Bukan menantu pilihan, bukan pula istri kesayangan. Tapi apa adil untuk ku yang dinikahi bukan untuk di cintai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahlina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32
Ceklek.
Arif masuk ke dalam ruang rawat.
“Ada apa? Aku belum menyuruh mu masuk!” ketus Alex, menatap jengkel Arif.
“Aku tidak minta pendapat mu, bos! Ada dokter dan suster di luar. Mereka ingin memeriksakan keadaan Nona Wati yang sudah siuman, apa tidak boleh?” Arif melirik Alex dan Wati bergantian.
Wati menggantung kalimat yang ia tujukan untuk Arif, “Kenapa tidak boleh? Tentu aja boleh, pak…"
Arif angkat suara, dengan ramah pada Wati. Mengabaikan keberadaan Alex.
“Panggil saya Arif, saya asisten sekaligus sekretaris bos Alex, kekasih anda, Nona Wati.”
“Ehem!” Alex berdehem dengan wajah datarnya.
“Itu kenyataannya, bos! Tapi jika bos tidak ingin, biarkan Nona Wati dengan saya saja!” goda Arif dengan wajah seriusnya.
Pluk.
Alex menggeprak lengan Arif dengan kepalan tangannya.
“Jangan banyak bicara kamu, suruh mereka masuk!” titah Alex dengan datar.
“Oke!” Arif melangkah ke arah pintu.
‘Mereka berdua malah terlihat seperti sahabat, bukan layaknya atasan dan bawahan.’ pikir Wati.
“Jangan bilang kamu menyukainya! Menganggap serius omongan Arif! Tapi jika itu sampai terjadi, aku tak akan segan memenggal kepala Arif!” bisik Alex di telinga Wati.
Wati menoleh, tatapannya beradu dengan sepasang mata tajam Alex yang tengah menatapnya lekat.
“Ihs, kenapa kamu terus mengancam ku, pak?” protes Wati.
“Aku tidak mengancam mu, aku hanya tidak suka kamu menatap pria lain! Apa lagi di depan ku.” Alex menyampirkan beberapa helai rambut Wati yang bergerak liar ke belakang daun telinganya.
“Kamu ngomong apa sih? Gak jelas, pak!”
“Maksud ku, mata indah mu itu tidak untuk menatap pria lain, tidak hanya di depan ku. Di belakang ku pun kamu tidak boleh menatap pria lain! Hanya boleh aku yang kamu tatap! Iya benar, hanya aku seorang.” Alex dengan cepat meralat perkataannya.
“Stop panggil aku bapak! Aku bukan bapak mu, aku kekasih mu! Suka tidak suka, aku kekasih mu!” putus Alex gak ingin di bantah.
“Dasar posesif!” cibir Arif yang sudah berdiri di belakang Alex.
“Ehem, selamat malam Nona Wati, bagaimana keadaan, Nona? Apa ada yang Nona keluhkan?” tanya dokter Sekar Ayu, dokter yang menangani Wati.
Dokter Sekar berada di sisi kanan Wati, sementara sang suster berada di sisi dokter dengan membawa laporan untuk mencatat kondisi pasien.
“Malam juga, dokter. Sudah lebih baik, dokter. Punggung, bo kong serta perut ku masih kurang nyaman dokter!” beo Wati dengan lirih, ia bahkan melirik Alex dan Arif bergantian, karena merasa malu dengan bagian yang ia keluhkan.
Dokter Sekar Ayu melirik Arif dan Alex, “Maaf Tuan Tuan, bisa tinggalkan pasien sebentar? Saya masih harus memeriksa bagian yang di keluhkan pasien saat ini.”
“Meninggalkan nya? Yang benar saja! Lakukan saja pemeriksaannya, dok! Aku tidak akan mengganggu mu! Enak saja mengusir orang sembarangan. Aku tidak akan meninggalkan Wati tanpa pengawasan ku!” Alex menyilangkan ke dua tangan di depan dada.
“Tapi maaf Tuan, kehadiran Tuan berdua di sini hanya akan membuat pasien gak nyaman untuk saya periksa!” seru dokter Sekar Ayu, berusaha menjelaskan pada Alex.
“Tolong lah ke luar sebentar, pak A- Alex i- iya i- itu maksud ku, maksud ku itu Alex, sa- sayang. Ha- hanya sebentar!” pinta Wati dengan canggung.
“Sebaiknya kita tunggu di luar, bos! Nona Wati malu dilihat oleh mu!” timpal Arif.
