NovelToon NovelToon
Melting The Iced Princess

Melting The Iced Princess

Status: sedang berlangsung
Genre:Romansa pedesaan / Cintamanis / Cinta pada Pandangan Pertama / Cintapertama
Popularitas:11k
Nilai: 5
Nama Author: Mumu.ai

Sekuel dari Bunga dan Trauma.

Jelita Anindya memutuskan pindah ke desa tempat tinggal ayah dari papanya, sebuah desa yang dingin dan hijau yang dipimpin oleh seorang lurah yang masih muda yang bernama Rian Kenzie.

Pak Lurah ini jatuh cinta pada pandangan pertama pada Jelita yang terlihat cantik, anggun dan tegas. Namun ternyata tidak mudah untuk menaklukkan hati wanita yang dijuluki ‘Iced Princess’ ini.

Apakah usaha Rian, si Lurah tampan dan muda ini akan mulus dan berhasil menembus tembok yang dibangun tinggi oleh Jelita? Akankah ada orang ketiga yang akan menyulitkan Rian untuk mendapatkan Jelita?

follow fb author : mumuyaa

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mumu.ai, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pengakuan Rian

Waktu masih cukup pagi, jalanan pun belum terlalu ramai, dan perut mereka sudah terisi dengan sarapan yang membuat badan terasa ringan. Justru karena itulah Rian sempat bingung menentukan tujuan pertama. Ia melirik ke samping dimana Zaidan duduk manis di kursi depan, tapi jarinya lincah menari di layar ponsel, matanya fokus penuh pada permainan.

“Bentar, Mas. Lagi push rank dulu,” ucap bocah itu santai ketika mobil baru saja Rian jalankan tadi.

Rian hanya tersenyum tipis. Ia tidak keberatan sama sekali. Zaidan mau ikut saja sudah merupakan sebuah keberuntungan besar baginya. Kalau bukan karena bocah itu, hampir bisa dipastikan ia tidak akan diizinkan membawa Jelita keluar hari ini.

Dari kursi belakang, Jelita justru terlampau diam. Sejak tadi ia tidak bersuara, hanya duduk dengan posisi tegak, memandangi jendela, sesekali melirik ponselnya tanpa benar-benar membukanya. Satu-satunya interaksi yang ia lakukan hanyalah ketika ia meminta Zaidan agar tidak terlalu berisik saat bermain.

Rian menarik napas pelan. Suasana ini… terlalu sunyi.

“Ekheem…” Ia berdehem, mencoba mencairkan keadaan. “Ada ide mau ke mana nggak?” tanyanya, sengaja dibuat ringan.

Melalui spion tengah, Rian melihat Jelita menoleh. Wanita itu tampak berpikir, bibirnya sedikit terkatup seolah ingin mengatakan sesuatu, lalu kembali ragu.

“Jelita ada tujuan?” tanya Rian lagi, suaranya lebih lembut.

Beberapa detik berlalu sebelum akhirnya Jelita menghela napas kecil.

“Ke perpustakaan kota sebentar… boleh nggak?” ucapnya dengan nada agak sungkan. “Ada buku yang mau aku cari.”

Rian refleks tersenyum. Senyum yang kali ini terasa jauh lebih lepas.

“Boleh banget,” jawabnya cepat. “Sekalian. Aku juga belum pernah ke perpustakaan kota yang baru itu.”

Zaidan yang mendengar kata perpustakaan langsung mendengus pelan tanpa mengalihkan pandangannya dari layar ponsel. “Perpus lagi… Kak Jelita tuh sama kayak Mama,” katanya asal. “Ke mana-mana isinya buku.”

Jelita menegakkan punggungnya sedikit. “Membaca itu menyenangkan, Zai.”

“Iya, iya… menyenangkan buat Kakak,” sahut Zaidan, lalu menoleh ke Rian. “Mas Rian, Kak Jelita ini bisa berjam-jam di perpus, lho. Jangan kaget.”

“Justru bagus,” jawab Rian santai. “Aku jadi bisa nunggu sambil baca juga.”

