NovelToon NovelToon
Melepas Masa Lalu, Meraih Cinta Yang Baru

Melepas Masa Lalu, Meraih Cinta Yang Baru

Status: sedang berlangsung
Genre:Poligami
Popularitas:26.4k
Nilai: 5
Nama Author: Uswatun Kh@

Sellina harus menerima kenyataan bahwa dirinya ternyata menjadi istri kedua. Tristan suaminya ternyata telah menikah siri sebelum ia mempersuntingnya.

Namun, Sellina harus berjuang untuk mendapatkan cinta sang suami, hingga ia tersadar bahwa cinta Tristan sudah habis untuk istri pertamanya.

Sellina memilih menyerah dan mencoba kembali menata hidupnya. Perubahan Sellina membuat Tristan perlahan justru tertarik padanya. Namun, Selina yang sudah lama patah hati memutuskan untuk meminta berpisah.

Di tengah perjuangannya mencari kebebasan, Sellina menemukan cinta yang berani dan menggairahkan. Namun, kebahagiaan itu terasa rapuh, terancam oleh trauma masa lalu dan bayangan mantan suami yang tak rela melepaskannya.

Akankah Sellina mampu meraih kebahagiaannya sendiri, atau takdir telah menyiapkan jalan yang berbeda?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uswatun Kh@, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

33. Di bawah kukungan Tristan.

Sinar bulan menembus kanopi, menumpahkan lingkaran-lingkaran perak pucat di atas bangunan megah bertingkat.

Dingin menyelimuti tubuh Sellina, tangannya mengusap kain wol yang membungkus tubuhnya. Bola matanya bergetar melihat perbedaan mereka yang jauh.

Bangunan megah dengan banyaknya cahaya menyilaukan itu bagaikan langit yang sulit ia gayuh. Langkahnya gontai meninggalkan lantai yang dingin.

Hatinya menciut seakan tak pantas di sandingkan dengan keluarga mereka, ia memilih pergi alih-alih menunggu Erza kembali.

Tangannya meraih ponsel yang ada di dalam tas, mencoba mencari kendaraan yang bisa mengantarnya pulang. Namun, saat ia melewati gerbang suara parau memanggilnya.

"Sellina, tunggu!"

Sontak suara itu membuat harinya bergetar, ia menoleh. Di bawah sinar berkilauan wajah yang biasanya membuatnya kesal kini berhasil membuatnya terdiam.

Aroma Amber hangat, sedikit powdery, dan mewah menyeruak saat Erza perlahan mendekat.

Sorot mata Erza mengendur, langkahnya melambat. "Kau mau ke mana? Aku kan udah bilang mau mengantarmu pulang."

Kekecewaan begitu tampak dalam guratan garis wajahnya. Erza merasa Sellina tak mempercayainya.

"Saya bisa pulang sendiri kok, Pak. Saya perhatikan Pak Erza sangat lelah, jadi saya gak mau ngerepotin," jelas Sellina, mencoba membuat Erza mengerti.

Ia menekuk lehernya, berbalik melangkah keluar gerbang. Tiba-tiba sentuhan hangat menghentikan langkahnya. Erza meraih pergelangan tangan Sellina menariknya menuju mobil.

Di bukanya pintu, dengan gerakan sedikit kasar namun hati-hati ia memasukkan Sellina ke dalam mobil. Pintu segera di tutup. Erza berlari kecil mengitarinya dan masuk duduk di kursi kemudi.

Tangannya dengan cekatan dan tepat memasang sabuk pengaman. "Aku akan mengantarmu, jangan protes."

"Tapi Pak ...."

Ucapan Sellina segera terpotong saat kedua mata itu membulat sempurna ke arahnya. Suaranya tiba-tiba tercekat di tenggorokan. Ia memeluk tasnya erat untuk memberinya rasa aman.

Mobil segera melesat membelah jalanan yang kini tampak lengang. Aroma kopi dari pengharum mobil menenangkan urat saraf mereka yang semula tegang.

Erza menggenggam erat setir mobil, pandangannya lurus ke depan. "Maaf kalau tadi aku ninggalin kamu di depan. Dia keponakan yang aku sayang, aku hanya gak mau dia merasakan sama seperti yang aku alami."

Ada rasa ketakutan dalam nada itu. Sorot mata Sellina bergetar, entah kenapa ia bisa merasakan kecemasan yang sedang Erza rasakan.

Kali ini ia hanya ingin menjadi pendengar untuk Erza berbagi pengalaman pahitnya. Sellina memusatkan fokusnya, telinganya siap untuk menampung segala keluh kesahnya.

"Seperti kemarin, saya ada di sini Pak. Menjadi pendengar atau hanya diam bersama," ucapnya, di susul dengan senyum mengembang.

Erza menatapnya sekilas. Senyuman itu seakan mengikis lara di hatinya. "Makasih," sahutnya singkat. Ia mengambil jeda sebelum bercerita.

