Aruna hanya memanfaatkan Arjuna Dewangga. Lelaki yang belum pernah menjalin hubungan kekasih dengan siapapun. Lelaki yang terkenal baik di sekolahnya dan menjadi kesayangan guru karena prestasinya. Sementara Arjuna, lelaki yang anti-pacaran memutuskan menerima Aruna karena jantungnya yang meningkat lebih cepat dari biasanya setiap berdekatan dengan gadis tersebut. *** "Mau minta sesuatu boleh?" Lelaki itu kembali menyuapi dan mengangguk singkat. "Mau apa emangnya?" Tatapan mata Arjuna begitu lekat menatap Aruna. Aruna berdehem dan minum sejenak, sebelum menjawab pertanyaan Arjuna. "Mau ciuman, ayo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 31
2 Tahun Kemudian
Liburan semester, waktu yang Aruna tunggu-tunggu. Dirinya sudah pamitan pada Om Anggara dan Tante Lila untuk mengunjungi Arjuna yang akan balik, sekalian bertemu sahabatnya. Aruna menaiki kereta dan akan di jemput Karin bersama Misel. Lelaki itu mengundangnya untuk makan malam keluarga di rumahnya, Aruna langsung setuju bahkan pulang menuju apartemennya sendiri.
Arjuna sempat melarang, katanya biar lelaki itu jemput. Namun, Aruna yang tidak sabar bertemu---menolak perintah kekasihnya.
"Gilak! Lo makin cakep deh Run, udah pinter make up lagi. Satu lagi, badan lo berisi tapi cakep banget! Lo rajin olahraga?" Berondong Karin ketika menatap Aruna yang masih memeluknya. Gadis itu lekas melepas dan berganti memeluk Misel.
Mereka berpelukan riang dan senang. Setelah beberapa semester terlewati, akhirnya berjumpa kembali. Misel pun mengangguk, menyetujui ucapan Karin yang jujur.
"lya, nanti malam deh gue kasih tutorialnya. Kalian berdua nginep apartemen gue ya?" Karin mengangguk.
Mereka pulang dengan menghabiskan waktu untuk bercerita di mobil. Sepanjang jalan, ketika melihat minuman atau kedai makanan---Aruna meminta berhenti.
"Kabarin Juna dulu, kalau lo udah sampai." Peringat Misel menoleh ke belakang.
Aruna mengangguk, segera membuka ponselnya untuk mengabari sang kekasih. Jemarinya mengetik dengan lincah, namun Arjuna belum aktif. Mungkin lelaki itu masih berada di pesawat, jadi Aruna menyimpan ponselnya segera.
"Gue udah bikin list kegiatan kita besok malam!" Cerita Aruna dengan senyuman riang. "Kita bakal bakar-bakar deh, ajakin si Ethan sekalian. Heh Karin, kalau punya cowok mah ajakin sekalian, ya kali lo mau sendiri. Kita ala-ala Triple date, gimana? Keren nggak rencana gue?"
Karin tersenyum geli. "Belum official sih, tapi boleh deh gue ajakin kalau mau."
Misel lantas menoleh heran. "Lah, terus apaan? Lo HTS gitu? Idih, lagi jaman emangnya kaya gitu?" Karin mengedikkan bahunya, tidak tahu.
"Orang dia nggak nembak, gue malu lah kalau suruh tanya duluan!" Sungutnya dengan kesal.
"Emang siapa sih? Lo sok misterius banget deh, Rin!" Aruna memajukan tubuhnya dan bertanya penasaran.
"Adalah, besok juga lo tahu!" Jawab Karin dengan kalem.
Aruna lantas menoleh pada Misel. "Lo tahu nggak, Sel?"
Misel menggeleng kesal. "Nggak mau ngasih tahu tuh, gimana nggak sebel gue. Cuma pernah lihat story dia kadang dinner atau jalan kan, lo lihat kan?" Aruna mengangguk mengiyakan.
"Gue kira, itu sama lo." Jawabnya dengan polos.
