu?"
"Ya tentu saja masalah, apa yg akan di katakan orang nanti, bahwa istri pertama mu mengajar istri kedua mu. Dia wali kelas ku dan kamu wali murid ku. Mereka pasti akan membicarakan ku" Asma berkata dengan nada kesal, ia berjalan ke meja belajar nya dan menyusun buku buku nya.
"Aku fikir, sebaik nya aku turun saja ke kelas dua" ucap nya yg berhasil membuat Bilal melongo.
"Apa kamu sudah gila?"
"Belum, tapi aku pasti akan segera gila jika aku berada di kelas tiga, aku engga akan nyaman belajar dan merasa canggung."
Bilal memijit kepalanya yg mulai terasa pening, hari ini ia lelah sekali, apa lagi saat memeriksakan Khadijah tadi, dokter mengatakan kondisi nya semakin memburuk, dan ia harus menjalankan kemoterapi, membuat Bilal semakin khawatir.
"Baiklah, Sayang. nanti kita bicarakan lagi ya" ucap Bilal pelan, ia sudah tak ada tenaga lagi berdebat dengan Asma.
Khadijah yg hendak memanggil suami dan madu nya itu untuk makan malam, tanpa sengaja mendengar percakapan mereka, ia pun kembali turun dan meminta Bi Mina yg memanggil mereka.
"Loh, bukan nya Ibu tadi sudah panggil Bapak dan Neng Asma?"
"Engga, Bi. Tadi aku ke kamar" ucap Khadijah berbohong, ia memikirkan kata kata Asma.
.
.
.
Setelah makan malam selesai, Asma kembali ke kamar nya untuk belajar, sementara Bilal pergi ke pesantren un tuk menemui Abi nya.
Dan Khadijah masih terngiang ngiang dengan keluhan Asma tentang diri nya, ia tak ingin membuat Asma tidak nyaman, tapi apa yg harus dia lakukan?
Ke esokan hari nya, Khadijah menemui Asma yg sedang bersiap berangkat sekolah.
"Ada apa, Mbak?" tanya Asma sambil memasukan kitab kitab nya ke dalam tas nya. namun ia dengan sengaja meninggalkan ponsel nya.
"Emm ada yg ingin Mbak bicarakan "
"Apa?"
"Kamu engga perlu turun ke kelas dua, karena Mbak sudah memutuskan akan bertukar posisi dengan Mila" mendengar itu, Asma langsung menghentikan aktifitas nya, ia menatap Khadijah dengan rasa bersalah "Semalam Mbak engga sengaja denger pembicaraan kamu sama Mas Bilal"
"Mbak... maaf, bukan itu maksud ku"
"Mbak tahu..." Khadijah tersenyum dan berjalan mendekati Asma. ia pun membantu Asma memasukan kitab nya ke dalam tas nya "lagi pula, Mbak memang engga boleh ngajar di kelas kamu apa lagi menjadi wali kelas, karena Mbak pasti akan lebih memperhatikan kamu dan mengutamakan kamu dari pada santri yg lain, dan itu bisa membuat mereka iri, iya kan? Dan mereka akan merasa bahwa guru mereka tidak adil" Khadijah berkata demikian untuk menghibur Asma agar tidak merasa bersalah lagi, namun Asma tetap merasa bersalah.
"Mbak enggak perlu lakukan itu, aku dengar dari Nora, anak anak menyukai Mbak"
"Engga apa apa, jika ada yg mau belajar sama Mbak. Ya Mbak akan mengajari mereka, tapi di luar kelas."
"Tapi Mbak..."
"Engga apa apa, Asma. Percaya sama Mbak" Asma semakin merasa bersalah, tapi hati kecil nya merasa tenang, setidaknya dia tidak akan canggung nanti.
Sementara Bilal yg mendengar percakapan istri nya itu tersenyum senang, Khadijah selalu membuatnya bangga dengan kedewasaan nya, dan selalu membuat Bilal merasa beruntung memiliki nya.
▪️▪️▪️
Tbc...
Bikin hanyut pembacanya 😭 Tapi terlepas dari banyaknya konflik , disini juga banyak sekali pelajaran yg bisa kita ambil 🥹
Aaah , jadi terharu 😭
Tau gak thor? Aku udah baca cerita ini berkali-kali , tapi tetap nangis aja. Apalagi nama Bilal , sama persis seperti nama anakku yg lahir di tahun 2017
Maaf baru comment setelah sekian kali membaca 😊 Dan terimakasih sudah menyuguhkan karya sebagus ini 🥹