"Aku dari kecil memang hidup serba kecukupan, namun aku gak pernah merasakan kasih sayang orang tua sepenuhnya. Ayahku meninggal saat aku masih kecil, dari situ ibuku mengambil alih semua pekerjaannya hingga aku hanya besar bersama pengasuhku," ungkapnya, nadanya lirih dan berat. "Aku ... aku gak mau, Arka sampai ngalamin hal yang sama. Sebab selama ini aku kesepian."

Masa kecil yang kurang perhatian itu membuatnya tumbuh jadi laki-laki playboy mencari kasih sayang dari sosok seorang wanita. Walau ia tahu mereka tak tulus, hanya menginginkan harta dan kemewahan. Namun, dengan seperti itu, kehausannya dalam kasih sayang terpenuhi walaupun itu semua hanya kepura-puraan.

"Tapi Pak Erza juga gak bisa sepenuhnya menyalahkan Bu Dania soal ini," ujar Sellina. "Niatnya hanya ingin memberikan anaknya kehidupan yang enak dan nyaman, ya ... walau kadang dia sendiri harus merelakan waktunya untuk bersama Anda. Beliau sering cerita kalau dia menyesal telah mengabaikan dan menyia-nyiakan waktu bersama Anda dulu."

Sellina berbalik sepenuhnya ke arah Erza, wajahnya penuh semangat. "Kalian hanya butuh waktu berdua, bicara dari hati ke hati. Coba deh sempatin waktu untuk me-time berdua Pak."

Erza meliriknya, lalu kembali fokus. Perkataan Sellina terngiang di telinganya. Memang benar mereka tidak pernah mencoba menghabiskan waktu berdua walau hanya sekedar mengobrol ringan.

"Aku akan pertimbangkan saranmu. Sekarang turunlah, kita sudah sampai," ujar Erza, tangannya terulur meraih gagang pintu. Sellina tersentak memundurkan tubuhnya takut tangan Erza menyentuh area terlarangnya.

Sellina meringis canggung karena asik mendengarkan Erza hingga tak sadar ia sudah sampai di depan rumanya.

Ceklek!

Pintu mobil terbuka, Sellina segera keluar. Ia sedikit menunduk lalu mobil melesat berlalu darinya.

Bahunya mengendur saat sorot matanya menatap bangunan di depannya. Alunan desahan mereka seakan mengejeknya, membuat kakinya terasa berat untuk melangkah menuju ke rumah itu.

Dengan helaan nafas panjang Sellina  berjalan gontai masuk ke dalam rumah. Sepi, hening. Mungkin mereka sudah tidur, pikirnya.

Langkahnya cepat menaiki tangga. Namun, di depan pintu kamarnya, Sellina berhenti. Jantungnya berdebar tidak wajar. Ia menatap ke pintu kamar Tristan di seberang lorong—tertutup rapat, menyimpan keheningan.

Tangannya yang sedikit gemetar baru saja menyentuh gagang pintu yang dingin saat sebuah bayangan menyergap dari belakang.

"A—!"

Pekikannya tertahan. Sebuah tangan kekar melingkar di pinggangnya, bukan memeluk, tapi mencengkeram erat hingga menyakitkan. Tangan Tristan yang lain mendorong pintu kamarnya hingga terbuka lebar, membentur dinding.

Sellina terlempar ke depan. Ia kehilangan keseimbangan, terhuyung, dan jatuh telak di atas ranjang dengan punggung menghantam kasur.

Kain bedcover kusut di bawahnya. Ia terbaring kikuk, kakinya masih menggantung di sisi ranjang, saat bobot tubuh Tristan yang berat menekan dari atas. Dunia seakan berputar. Matanya membulat ngeri, menatap wajah pria yang kini menindihnya.

"Mas...!"

Tristan merenggut kedua pergelangan tangannya, mendorongnya kasar ke atas bantal di sisi kepalanya. Cengkeramannya sedingin besi.

"Lepas! Sakit!" pekik Sellina, memberontak sia-sia di bawah kungkungan itu.

Tristan seakan tuli. Di bawah sorot lampu temaram kamar, wajahnya tampak asing. Rahangnya mengeras, dan matanya ... matanya menatapnya dengan kilat liar yang membuat darah Sellina membeku.

Hidung Tristan mengendus di dekat lehernya. Sellina memalingkan muka, rasa jijik bergejolak di perutnya.

"Aroma vanila ..." desis Tristan, suaranya berat dan serak. Napasnya menderu, menghembuskan amarah yang pekat. "Kau sengaja memakainya untuk si keparat Erza itu, hah?"

Wajahnya kini begitu dekat, tatapannya lekat. "Kenapa kau selalu membuat aku merasa seperti ini, Sellina! Kau sengaja!"

"Aku kan sudah bilang beri aku kesempatan," bisiknya, nada suaranya berubah menjadi ancaman yang berbahaya. "Tapi kau malah buat aku tidak sabar."

Raga Sellina seakan lumpuh. Keringat dingin meledak di sekujur tubuhnya. Napasnya tertahan di kerongkongan, udara terasa terlalu tebal untuk ditarik masuk. Mereka terlalu dekat. Hembusan napas Tristan yang panas menerpa pipinya.

