Zhiyuan, menantu keluarga Liu yang dulu dicap tak berguna dan hanya membawa aib, pernah dipenjara tiga tahun atas tuduhan yang tidak pernah ia lakukan. Selama itu, dunia menganggapnya sampah yang layak dilupakan. Namun, ketika ia kembali, yang pulang bukanlah pria lemah yang dulu diinjak-injak. Di balik langkahnya yang tenang tersembunyi kekuatan, rahasia, dan tekad yang mampu mengguncang keluarga Liu—dan seluruh kota.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
32 Kemarahan Zhiyuan
Zhiyuan menggertakkan giginya. Ia menyesal tak meminta Lau Xiaoxiao melacak posisi Liu Yuxin lebih dulu. Kini, semua kendali ada di tangan Tiehshan.
Namun semua itu tidak penting lagi, yang terpenting adalah keselamatan istrinya. Perlahan ia mengeluarkan ponsel, menghubungi sekretarisnya di Vanguard Security.
“Sekretaris Chen, segera transfer semua saham Vanguard ke keluarga Liu.”
Ada suara kaget dari seberang, tapi Zhiyuan memotong dengan nada tak terbantahkan. “Segera lakukan. Jangan banyak tanya.”
Telepon diputus. Beberapa saat kemudian, anak buah Tiehshan mengangguk, mengonfirmasi transfer sudah selesai.
“Bagus! Cepat sekali. Vanguard memang cekatan,” Tiehshan tertawa puas. “Kau ternyata cukup pintar juga. Aku kira kau akan keras kepala dan membuat segalanya berakhir buruk.”
Zhiyuan menatapnya dingin, wajahnya tanpa ekspresi. “Sekarang, lepaskan dia.”
Tiehshan hanya menyeringai. “Tenang saja. Setelah aku pergi dengan selamat, lokasi Liu Yuxin akan kukirimkan padamu.”
Zhiyuan menggertakkan giginya. Namun demi keselamatan istrinya, ia hanya bisa menahan diri dan membiarkan Tiehshan pergi.
Setengah jam berlalu. Teleponnya berdering.
“Dia berada di Gudang Besi Distrik Jumei.”
Tanpa pikir panjang, Zhiyuan segera berlari menuju tempat yang disebutkan. Karena lokasinya yang tidak jauh, jadi tidak perlu waktu lama bagi Zhiyuan untuk sampai ke tempat itu.
Begitu pintu didorong, rumah itu bergetar hebat hingga burung-burung di sekitar beterbangan.
“Yuxin!”
Zhiyuan perlahan melepaskan tali yang basah oleh darah. Ia begitu hati-hati, takut sedikit saja salah gerak bisa membuat Liu Yuxin yang penuh luka itu kehilangan kesadaran.
Dalam video sebelumnya, Liu Yuxin masih terlihat baik-baik saja. Zhiyuan sempat mengira Liu Tiehshan memang kejam, tapi tidak sampai hati menyiksa darah dagingnya sendiri. Tak disangka, pria tua itu benar-benar tega melakukan tindakan biadab seperti itu.
Dengan hati-hati, Zhiyuan meraih tubuh Liu Yuxin dan menyalurkan energi spiritual melalui telapak tangannya. Cahaya lembut menyelimuti luka-luka yang berdarah. Namun, dirinya baru mencapai tahap awal Qi Cultivation.
Kekuatan spiritualnya terbatas. Ia hanya bisa menghentikan pendarahan, tidak sampai benar-benar menyembuhkan lukanya.
Berbeda dengan racun yang sempat menyerang Liu Zhiya, luka fisik jauh lebih rumit. Ia bukan hanya harus mengendalikan aliran energi, tetapi juga mendorong regenerasi jaringan perlahan—sel demi sel.
Itu membutuhkan energi spiritual yang besar, dan Zhiyuan jelas tak punya cukup cadangan saat ini.
Akhirnya, yang bisa ia lakukan hanyalah menahan darah agar tak terus mengalir. Sisanya, ia tak berdaya.
Tatapannya jatuh pada wajah Liu Yuxin yang kini penuh bekas luka. Hatinya remuk.
Bagi seorang wanita, wajah adalah segalanya. Bahkan Zhiyuan tahu, kehilangan kecantikan berarti kehilangan kepercayaan diri. Liu Yuxin dulu adalah sosok cantik yang tiada bandingannya. Bagaimana nanti perasaannya saat ia membuka mata dan mendapati wajahnya telah hancur?
Menghela napas panjang, Zhiyuan akhirnya menggendongnya ke rumah sakit.
...
Beberapa saat kemudian.
Ruang gawat darurat rumah sakit penuh dengan cahaya lampu putih yang menyilaukan, aroma obat menusuk hidung, bercampur dengan langkah kaki perawat yang bergegas.
