Sera, harus kehilangan calon anak dan suaminya karena satu kecelakaan yang merenggut keluarganya. Niat ingin berlibur malah menjadi petaka.
Sera bersedih karena kehilangan bayinya, tapi tidak dengan suaminya. Ungkapannya itu membuat sang mertua murka--menganggap jika Sera, telah merencanakan kecelakaan itu yang membuat suaminya meninggal hingga akhirnya ia diusir oleh mertua, dan kembali ke keluarganya yang miskin.
Sera, tidak menyesal jatuh miskin, demi menyambung hidup ia rela bekerja di salah satu rumah sakit menjadi OB, selain itu Sera selalu menyumbangkan ASI nya untuk bayi-bayi di sana. Namun, tanpa ia tahu perbuatannya itu mengubah hidupnya.
Siapakah yang telah mengubah hidupnya?
Hidup seperti apa yang Sera jalani setelahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dini ratna, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pengakuan Evan
"Iya, Tuan Darren ada apa? Apa yang mau Anda bicarakan?"
Sera, mendadak bingung karena Darren tiba-tiba diam.
Nggak, aku tidak boleh tiba-tiba mengaku sebagai Evan, itu akan membuat Sera bingung. Sera, tidak akan percaya jika aku Evan, maka yang harus lebih dulu mengatakan adalah Evan yang sesungguhnya
"Tuan Darren?" panggil Sera, Darren pun terkejut.
"Mmm ... nanti saja Sera, aku akan kembali setelah Lio bangun," katanya lalu pergi meninggalkan kamar.
Sera, termenung menatap kepergian Darren. Lalu berjalan ke sisi ranjang, Sera mengambil tasnya dan mengambil selembar foto yang ia temukan semalam.
"Aku lupa, ingin menanyakan foto ini. Kenapa Tuan Darren bisa memiliki foto ini?" tanyanya dalam hati. Sera, kembali memasukkan selembar foto yang mengabadikan para siswa SMP. Setelah memasukkan foto itu Sera, kembali menyimpan tasnya lalu merebahkan tubuh di samping Lio.
Matanya terus memandang ke atas langit-langit kamar, dengan penuh rasa penasaran ia mengingat perkataan Darren sebelumnya, sebenarnya apa yang ingin Darren katakan.
"Kenapa hatiku jadi gelisah begini," ungkapnya yang menyentuh dadanya.
Sementara di kamar sebelah, Darren mengambil ponsel barunya yang ia gunakan untuk identitasnya sebagai Evan. Tanpa berpikir panjang, Darren langsung menulis sebuah pesan untuk Sera.
[ Aku ingin menunjukkan sesuatu padamu, apa kita bisa bertemu? ]
Satu pesan baru saja Darren kirimkan. Darren menghela nafas seraya berbaring di atas kasur. Tidak berselang lama ponselnya pun berdering, Darren langsung bangun dan mengambil ponselnya itu.
Dilihatnya dari layar utama jika Sera sudah membalas pesannya.
[ Memangnya kamu ada di mana? Aku sedang tidak berada di kotaku, aku sedang ikut perjalanan dinas majikanku. ]
[ Aku ada di kota xxx hotel xxx jika kamu ada di tempat yang sama kita bertemu nanti malam, di balkon lantai lima ]
Sera, diam sejenak. Ia memikirkan tempat mereka yang sama, apa itu sebuah kebetulan atau memang Evan mengikutinya? Entahlah, tetapi Sera sangat antusias yang ingin bertemu Evan dan melihat langsung wajah teman lamanya itu.
[ Kebetulan sekali aku ada di hotel yang sama, baiklah kita bisa bertemu tetapi aku tidak bisa meninggalkan Lio, bayi asuhku ]
Darren, terdiam. Lio, tidak mungkin ditinggalkan kenapa ia tidak berpikir hal demikian. Jika Sera, keluar untuk menemuinya maka Lio, dengan siapa Lio? Darren benar-benar tidak memikirkannya. Bagaimana ia bisa lupa dengan anaknya sendiri.
[ Aku bisa mengutus seseorang untuk menjaga bayimu ]
Sera, kembali tertegun. Dia tidak mungkin mempercayakan orang lain untuk menjaga Lio, bagaimana jika Darren tahu dan itu akan menjadi masalah. Darren tidak akan percaya lagi padanya, dan jika dia meminta Darren untuk menjaga Lio, maka itu akan mengundang amarah besar. Darren akan bertanya kemana Sera akan pergi, sehingga harus meninggalkan bayinya.
Sera semakin bingung apa yang harus dia katakan kepada Evan..
[ Maaf Evan, sepertinya aku tidak bisa. Aku tidak bisa meninggalkan Lio ] Itulah keputusan Sera.
Sementara di tempat lain, Darren baru saja memasuki mobilnya. Ia akan berkunjung ke kantor cabang detik ini di saat semua orang fokus bekerja. Darren sengaja tidak memberitahukan pihak perusahaan tentang kedatangannya.
Alex, fokus mengemudi di depannya.
"Alex," panggil Darren, Alex sedikit menoleh yang mendongak menatap kaca dashboard di atasnya.