Misel lantas mencubit pipi Aruna dengan gemas. "Gue mah, jalan sama Ethan. Ya kali si Karin mau ikut gue dinner, dikira pacarnya Ethan ada dua!"
Karin melirik sinis. "Ih, lo pikir gue juga mau? Hampir setiap ketemu jadi obat nyamuk. Makanya, gue cari cowok deh."
Mereka mengangguk santai. Tidak lagi mendebat dan bertanya, biarkan besok saja keduanya tahu. Sampai di apartemennya, Aruna lantas menatapnya. Masih rapi dan bersih, Arjuna memang menyuruh pembantunya untuk sesekali bebersih apartemen Aruna. Gadis itu senang sekali, memasuki apartemennya yang wangi dan bersih.
"Rapi bener deh, Run. Gue pikir kita bakal bersih-bersih dulu," Misel mengangguk dengan ucapan Karin.
"Juna yang suruh pembantunya bersih- bersih kesini," Akunya dengan jujur. Gadis itu segera menuju sofa untuk rebahan dan bersantai.
"Untung aja beli minum sama camilan, sampai sini nggak bakal kelaparan." Aruna mengangguk membenarkan, dirinya lantas beranjak, ingin bersih- bersih dan berganti baju yang nyaman.
"Bentar ya, gerah banget!"
Mereka mengangguk, menyalakan televisi untuk mengusir sepi. Hingga Aruna selesai mandi dan menuju dapur, ingin minum air putih. Ketika membuka kulkas, matanya melirik isi kulkasnya yang penuh. Aruna tidak salah lihat kan? Arjuna ini benar-benar membuatnya bergantung. Semua makanan dan camilan kesukaan Aruna tersedia lengkap.
Gadis itu lantas mengambil kue dan kotak susu dingin. Aruna bawa menuju ruang santai.
"Loh, kapan lo belinya?" Misel bertanya heran.
"Nggak tahu, Juna yang ngisi kayaknya. Aduh, untung aja gue tembak dia duluan ya? Nggak nyesel sama sekali deh." Aruna tersenyum geli dengan mata berkaca-kaca terharu. Arjuna mengapa selalu baik sekali pada dirinya? Aruna kan jadi sedih. "Nggak apa-apa deh, gue di perlakukan nggak baik---kalau rejekinya dapet yang kaya Arjuna!"
Misel menoleh terharu. "Sampai nikah tuh, harusnya Run!" Aruna mengangguk dan memeluk bantal sofa.
Mereka menikmati camilan dan melakukan kegiatan girls time. Hingga ketiganya bangun kesiangan, karena malam banyak bercerita, bukannya tidur. Misel yang pertama bangun dan segera mandi, gadis itu lantas memesan makanan secara online. Benar-benar malas untuk keluar, apalagi cuaca mendung dan hujan turun. Pantas saja, Karin dan Aruna masih terlelap nyenyak.
"Heh! Udah jam sebelas lebih, kalian berdua mau bangun apa nggak?" Misel merusuh keduanya, karena kesepian.
"Gue ngantuk banget, Sel. Kemarin gue nyetir jauh dan semalem---Aruna ngajak begadang!" Timpal Karin segera menutup tubuhnya dengan selimut.
Misel bangun sendiri dan duduk di ruang televisi, sembari menunggu pesanan makanan datang. Gadis itu memainkan ponselnya dan membalas pesan sang kekasih.
"Aku kesana ya? Mau dibawain apa?"
Misel terdiam bingung. "Camilan aja deh, barusan udah pesen makan."
Ethan datang setelah beberapa menit terlewati dan pesanan makanan Misel datang. Lelaki itu memeluk kekasihnya dan menciumi wajahnya. Tubuhnya mendekat dan merangkul Misel yang duduk di atas karpet.
"Kangen," Ethan menaruh wajahnya di lekukan leher Misel, mengecupnya pelan.
"НЕН ЕТНAN! JANGAN MESUM DI TEMPAT GUE!" Teriakan itu berasal dari Aruna yang menatapnya tajam.