Zaidan akhirnya mengunci ponselnya, tampaknya sudah menyelesaikan satu pertandingan. Ia menyandarkan punggung ke kursi, lalu menatap Rian dengan tatapan penuh selidik—tatapan khas bocah yang merasa sudah cukup dewasa untuk ikut urusan orang dewasa.

“Mas Rian,” panggilnya tiba-tiba.

“Iya?” jawab Rian.

Zaidan memiringkan kepalanya sedikit. “Mas ini sebenarnya pacarnya Kak Jelita atau bukan, sih?”

Mobil yang dikemudikan Rian sempat melambat sesaat.

Jelita langsung menoleh tajam. “Zaidan!”

“Apa? Kan cuma nanya,” bantah bocah itu polos. “Di rumah juga pada ngomongin.”

Rian tertawa kecil, lebih untuk menutupi rasa gugupnya. “Belum,” jawabnya jujur. “Masih… berusaha.”

Zaidan mengangguk-angguk, seolah jawaban itu masuk akal. “Oh… masih usaha,” katanya bijak ala bocah sok dewasa. “Berarti Mas harus rajin. Kakakku itu susah.”

Jelita mendesah, sementara pipinya mulai memanas.

Perjalanan pun berlanjut dengan suasana yang perlahan mencair. Tak sampai dua puluh menit kemudian, gedung perpustakaan kota yang modern dengan dinding kaca besar mulai terlihat. Rian memarkir mobil dengan rapi di area parkir, lalu menoleh ke belakang.

“Sampai,” ucapnya.

Begitu mereka masuk ke dalam gedung perpustakaan, suasana langsung berubah drastis. Riuh jalanan dan suara kendaraan seakan tertinggal di luar. Yang tersisa hanyalah udara sejuk dari pendingin ruangan, aroma khas buku, dan langkah kaki yang otomatis menjadi lebih pelan.

Jelita berhenti sejenak di dekat pintu masuk, menatap sekeliling dengan tatapan yang jelas berbeda dari sebelumnya. Ada kilau kecil di matanya. Ia merasa tenang, nyaman, seolah tempat ini adalah ruang aman baginya.

“Sebentar ya,” ucapnya pelan pada Rian. “Aku mau cek katalog dulu.”

“Iya. Santai aja,” jawab Rian sambil mengangguk.

Jelita melangkah menuju komputer katalog di sudut ruangan. Jemarinya bergerak cekatan di atas keyboard, wajahnya fokus, serius, tapi tetap terlihat lembut. Rian memperhatikannya dari jarak beberapa langkah. Entah kenapa, melihat Jelita dalam mode seperti ini terasa menenangkan.

Di sisi lain, Zaidan langsung menjatuhkan diri ke sofa panjang dekat rak majalah. Ponselnya kembali aktif, ibu jarinya bergerak cepat.

“Mas, aku di sini aja ya. Sinyalnya kenceng,” bisiknya setengah berkonspirasi.

Rian hanya mengangguk sambil tersenyum tipis. “Jangan berisik.”

“Siap,” jawab Zaidan singkat tanpa mengalihkan pandangan dari layar.

Beberapa menit kemudian, Jelita berbalik. “Bukunya ada di lantai dua. Bagian psikologi dan trauma healing,” katanya.

“Aku ikut,” jawab Rian cepat.

Mereka naik ke lantai dua melalui tangga. Deretan rak buku tinggi berjajar rapi, dengan label kategori yang tertata jelas. Jelita berjalan menyusuri rak-rak itu dengan langkah pasti, sesekali menelusuri punggung buku menggunakan ujung jarinya.

Rian berdiri agak ke samping, memberi ruang. Ia tidak mengganggu, hanya memperhatikan. Cara Jelita membaca judul, mengernyit kecil saat mencari, lalu tersenyum tipis ketika menemukan sesuatu. Semuanya terasa sederhana, tapi entah kenapa membuat dadanya hangat.

“Nah… ketemu,” ucap Jelita pelan.

Ia menarik satu buku tebal dari rak. Sampulnya sederhana, namun judulnya serius. Jelita membukanya sekilas, membaca beberapa baris, lalu mengangguk puas.

“Yang ini,” katanya, lebih pada dirinya sendiri.

“Kamu sering ke perpus?” tanya Rian akhirnya.