"Iya Tuan?" tanya Alex demikian.
"Aku ingin kamu menyelidiki ini," ujarnya memberikan selembar kertas yang ia dapatkan dari Maudy.
"Itu surat wasiat yang katanya dari Tamara sebelum meninggal. Clara yang memberikannya."
"Lalu apa yang harus aku selidiki Tuan?"
"Aku ingin kamu selidiki surat itu dari mana Clara, mendapatkannya. Dan aku ingin kamu juga menyelidiki—meninggalnya Tamara, aku rasa ada yang aneh dan janggal."
Darren, memberikan lagi selembaran kertas kepada Alex. Alex, menepikan mobilnya sesaat ke sisi trotoar, untuk membaca dokumen yang baru saja Darren berikan.
"Aku menemukan dokumen itu dari ruang kerja Clara beberapa waktu lalu. Aku rasa ada yang salah dengan dataan itu, kamu bisa melihat perbedaannya Alex."
"Aku akan menyelidikinya," ujar Alex. Lantas, mengemudikan kembali mobilnya menuju perusahaan.
Di hotel, Sera, hanya sendirian sambil menimang-nimang Lio, ia merasa bosan terus berdiam diri di dalam kamar. Sesekali ia melihat ponselnya tetapi belum ada balasan chat dari Evan, Sera pun memutuskan untuk pergi keluar.
Ia menggendong Lio, dengan kain gendongan, lalu berjalan keluar dari kamar hotel. Sera, hanya berjalan di taman sekitar sambil mengasuh Lio dan mencari udara segar.
Sebenarnya ia merasa bosan, untuk apa ikut dinas bersama Darren, lagipula ia ditinggal sendirian di hotel bersama Lio.
"Lio, kita duduk di sana, ya." Katanya sambil menunduk melihat wajah Lio dibalik gendongan. Bayi gemuk itu tersenyum lebar, kedua kakinya berjingkrak-jingkrak diikuti badan yang bergerak naik turun seolah ingin segera lepas dari gendongan itu.
"Tidak, Lio. Kamu tidak boleh turun. Ini di taman bukan di kamar, kalau kamu sudah bisa merangkak nanti Bi Sera akan turunkan kamu. Kamu mau lihat sekelilingmu?" tanyanya lalu membuka topi gendongan yang menutupi kepala Lio, sambil memutarkan badan, Sera memperlihatkan suasana taman itu kepada Lio.
"Kamu nggak sabar, ya, ingin turun ... makanya cepat merangkak," ucapnya dengan canda.
Sera, berjalan ke arah kursi yang berjajar. Banyak sekali pengunjung hotel yang bersantai di sana, ada juga yang sedang menikmati hari liburnya bersama keluarga. Sera, memilih kursi yang berada di bawah pohon, selain kosong tempat itu sangat teduh dan jauh dari cahaya sinar matahari. Setidaknya Lio tidak kepanasan.
Sera mengambil beberapa foto yang langsung ia abadikan di sosial medianya. Tidak lupa, Sera juga membagikan foto itu kepada Evan.
Satu notifikasi itu membuyarkan Darren, dari pandangan semua staf yang sedang meeting bersamanya. Darren, merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel miliknya. Satu chat WhatsApp dari Sera, membuatnya langsung ingin mengakhiri meetingnya.
Darren, membuka chat itu, ia termenung melihat foto Sera di bawah pohon, sambil mengendong Lio. Bahkan dalam foto itu yang terlihat jelas adalah wajah anaknya—Lio.
Darren, segera mengakhiri meeting dan menyerahkan semua urusannya kepada Alex, karena Darren sudah mengetahui siapa orang yang sudah berbuat curang kepadanya.
Segera Darren meninggalkan ruangan, yang langsung melangkah keluar dari perusahaan. Darren, berlari ke arah mobilnya dan langsung ia kemudikan.
Sera, berada di luar sekarang dan keputusan Darren sudah bulat, jika hari ini ia harus mengakui—jika Evan itu adalah dirinya. Sambil mengendalikan setir, tangan kirinya tidak berhenti berkutat di atas layar datar miliknya. Sebuah pesan penting berhasil dia tulis dan langsung ia kirimkan kepada Sera.
"Semoga ini waktu yang tepat," ucapnya.
Darren mengemudikan mobilnya dengan cepat hingga ia berhasil menempuh perjalanan 30 menit dari perusahaan menuju hotel di mana ia menginap. Darren, segera turun setelah memarkirkan mobilnya, tanpa menunggu lagi langkanya semakin cepat berlari memasuki hotel.
Darren, celingukan mencari Sera ketika tiba di taman belakang. Hingga akhirnya ia menemukan sosok wanita yang sedang merenung di bawah pohon. Darren, mengatur nafas pelan, ia berjalan sambil menghubungi Sera.
"Halo, Evan?"
"Sera, mungkin sudah waktunya kita bertemu. Aku ... ada di belakangmu, berbaliklah."
Sera, tertegun yang berdiam diri cukup lama, sebelum akhirnya tubuhnya berbalik. Sera, hanya diam sambil memegang ponsel di telinganya. Matanya terpaku menatap lurus ke arah Darren, yang berada di depannya.