"Aku mau jadi Istri Om!" kalimat itu meluncur dari bibir cantik Riana Maheswari, gadis yang masih berusia 21 Tahun, jatuh pada pesona sahabat sang papa 'Bastian Dinantara'
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Galuh Dwi Fatimah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tolong Jangan Menangis Lagi
Riri menengguk coklat hangat itu, mulutnya masih diam, pikirannya terlalu berantakan.
"Ri.." panggil Bastian.
Riri tak menjawab, ia hanya menatap Bastian dengan matanya yang sembab.
"Saya minta maaf, karena saya.."
"Om, cukup." ucap Riri membuat Bastian menghentikan perkataannya.
"Ini pilihan aku, ini yang aku mau. Om gak salah apa-apa, jadi gak perlu minta maaf."
"Tapi Ri, pasti berat untuk kamu kalau harus terus begini."
"Terus Om mau aku gimana? Om mau kita pisah dan nurutin semua yang Mama aku bilang? Iya?"
"Bukannya kemarin Om yang bilang, gak akan pernah mundur apapun yang terjadi." Riri sudah hampir menangis lagi.
"Riana, dengarkan saya dulu."
"Saya gak bisa ngebiarin kamu keluar rumah begini, saya memang bisa saja membawa kamu ke rumah atau ke apartemen ini, tapi orangtua kamu akan semakin gak suka sama hubungan kita, karena kita belum memiliki status."
"Terus aku harus gimana, Om? Aku gak mau pulang, aku gak mau pisah sama Om." Riri menutup wajah dengan kedua telapak tangannya.
Bastian mendekat ke tempat Riri duduk, ia membawa Riri ke dalam dekapannya. "Sudah saya bilang kan, semuanya gak akan mudah buat kita."
"Saya minta maaf karena membuat kamu ada di situasi ini, tolong jangan menangis lagi." Bastian mengusap rambut panjang Riri dengan lembut.
"Aku bingung Om, aku bingung harus gimana. Kenapa Mama sesukit itu memberikan restu, padahal dia tau Om itu orang baik." Ucap Riri sambil terus terisak.
"Orangtua itu punya pikiran sendiri, Ri. Seperti kamu mau yang terbaik untuk diri kamu sendiri, mereka juga mau yang terbaik untuk anaknya. Mungkin itu bentuk sayang dan peduli mereka pada kamu." Bastian berusaha menenangkan kekasihnya.
"Tapi aku gak bahagia kalau sikap mereka seperti ini, aku gak suka mereka terus larang aku, mereka paksa aku buat nurut, aku ini udah dewasa, Om." Riri bersikukuh dengan pendiriannya.
"Riana, lihat saya." pinta Bastian.
Riri pun langsung mendongak dan menatap kekasihnya,
"Seberapa pun dewasanya kamu, kamu akan tetap seperti seorang anak kecil di mata orangtua kamu." Bastian menghapus air mata Riri yang sejak tadi terus jatuh.
"Tidak ada yang salah dalam hal ini, kita hanya tidak saling memahami satu sama lain."
Riri menatap wajah Bastian lekat-lekat, meski usia pria di hadapannya sama seperti Papanya, namun penampilan mereka jauh berbeda. Bastian nampak jauh lebih muda. Mungkin karena kesendirian dan tak terlalu banyak memikul beban seperti yang Papanya rasakan.
"Menurut Om, aku harus gimana?" Tanya Riri yang merasa sudah jauh lebih tenang.
"Pelan-pelan, kita harus bicara sama orangtua kamu pelan-pelan, terutama dengan Mama kamu. Karena yang saya lihat, dia yang lebih menentang hubungan ini."
"Sebenarnya tadi pagi, saya bertemu dengan Papa kamu." Bastian mulai bercerita.
"Om ketemu Papa?" Mata Riri membulat karena terkejut, pantas saja papanya tadi tak ada saat ia dan Mamanya saling adu pendapat.
Bastian mengangguk,
"Pada intinya, saya harus membuktikan kalau saya tidak main-main, dan saya juga akan memastikan kebahagiaan kamu."
"Jadi Papa restuin kita, Om?"
"Mungkin, hanya saja belum seratus persen, tapi dia berada di pihak kita. Karena Papa kamu mengenal seperti apa diri saya Riana, bahkan dia lebih mengenal saya di banding kamu."