"Halah, kaya yang nggak pernah aja lo." Balas Ethan mendengus kesal.
Menjelang sore, suara bel apartemen Aruna berbunyi. Dirinya lekas menatap keempat temannya, mereka mengedikkan bahunya tidak tahu. Karin berdiri, bersiap membuka pintu apartemen---sementara yang lain masih membahas konsep triple date alias bakar-bakar. Mungkin akan diundur sampai besok malam, karena Arjuna belum mengabari pulang.
"Eh, Halo Jun!" Sapa Karin ketika melihat Arjuna sudah hampir maju memeluknya. Untung belum jadi, bisa kena amukan Aruna.
"Sorry, gue kira Aruna. Dia di dalam?" Karin mengangguk, membuka pintu dengan lebar dan mempersilahkan Arjuna masuk.
"Aruna,"
Panggilan itu menghentikan Aruna yang sedang berbincang dengan Ethan dan Misel, gadis itu mendongak dan kaget. Tubuhnya bergerak untuk bangun dan menerjang dengan pelukan erat. Arjuna hampir jatuh karena pelukan tersebut. Lelaki itu maju, mencium dahi, pipi, hidung dan bibir Aruna sekilas.
"Kangen banget!" Aruna menggoyangkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri dengan manja.
"Iya, sayang. Aku juga kangen, katanya malam ini mau bakar-bakar? Jadi?" Lelaki itu mengurai pelukan dan memegang bahu kekasihnya. Menelisik wajah yang biasanya dia lihat dari layar ponsel saja.
Cantik.
"Mau pelukan aja semalam sama kamu, boleh nggak?" Pintanya dengan manja.
Ethan, Misel dan Karin mendengus geli mendengar penuturan Aruna. Seolah hanya mereka berdua, tanpa mengingat ada yang lainnya.
"ARUNA!" Panggil mereka serempak, membuat Aruna tertawa pelan.
"Bercanda doang, kita kan mau bakar- bakar. Eh, tapi gue males banget. Mending dinner di restoran gitu, tinggal duduk, makan, dan santai sama anti ribet. Lagian, pacar gue pasti capek. Mau ya?" Tawar Aruna pada yang lain.
Mereka mengangguk setuju, terserah yang penting tidak ribet.
"Terus, cowok lo gimana Rin?" Misel bertanya heran.
"Bentar, gue telfon sekalian minta dia reservasi tempat buat kita." Jawab Karin, membuka ponselnya.
"Emang cowok lo kuliah dimana, Rin? Sama kaya lo?" Ethan bertanya penasaran.
Arjuna duduk di sofa dengan Aruna yang betah memeluk lengannya erat. Gadis itu menaruh kepala di bahunya dan mencium aroma wanginya. Arjuna senang-senang saja dengan sikap tunangannya yang begitu manja.
"Cowok gue udah lulus kuliah," Mereka mengangguk santai.
"Dimana dulu?" Ethan bertanya penasaran.
"Sama kampusnya kayak lo sama Misel." Mata Misel memicing penasaran.
"Berarti kating gue dong? Tahun kapan lulusnya?"
Karin menggaruk kepalanya bingung. "Bukan, orang dia disana pas ambil Magister kok. Udah beberapa tahun yang lalu,"
Mereka kaget serempak, terutama Aruna yang heran. "Cowok lo umur berapa, Karin?"
"Umurnya, dua bulan lagi 31 tahun." Sahutnya meringis pelan.
Misel yang pertama kaget dan duduk mendekat pada Karin. "Jangan bilang, lo jadi sugar baby sama om-om?" Gadis itu memegang bahu Karin dengan dramatis.
Aruna ikut melepas pelukan Arjuna dan mendekat pada Karin. "Serius, Rin? Padahal jadi sugar baby nggak harus sama om-om kok. Gue juga jadi sugar baby soalnya,"
Arjuna memijat hidungnya dengan pelan. "Aruna, jangan bicara aneh-aneh!" Protesnya dengan nada datar menatap sang tunangan.