"Jangan, Mas! Aku mohon," Sellina memelas, suaranya bergetar, berharap kelembutan masih tersisa di sana.

Permohonan itu seakan menyulutnya. Tristan menggeram. Dengan satu gerakan cepat, ia menyatukan kedua pergelangan tangan Sellina, menjepitnya dengan satu tangan kekarnya di atas kepala gadis itu.

Tangan kanannya kini bebas.

Perut Sellina mulas karena teror. Tak ada lagi penghalang.

Mata Sellina yang berkaca-kaca menatapnya putus asa. Genggaman Tristan sempat mengendur sepersekian detik—sebuah keraguan—tapi kobaran api di matanya kembali menyala, lebih mendominasi.

Tatapannya turun. Terkunci pada bibir Sellina.

Bibir itu tampak lembut, berkilau alami di bawah cahaya lampu. Tidak ada satu pun garis kering. Bibir yang tampak bergetar ketakutan itu terlihat begitu halus, seolah-olah akan meleleh jika disentuh.

Tangan bebas Tristan terangkat, ibu jarinya yang kasar membelai bibir bawahnya yang gemetar. Sellina memejamkan mata.

Lalu, dengan gerakan tiba-tiba, Tristan membenamkan kepalanya.

Sellina langsung memalingkan wajah sekuat tenaga. Ciuman itu mendarat kasar dan basah di rahangnya.

Air mata yang ditahannya akhirnya berderai. Ini salah. Ini bukan cinta. Ini adalah perampasan. Ia ingin menyerahkan dirinya dalam cinta, bukan direnggut oleh amarah membabi buta yang terasa asing ini.

"Kau menolakku!" Tristan membentak, suaranya meledak. Ia menarik wajah Sellina agar menatapnya. "Karena Erza?! Jawab! Kenapa kau selalu pergi dengannya!"

Tuduhan itu. Lagi.

Sesuatu di dalam diri Sellina patah. Rasa takutnya yang melumpuhkan menguap, tergantikan oleh amarah sedingin es. Darahnya mendidih.

Matanya yang semula bergetar, kini membelalak tajam menantang Tristan.

"Aku bersamanya karena suatu hal yang gak di sengaja!" seru Sellina, suaranya sarat penekanan, tak lagi gemetar.

"Lalu apa?" lanjutnya, nadanya kini penuh racun. "Apa aku harus diam di rumah dan mendengarkan alunan desahan kalian berdua, hah?!"

1
kim elly
🙄uler mah uler aja ngadu ngaduin
kim elly
🤣🤣mas nggak tuh
mama Al
Pergi saja pergi dari hidupmu
bawa semua rasa bersalahmu
mama Al
Saya suka kepanasan ini
mama Al
mantap
Iyikadin
Keren sekali perkataan mu kaaaa bagusss!! tingkatkan, harus berani dengan lantang sih
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🅕🅗🅐🅝ˢ⍣⃟ₛ§𝆺𝅥⃝©🦐
Ezra benar2 sdh berubah
Iyikadin
Skakmatttt, jawab tuh cepet jawabbb ah elah
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🅕🅗🅐🅝ˢ⍣⃟ₛ§𝆺𝅥⃝©🦐
cintamu terlambat Tristan
🍃⃝⃟𝟰ˢ🫦🅕🅗🅐🅝ˢ⍣⃟ₛ§𝆺𝅥⃝©🦐
cerita nya bagus Thor.. perjuangan seorang istri yg hanya di jadikan tameng untuk menutupi hubungan suaminya dengan wanita lain 🥺🥺
Sunaryati
Semoga setelah penderitaan yang kau alami karena Tristan dan Rekha, dan semuanya kau Terima dengan sabar , nanti berbuah manis Sellina.
Sunaryati
Juga perbaiki diri. Nak Erza tunaikan kewajiban kamu jadi seorang hamba. Bertaubat dengan menjahui semua maksiat. Tuntut secara hukum pada Tristan bila terbukti melakukan pelanggaran hukum. Untuk Sellina tenang diri, bangkit, dan menerima taqdir dengan ikhlas, semoga proses cerai dengan Tristan lancar.
🦋RosseRoo🦋
lu aja kepolosan. Udah tau hubungan toxic begitu, masih mau pertahanin. Kalo gue juga udah kabur... ☹️
🦋RosseRoo🦋
hayoo loo... mau jawab apa
Nuri_cha
ya iyalah takut.. kalau Erza tahu, dah pasti kamu juga dipecat sebagai cewek mainannya
Nuri_cha
biasa aja dong pak... emosi bgt
Nuri_cha
sellina melindungi imej Erza di depan karyawannya /Good/
Nuri_cha
hati-hati Erza, itu udah termasuk dalam pelecehan di dunia kerja. Sellina bukan perempuan yg biasa kamu temui
Nuri_cha
kamu gak berhak ngatur2, krn buat Erza kamu bukan siapa2 🤭
Nuri_cha
wkwkwk, pada gak tau tempat ya. ngamar apa ngamar 🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!