NovelToon NovelToon
RAHASIA DI BALIK PENGKHIANATANMU

RAHASIA DI BALIK PENGKHIANATANMU

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam / Berbaikan / Selingkuh / Pelakor / Penyesalan Suami / Pelakor jahat
Popularitas:9.6k
Nilai: 5
Nama Author: Desy Far

Rumah tangga Luna yang sangat hangat secara tiba-tiba hancur tanpa aba-aba. Luna mendapati suaminya, Ares, berkhianat dengan sahabatnya sendiri, Celine. Luka yang sangat menyakitkan itu membuat Luna mencari penyebab suaminya berselingkuh. Namun semakin Luna mencari kebenaran, semakin banyak tanda tanya menghantuinya hingga akhirnya Luna memutuskan mengakhiri pernikahan mereka.
Benarkah Ares sudah tidak lagi mencintai Luna?
Ataukah ada suatu kenyataan yang lebih menyakitkan menunggu untuk terungkap?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Desy Far, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

AWAL BANGKITNYA LUNA

Mobil Ares berhenti di halaman rumah Celine saat hari sudah sore. Ia duduk diam beberapa detik sebelum mematikan mesin. Tangannya menggenggam kuat setir, seolah sedang menahan sesuatu yang ingin meledak dari dalam dada.

Mengetahui Luna dipecat, membuatnya ikut merasakan kesedihan itu. Ia tahu betapa pekerjaan itu berarti bagi Luna, lebih dari sekadar tempat mencari nafkah. Itu adalah kebanggaannya, satu-satunya hal yang membuatnya merasa punya arti setelah semua luka masa lalu. Dan kini, semua itu direnggut hanya karena kesalahan ayahnya di masa lampau.

Pintu rumah terbuka sebelum ia sempat menekan bel. Celine berdiri di sana, tersenyum sinis sambil menyandarkan tubuh di kusen pintu. Wajahnya tenang, tapi matanya memancarkan api.

“Kamu lihat kan, Ares,” katanya dengan nada santai tapi menusuk. “Aku bisa menghancurkan Luna dengan sangat mudah. Bahkan lebih mudah dari menghancurkan kamu.”

Ares menatapnya tanpa ekspresi. Tak ada kejutan di wajahnya, hanya kelelahan yang jelas. Ia melepas jasnya, meletakkannya di kursi, lalu berkata pelan tapi tegas, “Aku sudah tidak takut, Celine. Semua sudah berakhir. Luna tahu semuanya. Tidak ada lagi alasan untuk aku tetap di sini.”

Celine mengangkat alisnya, matanya membulat. “Maksudmu?”

“Besok aku akan mengurus perceraian kita.”

Gelas anggur di tangan Celine bergetar sebelum akhirnya pecah di lantai. Cairan merahnya menyebar seperti darah.

“Apa?” suaranya serak, nyaris tak terdengar. “Kamu pikir kamu bisa melakukan ini padaku? Kamu lupa Ares, bagaimana powerku?”

Ares menatapnya lama, mata mereka bertemu dalam keheningan yang menegangkan.

“Cobalah lakukan apa pun yang kamu mau,” ucap Ares dingin. “Tapi aku percaya Luna lebih kuat dan lebih cerdas dari yang kamu pikir. Menghadapi kamu, baginya bukan hal sulit.”

Senyum Celine perlahan memudar. Wajahnya menegang. “Kamu pikir aku bisa dikalahkan oleh perempuan payah seperti Luna? Wanita yang sukses karena power orang tuanya.”

“Tapi kamu lupa Celine. Luna dari dulu memang cerdas. Dia tidak pernah dikalahkan oleh siapapun dalam hal pendidikan. Dan menghadapi kamu, aku rasa dia hanya mengalah selama ini,” ucap Ares sambil tersenyum sinis pada Celine.

Celine semakin marah mendengar ucapan Ares yang menusuk hatinya. “Berani-beraninya Ares, kamu mengucapkan itu padaku!”

Ares tak menjawab. Ia berbalik, berjalan ke kamar dengan langkah tenang. Suara langkahnya menggema di lantai marmer, sementara Celine berdiri mematung, tubuhnya gemetar menahan amarah.