"Kalian berdua yang pikirannya aneh- aneh, gue cuma temen aja. Belum jadian, kan gue udah bilang." Sahut Karin dengan tegas.
"Pantesan, lo nggak diajak pacaran. Umur segitu mah, ngajaknya nikah kali!" Aruna mengangguk setuju dengan ucapan Misel.
"Gue akhirnya percaya sama kata-kata gini, di satu circle--- biasanya yang nggak pernah pacaran, dia yang bakal nikah duluan! Nah, bener kan?!" Tuding Aruna mengangguk yakin.
"Jangan halu, Aruna! Gue masih HTS dan nggak menaruh ekspektasi tinggi. Lagian, lo yang udah tunangan duluan. Terus tuh, mau nyusul tunangan kayaknya." Sindir Karin melirik Ethan yang kebelet menikah dengan Misel.
Ethan dan Arjuna masih diam, mendengar mereka yang menginterogasi Karin tanpa ampun. Benar-benar semua ditanyakan, agar tidak terlewat apapun. Karin seolah tidak ingin kalah dengan membocorkan rencana Ethan. Intinya, dari perdebatan mereka tidak ada yang mau kalah. Dan sekarang, perdebatan itu menebak siapa yang akan nikah duluan.
"Hompimpa ya, yang menang nikah duluan, gimana?" Karin lantas angkat tangan.
"Nggak ikutan, karena gue nggak berharap sama dia! Lo berdua aja yang udah jelas calonnya di depan mata!"
Setelahnya, Aruna dan Misel bersuit--- menentukan siapa yang menang. Nyatanya, keduanya seri hingga dua kali. Ponsel Karin berdering, tanda panggilan masuk.
"Sadar nggak sih, Run. Umur kita masih 20 tahun, masa mau nikah muda? Katanya cita-cita lo, mau punya toko kue dan jadi rich aunty."
Aruna mengangguk dengan senyum ringan. Dirinya menoleh dan menemukan Arjuna yang menatapnya lekat.
"Sambil nikah sama Arjuna, semua beres. Sekarang cita-cita gue, menikah sama Arjuna dulu. Cuma di KUA--- nggak masalah, asalkan sama Arjuna."
Arjuna tersenyum geli mendengar penuturan Aruna. "Yakin? Katanya dulu mau nikah pakai gaun cantik,"
Belum sempat menjawab, Karin sudah lebih dulu datang mendekati mereka.
"Udah di reservasi, tinggal datang aja. Oh iya, gue balik duluan ya? Nanti malam ketemu aja di Restoran Mirasa, jam 9 on time ya!" Pamitnya menatap semua.
"Oke Rin, thankyou! Btw, kenapa pulang dulu?" Tanya Misel penasaran.
"Mau ketemu HTS gue, dia udah mau jemput kesini. Gue titip mobil ya, Run." Aruna mengangguk. Karin kemudian menatap Misel dan Ethan. "Ayok lah, kalian pacaran di tempat Ethan aja. Jangan disini---ada yang mau melepas rindu tuh!"
Ethan lantas beranjak bangun dan menggandeng lengan Misel, matanya mengedip kode pada Arjuna. "Bawa pengaman kan Jun?" Ledeknya membuat wajah Aruna tersipu malu.
"ETHAN!" Aruna melempar bantal sofa dengan kesal.
"Balik ya!" Misel dan Ethan bersiap pergi diikuti Karin dari belakang. Mereka seperti sudah sepaket saja, dengan Karin sebagai obat nyamuk.
"Teman-teman kamu, pengertian sayang." Kata Arjuna mengecup pelipis Aruna penuh rindu. "Kangen banget!" Bisik Arjuna dengan sensual di telinga Aruna.
Gadis itu merasa jantungnya berdebar kencang, telinganya memerah karena di kecup manja oleh Arjuna. Kapan ya, terakhir dia merasakan sensasi seperti ini? Rasanya sudah lama tidak berjumpa.
