Erina (29th) dipaksa Ayahnya bercerai dari suaminya. Erina dipaksa menikah lagi untuk menebus kesalahan Ayahnya yang terbukti telah menggelapkan uang perusahaan.
Agar terbebas dari hukuman penjara, Erina dipaksa menikah dengan Berry, seorang CEO dari perusahaan ternama tempat Ayahnya bekerja.
"Tolong Nak. Ayah tidak ada pilihan lain. Bercerai lah dengan Arsyad. Ini jalan satu-satunya agar ayahmu ini tidak masuk penjara," Wangsa sangat berharap, Erina menerima keputusannya,
"Tinggalkan suamimu dan menikahlah denganku! Aku akan memberimu keturunan dan kebahagiaan yang tidak kau peroleh dari suamimu." pinta Berry tanpa peduli dengan perasaan Erina saat itu.
Bagaimana Erina menghadapi polemik ini? Bagaimana pula reaksi suami Erina ketika dipaksa bercerai oleh mertuanya sebagai syarat agar Erina bisa menikah lagi?
Yuk baca kisah selengkapnya, seru dan menegangkan! Happy reading!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon FR Nursy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32 Kedatangan Surmi
Kini Alana harus dirawat karena mengalami penyakit demam berdarah. Erina menatapnya dengan nanar. Cinta kasihnya pada anak yang ia angkat sejak bayi itu tidak pernah luntur. Dia bertekad untuk berusaha sekuat tenaga membesarkan dan memberikan pendidikan terbaik buat Alana hingga besar nanti.
"Rin, aku tinggal ya! Aku harus pulang sekarang!" ujar Berry menyentakkan lamunan Erina.
Berry berpamitan kepada Erina karena tadi mendapatkan informasi dari Roni bahwa Razan telah ditemukan namun penculiknya berhasil kabur.
"Iya Tuan. Tuan terima kasih sudah berkenan menjadi ayah Alana walau sesaat," ujar Erina menunduk malu.
Berry tersenyum sambil mendekat lalu membisikkan sesuatu tepat di telinga Erina.
"Ayah selamanya juga boleh."
Wajah Erina memerah, seraya melirik lelaki yang tengah tersenyum simpul. Lalu menunduk tak kuasa untuk berdebat atau protes. Dia terlalu lelah malam ini.
Menjadi ayah untuk beberapa saat saja rona wajah Berry terlihat sangat bahagia, apalagi kalau selamanya. Sungguh suatu kenikmatan yang nyata jika itu terjadi.
"Istirahat lah mumpung Alana masih tidur. Besok aku harap Alana sehat seperti semula agar aku bisa melihatmu tersenyum kembali," ujarnya lembut.
Erina mengangguk kecil, "Terima kasih Tuan atas perhatiannya,"
"Aku pulang ya! Jaga dirimu baik-baik!"
Erina mengangguk lagi. Seraya membiarkan Berry pergi walaupun sebenarnya dia tidak ingin sendirian menjaga Alana, namun dia menyadari Berry bukanlah siapa-siapa. Berry hanya seorang yang singgah tanpa rencana.
Setelah Berry pergi tetiba dia teringat dengan Razan yang sampai sekarang belum ada beritanya. Hatinya mulai gusar memikirkan 2 orang yang menjadi pusat perhatiannya. Alana dan Razan, 2 orang yang kini menjadi prioritas dalam hidupnya.
"Ya Allah lindungilah Razan di mana pun dia berada. Tolong arahkan Razan ke jalan pulang ke rumahnya. Aku mohon Ya Allah. Hanya pada Mu hamba memohon!" bulir bening perlahan menetes tak terbendung lagi.
Erina mengambil ponselnya untuk menghubungi Berry lewat Whatsap.
(Maaf Tuan mengganggu perjalanannya) send
(Tolong kabarkan jika ada informasi mengenai Razan. Sungguh saya masih kepikiran tentang anak itu) send
Berry mengetik,
(Tidak usah memikirkan anak orang. Fokus saja pada kesehatan anakmu sendiri!)
Balasan chat Berry sungguh menohok. Bulir bening kembali menyapa kelopak matanya.Kepeduliannya terhadap anak muridnya justru membuat orang lain tidak mengerti. Seraya meletakkan ponselnya di atas nakas.
Dirinya hanya menjalankan tugasnya sebagai wali kelas yang bertanggung jawab memperhatikan anak didiknya yang bermasalah. Apalagi ketika anak didiknya dikatakan hilang di tempat penculikan. Sungguh hal ini membuat hati Erina tidak menentu.
Erina berusaha keras untuk menenangkan pikirannya. pikirannya bercabang antara memikirkan Alana yang sedang terbaring lemah karena sakit dan Razan yang belum diketemukan kerena diculik orang yang tidak dikenal. Sungguh hal ini mengusik ketenangannya.
Erina merebahkan tubuhnya di sofa yang ada di dalam ruangan tersebut. Tubuh dan pikirannya sangat lelah, sehingga ia pun tertidur pulas.
Keesokan harinya, Alana terbangun dengan memanggil Bunda.
"Nda...Nda..."
Erina yang baru selesai sholat subuh langsung menghampirinya. Matanya berbinar tersenyum melihat anaknya bangun dari tidurnya.
"Iya Sayang. Gimana Alana masih pusing?"