Zhiyuan berdiri kaku sejenak, menyerahkan istrinya kepada tim medis. Setelah pintu darurat tertutup, hanya sunyi yang tersisa.
Ia kemudian duduk di bangku tunggu. Kedua tangannya menutupi wajah, tapi itu tak cukup untuk menahan getir yang merayapi dadanya.
Tak lama kemudian, suara langkah tergesa terdengar. Liu Zhiya dan Liu Hong muncul, wajah mereka sama-sama tegang.
“Kakak ipar, bagaimana keadaan Kakakku?” Zhiya bertanya dengan suara bergetar.
Zhiyuan hanya menggeleng pelan. “Aku... juga tidak tahu.”
“Tidak tahu?”
Liu Hong langsung maju dan—
Plak!
Sebuah tamparan mendarat tepat di wajahnya.
“Kalau kau benar-benar tidak tahu, gimana mungkin Yuxin jadi seperti ini, hah!?” Suara Liu Hong bergetar penuh amarah, matanya merah menyala.
“Ibu, jangan salahkan Kakak Ipar...” Liu Zhiya buru-buru menahan ibunya. “Ini semua jelas ulah Kakek, bukan salah dia.”
“Kakek memang keras, tapi kalau bukan karena Zhiyuan terus-menerus memprovokasinya, apa Kakek akan memperlakukan Yuxin seperti ini!?” Liu Hong berteriak lagi, hampir memukul Zhiyuan untuk kedua kalinya, tapi Liu Zhiya menahannya dengan susah payah.
Zhiyuan hanya diam, mencoba menahan amarahnya. Ini bukan waktu yang tepat untuk cari ribut.
Lampu ruang operasi mati. Tak lama kemudian dokter keluar dengan wajah letih.
“Siapa keluarga pasien?” tanyanya.
“Aku!” Liu Hong segera maju. “Aku ibunya. Dok, bagaimana kondisi putriku?”
Zhiyuan menahan napas, menatap dokter tanpa beranjak.
“Pasien mengalami gegar otak ringan. Luka-luka lainnya dangkal, sudah kami tangani. Tapi...” dokter berhenti sejenak, wajahnya berat. “Sebagian besar luka sepertinya sengaja disiram dengan cairan kimia. Sekalipun sembuh, bekasnya akan menetap. Hampir seluruh tubuh terluka, dan kondisinya tidak memungkinkan untuk cangkok kulit. Untuk luka yang terlalu dalam, saya belum bisa memastikan...”
“Apa!?”
Liu Hong hampir roboh. Seorang wanita, dengan wajah yang rusak... apa yang menantinya nanti?
Tatapannya langsung beralih tajam ke Zhiyuan. “Kau...! Ini semua salahmu! Kalau bukan karena kau, putriku tidak akan jadi seperti ini! Dasar sampah! Hama! Lebih baik kau mati sekalian!”
Liu Zhiya pun terkejut mendengar diagnosa dokter. Tapi buru-buru menahan ibunya yang meraung dan terus menyalahkan Zhiyuan.
Zhiyuan yang sejak tadi hanya diam akhirnya mendongak. Urat di pelipisnya menegang, matanya merah penuh amarah yang ia tahan terlalu lama.
Tiba-tiba ia bangkit berdiri, tangannya mencengkeram lengan Liu Hong yang ingin menamparnya dengan kuat.
Perempuan itu terkejut, tubuhnya kaku, dan untuk pertama kalinya melihat menantu yang dianggapnya sampah menatapnya dengan tatapan penuh bara.
“Cukup!” suara Zhiyuan bergetar, hampir seperti teriakan yang keluar dari kedalaman dadanya. “Aku tahu aku gagal... Aku tahu aku tidak bisa menjaga Yuxin, dan aku mengakuinya! Tapi kau... kau tidak berhak memperlakukanku seperti ini, seakan-akan aku yang menusuk pisau ke tubuhnya!”
Liu Hong terdiam, mulutnya sedikit terbuka, tapi tak bisa mengeluarkan suara.
“Apa kau tahu apa yang sudah kukorbankan untuk keluarga ini?” Zhiyuan melanjutkan, suaranya pecah di antara amarah dan luka. “Saham perusahaan—semuanya! Semuanya sudah kuserahkan kepada keluarga Liu! Aku membiarkan namaku diinjak, harga diriku dihancurkan, demi kalian!”
Ia menggertakkan giginya, menahan gemetar di tangannya. “Dan sekarang kau menyalahkanku? Kau bahkan tidak tahu separuh dari neraka yang kulalui...! Kalau bukan aku, Yuxin mungkin sudah jadi mayat disana!”