"Kamu, janjinya bakal pulang tiap semester! Ternyata susah banget disuruh pulang," Aruna merajuk manja, masuk dalam pelukan hangat Arjuna dan bersandar di dada bidang tunangannya. Arjuna mengeratkan pelukannya pada tubuh Aruna dan mencium aroma rambutnya penuh kerinduan.
"Maaf sayang, ada banyak hal yang harus di urus. Tapi kamu hebat, bisa banget jadi pengertian dan lebih sabar. Kenapa hm?" Tanya Arjuna menundukkan wajahnya, menatap lekat wajah Aruna.
"Nggak enak kalau ribut online. Aku gasuka, kalau marahan kaya gitu kamu susah bujuknya. Kalau disini, tinggal dipeluk sama di beliin donat," Arjuna tertawa pelan dan mengecup pipi Aruna yang tembam dengan gemas. Ingin dia gigit rasanya, saking gemasnya dengan pipi Aruna yang mengembang.
Cup
Cup
Cup
"SAYANG! JANGAN DI CIUM TERUS PIPINYA IH!" Sungutnya dengan kesal dan cemberut. "Aku tahu kok, sekarang tambah gendut." Rengeknya sedih.
Arjuna tersenyum geli. "Oh ya? Tambah gendut? Mana sini lihat perutnya," Kata Arjuna layaknya berbicara pada anak kecil.
Aruna langsung menyingkap kaos yang dia pakai, menunjukkan perutnya yang terdapat sedikit gelambir. Menurut Arjuna hal tersebut wajar-wajar saja. Gadis itu bahkan berniat diet, tentu Arjuna larang dan sarankan dengan olahraga. Namun, hanya terkadang saja jika mau.
"Nggak terlalu kok sayang, selain perut--- mana lagi yang tambah besar? Ini juga?" Tanya Arjuna menunjuk atas perut sang tunangan, membuat Aruna menoleh dan tertawa.
"IH MAU BERBUAT MESUM YA?" Ledeknya mengecup dagu Arjuna dari bawah. "Kamu baru sampai sayang, kok udah mesum sih?!" Tanya Aruna heran.
"Aku cuma tanya, nggak baru sampai--- udah tengah malam kok pas sampai sini. Baru siang, mama bolehin pergi." Aruna mengangguk, mengusap rahang Arjuna dengan pelan.
"Kamu ada pengaman sayang?" Tanya Arjuna berbisik lirih.
Aruna tersipu. "Nggak, kan dulu di marahin sama kamu. Nggak pernah beli deh, kenapa? Kamu mau ngajakin itu ya?" Bisiknya menggoda.
Arjuna mengangguk dengan mata berkabut. "Kamu cantik banget, aku udah kepikiran gara-gara kamu nakal. Sering video call nggak sopan sih, aku jadi kepengen." Sahutnya dengan jujur. Wajahnya menunduk mencium bahu dan leher Aruna.
"Tumben, katanya itu melanggar prinsip kamu. Maunya habis nikah aja!" Cibir Aruna mengingatkan.
Arjuna mengangguk mengiyakan. "Nggak jadi, kamu nggak punya kondom sih. Main aja yuk, sebelum berangkat?" Ajak Arjuna melirik jam di dinding.
Aruna mengangguk lesu. "Aku beli aja ya? Di bawah kan ada minimarket,"
Arjuna menggeleng, lantas membawa tubuh Aruna dalam gendongannya. Gadis itu memekik kaget ketika berada dalam gendongannya.
"Jangan aneh-aneh! Udah bagus nggak jadi," Aruna sontak cemberut.
"Mau sayang, aku beliin ya?" Bujuknya merayu dan mencium rahang kekasihnya.
Arjuna terdiam sejenak. Tubuhnya mematung, sedang pikirannya sudah melayang liar. Membayangkan sesuatu yang ingin dia jaga tapi godaan begitu besar. Wajahnya menunduk, menatap orang yang dirinya cinta sedang mengusap-usap dadanya dengan nakal dan wajah polos yang membuat Arjuna gemas. Lelaki itu benar-benar ingin melakukan, apa yang otaknya pikirkan.
Ah, Aruna benar-benar nakal.