Alex menghembuskan nafasnya dengan kasar, sembari beranjak dari duduknya, “Baik lah, aku akan menunggu di luar. Panggil aku jika terjadi masalah!”
Cup.
Alex mengecup puncak kepala Wati, sebelum meninggalkan ruang rawat yang diikuti Arif.
“Pacar mu sweet sekali, Nona!” puji Sekar Ayu, melihat tingkah Alex yang bak anak abg yang sedang kasmaran.
“Sejak Nona mendapat perawatan, Tuan berjas hitam itu, tidak sedetik pun meninggalkan Nona.” timpal perawat yang sudah mulai memeriksa kondisi Wati.
“Benar kah, sus?” tanya wati dengan tatapan gak percaya.
“Beliau juga begitu mengkhawatirkan Nona, terlihat sekali dari tatapannya.” timpal dokter Sekar Ayu.
“Dia hanya teman kok, dok. Bukan pacar.” sangkal Wati.
Belum ada 10 menit berada di luar ruang rawat, Alex sudah muncul dari balik pintu yang dibuka oleh Arif.
"Jadi, bagaimana keadaannya, dok? Masih perlu dirawat berapa hari lagi?" cerocos Alex dengan wajah datar, menunggu jawaban dari dokter yang menangani Wati dengan harap harap cemas.
“Untuk keseluruhan cukup baik, gak ada luka dalam. Dan untuk luka lebam, hanya perlu di kompres air dingin pada bagian yang memar selama 15 sampai 20 menit.
Mengompres menggunakan air es pada daerah yang memar, berguna untuk mengurangi bengkak dan nyeri serta menyempitkan pembuluh darah yang cedera agar memar tidak semakin meluas.” ujar dokter Sekar Ayu panjang kali lebar.
“Jadi saya sudah boleh pulang, dokter?” tanya Wati antusias.
“Tentu saja boleh.”
Alex berdiri di sisi ranjang rawat Wati, menatap lekat wajah pucat Ratna.
“Gak bisa, Wati harus di rawat inap di rumah sakit sampai keadaannya membaik. Apa dokter gak lihat, wajah kekasih saya ini masih pucat! Dia masih butuh perawatan intensif!” sentak Alex.
“Gak bisa gitu, aku juga gak betah di rawat di rumah sakit, pak… emm ma- maksud ku sa- sayang. Aku mau pulang aja, toh cuma memar, bisa aku rawat sendiri di rumah!” tolak Wati, langsung meralat panggilannya untuk Alex saat mendapati pelototan galak.
Alex berseringai, “Mau merawat sendiri luka mu? Jangan harap!”
Tanpa segan, Alex mengetuk bagian perut Wati yang memar dengan jari telunjuknya.
Wati membola, dengan suara tertahan, “Uggghhh i- itu sa- sakit, kenapa malah kamu menyentuhnya! Kamu sengaja melakukannya?”
Wati mengerang kesakitan, ia bahkan menggigit bibir bawahnya untuk menahan sakit.
‘Alex sialan, gak tau apa itu sakit banget!’ umpat Wati dalam hati.
Bukannya menjawab, Alex malah menepuk bo kong Wati. Meski pelan tapi cukup membuat Wati berbinar mena han tangis, karena nyeri yang ditimbulkan.
"Yang ini juga sakit kan!” tanya Alex dengan nada mengejek.
Pluk.
“Alex!” gumam Wati dengan suara tertahan.
“Apa? Mau membantah lagi?” tantang Alex.
Arif hanya bisa meringis, melihat kelakuan bos sekaligus sahabatnya itu.
‘Bukan hanya posesif, tapi juga gak tau malu. Bisa bisanya menepuk bo kong wanita di depan dokter dan yang lain, dasar Alex cabul!’ pikir Arif meski bersuara dalam hati.
Dokter Sekar Ayu hanya geleng kepala, menyikapi pria yang ada di depannya.
“Silahkan di urus prosedur rawat inapnya, Tuan! Di ruang administrasi ya, Tuan!”
“Arif, cepat urus prosedurnya!” titah Alex, tanpa mengalihkan pandangannya dari Wati yang terus mengerucutkan bibirnya.
Wati menggeleng pada Arif, “Jangan mau!”
“Kami permisi, Nona!” sela dokter Sekar ayu, diikuti suster meninggalkan ruang rawat Wati.
Arif mengerdikkan dagunya pada Alex, “Jadi saya harus gimana ini, bos? Nona Wati gak ingin di rawat!”
Bersambung ...