Jelita mengangguk. “Dulu. Waktu masih di Jakarta. Kalau lagi capek sama dunia, buku itu tempat kabur yang paling aman.”

Rian tersenyum kecil. “Mas baru tahu.”

Jelita menutup buku itu, lalu menoleh. “Nggak semua orang perlu tahu.”

Ia melirik ke sebuah buku yang terselip di balik punggung Rian. Judulnya sederhana, namun entah kenapa langsung menarik perhatiannya. Pandangan Jelita yang sedikit terlalu lama itu tak luput dari perhatian Rian.

Rian mengikuti arah pandang Jelita, lalu meraih buku yang dimaksud dari rak. Ia menimbangnya sebentar, membaca judulnya sekilas, sebelum mengangkat buku itu sedikit ke hadapan Jelita.

“Yang ini?” tanyanya memastikan.

“Iya,” jawab Jelita lirih.

Rian lalu berkata, “Boleh minta tangannya sebentar?”

Jelita sempat terdiam. Alisnya sedikit berkerut, bingung dengan permintaan itu. Namun setelah beberapa detik, ia menadahkan tangannya perlahan. Dalam pikirannya, Rian hanya akan meletakkan buku itu di atas telapak tangannya.

Nyatanya… tidak.

Alih-alih meletakkan buku, Rian justru menggenggam tangan itu.

Hangat.

Sentuhan pertama itu membuat Jelita membeku di tempat. Jarinya refleks menegang, dan napasnya tertahan. Ia menatap tangan mereka yang kini saling bertaut, lalu perlahan mengangkat wajahnya.

Rian menatapnya balik. Tatapan itu tidak tergesa, tidak juga ragu. Justru terlihat tenang seolah semua keputusan sudah lama ia susun dalam hatinya.

“Aku udah bilang belum,” ucap Rian pelan, nyaris berbisik, “kalau kamu mau… jadi istri aku?”

1
😇😇
banyak banget alasan dan dan 🤣🤣
😇😇
dipanasin thor biar cair wkwkwkw
Supryatin 123
lnjut thor 💪 💪
Supryatin 123
lnjut thor 💪💪
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
cieeeeee.... mau.lihat cemburu nya papa fadi saat jelita nemplok melulu sama rian...🤣🤣🤣🤣
Esther Lestari
terharu baca part ini.
Jelita begitu disayangi oleh keluarga Bunga.
Gak sabar menunggu hari pernikahan Jelita dan Rian
Supryatin 123
🤭🤭🤭 mulai luluh tu lnjut thor 💪💪
Esther Lestari
Harimau betina nya kalau lagi ngamuk bahaya ya Zaidan🤭
Lyana
wkwkwkwk bisa ae remaja tanggung
Esther Lestari
Fadi sudah rela nih anak gadis ada yang meminta.
Bahagia banget pak lurah😄
Yanti Gunawan
please lah mbok yo d banyakin thor 😍
Hary Nengsih
lom akad jangan kawin dulu😄
Supryatin 123
otw nikah nich.siapin amplop donk.lnjut Thor 💪💪
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
heh nikah bambang bukan kawin lu kata jelita anak kucing,, emang sih dulu si fadi kucing garong...🤣🤣🤣
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
fadi said,,, atit hati papa dek,, diduakan sama si lurah sableng..🤣🤣🤣🤣
dramatisasi si fadi dan mama bunga cuma bisa tepok jidat....🤣🤣🤣🤣
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈
mosokkk...... winginane wae ngamuk ngamuk🤣🤣🤣
NNPAPALE🦈🦈🦈🦈: masaaaaaakkk.... kemarin aja marah marah..🤣🤣🤣🤣
total 2 replies
Supryatin 123
lnjut thor 💪💪
Esther Lestari
Semoga bu Sri bisa menerima masa lalu Jelita dan menjadikan Jelita menantunya
Supryatin 123
lnjut kan donk Thor Ampe hbis baru lnjut Laen ya lnjut thor 💪💪
mumu: siip kak 👍👍 makasih sudah setia ya 🥰🥰
total 1 replies
Hary Nengsih
lanjut jelita
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!