"Masih Bunda. Bun semalam Alana bertemu ayah. Ayah peluk Alana. Kata ayah, Alana harus sembuh dan sehat. Bun, ayah mana? Alana pengen dipeluk ayah lagi," celoteh anak 3 tahun yang merindukan sosok ayah didekatnya.
"Bukankah yang memeluk Alana semalam itu hanya Berry. Tapi yang Alana rasakan justru pelukan seorang ayah?" Gumam Erina membatin.
Erina tercenung membuai anaknya yang terlihat sangat merindukan Arsyad. Belum saatnya Erina menceritakan kalau dirinya dan Arsyad sudah berpisah. Belum saatnya Erina menceritakan bahwa Arsyad bukanlah ayah kandung Alana. Alana masih terlalu kecil untuk mengetahui kenyataan hidupnya yang pahit.
"Bun..."
"Emmm iya Sayang?"
"Ayah kemana lagi? Kok Ayah cepat pergi? Kenapa Ayah pergi ga nunggu Alana bangun sih?" pertanyaan bertubi mengalir begitu saja dari bibir mungilnya.
"Ayah sedang sibuk Sayang. Ayah masih harus cari uang untuk kita," jelas Erina menutupi aib mantan suaminya.
"Ayah kerjanya jauh ya Bun?" tanya Alana ingin tahu.
"Iya Sayang jauh, sangat jauh," Erina memeluk Alana dengan sayang lalu mencium pucuk kepalanya.
Alana menguraikan pelukan Bundanya.
"Nanti kalau Ayah mau pulang, kasih tahu Ayah, Alana minta dibeliin boneka beruang yang besar," pinta Alana sambil merentangkan tangannya.
"Iya Sayang. Nanti Bunda kasih tahu Ayah," ujar Erina merengkuh tubuh mungil itu kembali.
Sudah lama sebenarnya Alana meminta boneka beruang. Namun Arsyad atau pun dirinya belum mampu untuk membelikannya.
Entah kapan Erina bisa mewujudkan impian Alana yang selalu sabar menanti.
Tok!
Tok!
Tok!
Erina menguraikan pelukannya setelah mendengar ketukan pintu dari luar. Seraya melempar senyumannya pada seorang perawat dan dokter yang datang menghampiri brankar tempat Alana terbaring.
Seorang perawat dan dokter tersenyum, "Saya periksa keadaan pasien dulu ya Bu,"
Erina beranjak dari brankar tersebut. Seraya berdiri tidak jauh dari dokter itu berdiri.
Dokter memberi penjelasan secara akurat tentang kondisi Alana yang masih harus dirawat secara intensif.
Erina hanya bisa menelan salivanya dengan susah payah.
"Dokter kalau anak saya dirawat di rumah saja gimana, apa boleh?"
"Sebaiknya jangan dulu ya Bu. Anak ibu harus tetap dirawat di sini,"
"Tapi dok..."
"Ibu tidak usah khawatir masalah biaya. Semuanya gratis buat anak ibu,"
Erina menautkan kedua alisnya tidak mengerti.
"Maksud dokter? Beneran saya tidak mengerti,"
"Semua biaya sudah ditanggung oleh pemilik rumah sakit ini. Jadi Ibu tidak usah khawatir ya!" jelas dokter tersebut langsung berpamitan untuk memeriksa pasien lain.
Erina mengangguk lemah setelah mengucapkan terima kasih. Seraya bergeming mencerna ucapan dokter tersebut.
"Pemilik rumah sakit? Siapa dia? Berry? Ahh rasanya tidak mungkin. Bukankah Berry semalam mengurus administrasinya secara langsung agar Alana secepatnya mendapat tindakan. Kalau Berry pemilik rumah sakit ini, tidak mungkin Berry capek-capek mengurus administrasi segala. Lantas siapa kalau bukan Berry?" monolognya dalam hati.
Tok!
Tok!
Tok!
Seorang wanita berbadan seksi masuk ruangan tersebut dengan membusungkan dadanya. Masih terlihat angkuh.
Erina terhenyak karena memang tidak ada yang memberi tahu keluarganya perihal anaknya masuk rumah sakit.
"Jadi anakmu dirawat di sini?" tanya Surmi tanpa melihat keadaan Alana. Ia hanya melihatnya dari kejauhan. Tanpa disuruh ia duduk di sofa.
"Iya Bu. Mana bapak?" Erina menyambutnya dengan ramah.
Erina tidak ingin memancing keributan di ruangan tersebut.
"Bapakmu yang tak berguna itu hanya ada di rumah saja. Semakin malas saja dia. Gara-gara kamu tidak mengikuti titahnya, Bapakmu itu harus kehilangan pekerjaan. Dia dipecat secara tidak hormat oleh Tuan Berry. Rin, kamu harusnya mikir dong. Agar Bapakmu bisa ngasih nafkah sama anak istrinya jadi kamu harus nurut apa kata bapakmu itu. Apa susahnya sih nikah sama Tuan Berry? Dia itu Sultan, dia bisa mensejahterakan dan membahagiakan kamu seumur hidupmu. Ya...walaupun kamu sebenarnya mandul dia pasti akan terima kamu apa adanya, karena dia itu terlalu bucin sama kamu!" jelas Surmi tanpa mengindahkan perasaan Erina yang mulai terkoyak.
Erina menatap Ibu sambungnya itu dengan tajam. kedua tangannya mengepal. Ingin rasanya dia...
Nahh temui aja.. ntar keburu di dekatin orang lainn
cerdik kau zannn😀