Seharusnya, dengan seorang Kakak Kaisar sebagai pendukung dan empat suami yang melayani, Chunhua menjadi pemenang dalam hidup. Namun, kenyataannya berbanding terbalik.
Tubuh barunya ini telah dirusak oleh racun sejak bertahun-tahun lalu dan telah ditakdirkan mati di bawah pedang salah satu suaminya, An Changyi.
Mati lagi?
Tidak, terima kasih!
Dia sudah pernah mati dua kali dan tidak ingin mati lagi!
Tapi, oh!
Kenapa An Changyi ini memiliki penampilan yang sama dengan orang yang membunuhnya di kehidupan lalu?!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon miaomiao26, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
28. Kartu
Suasana hening, hanya suara desiran angin dari kisi-kisi yang terdengar. Raut Liu Boyan berubah ngeri, namun Chunhua hanya tersenyum singkat, matanya menatap cakrawala yang mulai dilumuri jingga. "Tuan Liu tidak perlu begitu terkejut," ujarnya, seolah itu hanya hal remeh.
"Yang Mulia, saya..."
Chunhua menoleh pada Liu Boyan dengan senyum yang masih tersungging. "Sebagai pejabat dua generasi Kaisar dan kepala rumah tangga besar, Putri ini bisa mengerti," lanjutnya.
"Kalau begitu," katanya, baru saja menyadari sesuatu, "itukah alasan Yang Mulia ingin mendorong Song Shicheng?"
Chunhua tidak menjawab, hanya mengambil kue osmantus. Dia menggigitnya sekali, kemudian mengernyit tidak puas. Kue ini terlalu manis, tidak sebaik yang dibeli Su yin terakhir kali.
Liu Boyan menganggap diamnya sebagai persetujuan. "Lalu, apakah taktik dukungan kosong Yang Mulia memang untuk mengecoh faksi Ibu Suri?" tanyanya, merasa rencana Chunhua tidak sedangkal itu.
"Ada beberapa hal, semakin sedikit orang tahu akan semakin baik," jawab Chunhua datar, matanya menatap ke kejauhan. "Saya hanya berharap, saat waktunya tiba, Tuan Liu akan bekerja sama."
Liu Boyan berdiri, kemudian membungkuk dalam-dalam. "Saya pasti akan berusaha keras."
"Tuan Liu tidak perlu begitu formal," ujarnya lembut, "silahkan duduk."
Liu Boyan menggangguk, kemudian duduk kembali. Dia menyesap teh yang baru saja diganti oleh Su Yin, kemudian melihat riak di dalam cangkir. "Mengenai pihak Li Kang," ujar Liu Boyan mengingat perihal kebocoran rencana mereka.
Meski dia sudah mendapat perintah rahasia Sang Putri mengenai mata-mata dalam faksi, tetapi dia masih tidak menyangka benang itu akan mengarah pada Li Kang—meski tidak secara langsung.
Rasanya, belasan tahun menjadi pejabat benar-benar tidak ada artinya jika masih terjebak oleh perangkap madu.
Chunhua tertawa kecil, di balik cangkir tehnya. "Meski Tuan Li terlalu sentimen tentang hubungan pria dan wanita, tetapi dia masih tahu mana yang lebih penting," ujarnya, "Tuan Liu cukup katakan yang sebenarnya tentang masalah ini. Sisanya, Putri ini akan mengaturnya."
Liu Boyan menundukkan kepala dalam, kedua tangannya mengepal di pangkuan. "Baik, Yang Mulia," ujarnya dengan nada mantap namun penuh hormat. "Saya akan menyampaikan seperti yang diperintahkan."
Setelah itu, percakapan pun mengalir ringan. Kadang tentang mendiang Kaisar yang dulu gemar teh pahit kemudian beralih ke topik acak tentang musim gugur tahun ini atau gosip terkini di antara pejabat.
Liu Boyan, yang semula tegang, mulai tampak rileks.
Tawa ringan Chunhua terdengar samar di sela derai angin yang membawa aroma dedaunan basah dari taman luar. Tirai tipis menari pelan, membuat ruangan terasa damai.
Akan tetapi, di tengah ketenangan itu, terdengar bunyi lembut klik, seolah sesuatu menyentuh bingkai jendela.
Liu Boyan menoleh spontan, tubuhnya menegang.
Sesosok pria berbalut pakaian gelap muncul begitu saja dari luar, gerakannya cepat dan nyaris tanpa suara.
“P—pembunuh!” seru Liu Boyan refleks, separuh berdiri.
Akan tetapi, Chunhua bahkan tidak terlihat terkejut. Dia hanya meletakkan cangkir teh di meja, gerakannya anggun seperti biasa.
"Sudah selesai?" tanyanya santai.
Jing Zimo mengangkat kepala, menatap sebentar pada Liu Boyan yang masih pucat, lalu beralih pada Chunhua. "Beres," jawabnya sembari melepas topeng yang menutupi setengah wajahnya.
Liu Boyan menatap, matanya melebar. Wajah yang muncul di balik topeng itu terlalu familiar, itu adalah selir pria yang diambil Sang Putri dari rumah bordil beberapa tahun lalu.
Ia menoleh bolak-balik, antara pria yang dengan tenang berganti pakaian di sudut ruangan dan Sang Putri yang tampak santai membicarakan hal-hal remeh seolah tidak terjadi apa-apa. Tenggorokannya terasa kering, dia menelan ludah pelan.
Baru kali ini Liu Boyan benar-benar menyadari, Sang Putri telah bersembunyi jauh lebih dalam daripada yang dibayangkan siapa pun.
Akan tetapi, di balik keterkejutan itu, secercah kelegaan justru menyelinap masuk ke hatinya.
Jika Sang Putri bersedia memperlihatkan salah satu kartunya, maka pengunduran dirinya dari perebutan takhta sepertinya... bukan tipu muslihat.
Semangat selalu!👏🙌