Tak lama kemudian, suara koper diseret terdengar dari arah kamar. Celine hanya bisa menatap ketika Ares keluar membawa satu koper besar dan tas kecil.

“Mau kemana kamu?”

“Pulang,” jawab Ares tanpa menoleh. “Karena dari awal kita hanya suami istri dimata hukum dan agama saja. Namun untuk cinta, aku memang tidak ada sedikitpun perasaan itu.”

Celine melangkah cepat, berdiri di hadapan pintu, mencoba menghalangi. “Kamu pikir ini selesai begitu saja? Kamu pikir aku tidak akan balas? Kamu pikir aku akan menerima kekalahan ini?”

Ares berhenti sejenak, menatapnya sebentar, lalu berkata datar, “Kalau balasanmu membuatmu bahagia, lakukanlah. Tapi aku tidak akan ikut dalam permainanmu lagi.”

Ia membuka pintu, keluar tanpa menoleh lagi.

Celine menatap punggungnya yang menjauh, dan saat pintu tertutup, tangannya yang gemetar menggenggam kuat sisi meja hingga kuku panjangnya menggesek meja.

“Baiklah, Ares,” bisiknya parau. “Kalau kamu pikir aku akan diam… kamu salah besar.”

***

Ares tiba di rumah lamanya menjelang malam. Rumah yang dulu penuh kenangan bersama Luna, rumah yang kini sepi dan berdebu, tapi tetap terasa lebih hangat daripada semua kemewahan yang ia punya bersama Celine.

Ia meletakkan koper di ruang tamu, lalu duduk di sofa. Pandangannya kosong menatap dinding, namun pikirannya penuh bayangan Luna: senyum lembutnya, suaranya yang selalu menenangkan, dan sorot matanya yang dulu percaya padanya sebelum semua hancur.

“Luna…” bisiknya pelan, suara nyaris patah. “Izinkan aku menebus semuanya?”

Ia menunduk, menutup wajah dengan kedua tangannya. Tidak ada air mata, hanya penyesalan yang dalam.

Ia tahu, Celine tidak akan berhenti di sini. Dan entah kenapa, bagian dirinya yang paling jujur berharap Luna cukup kuat untuk melawan badai yang akan datang.

Yang paling besar adalah rasa bersalah karena ia mengikuti permainan Celine, setelah tahu Luna ternyata kuat menerima kenyataan, timbul penyesalan, mengapa tidak ia biarkan Luna tahu semuanya dan ia melewati semuanya berdua Luna?

Ares yang sangat besar cintanya pada Luna terlalu gegabah dalam hal tersebut.

***

Sementara itu, di tempat lain, Luna masih terjaga. Ia duduk di balkon apartemen, memandangi langit malam yang gelap. Di meja kecil di sampingnya, ada secangkir teh yang sudah dingin.

Hari ini terasa seperti mimpi buruk yang panjang. Ia kehilangan pekerjaan, reputasi, dan rasa percaya banyak orang. Tapi anehnya, di tengah kehancuran itu, hatinya mulai tenang.

Mungkin karena tidak ada lagi yang bisa diambil darinya.

Ia menatap jauh ke bawah, melihat lalu-lalang mobil di jalan raya.

“Kalau ini harga dari semua dosa ayah, aku akan bayar,” katanya pelan. “Tapi aku tidak akan biarkan siapapun menyakitiku lagi.”

Ponselnya bergetar. Pesan masuk dari nomor tak dikenal.

‘Nikmati malam terakhirmu, Luna. Besok akan lebih menarik.’

Ia tahu pengirimnya adalah Celine.

Luna menatap pesan itu sebentar, lalu menghapusnya tanpa balasan.

“Silakan,” gumamnya. “Aku sudah siap.”

***

Pagi berikutnya, Celine muncul di depan apartemen Luna dengan mobil mewah dan segerombolan wartawan yang sudah menunggu. Rambutnya ditata sempurna, senyumnya menipu, dan langkahnya mantap seperti seseorang yang tahu seluruh perhatian akan tertuju padanya.

Wartawan mulai menyoraki ketika melihat Luna keluar dari lift. Blitz kamera berkelip-kelip, suara pertanyaan bertubi-tubi memenuhi udara.

“Benarkah Anda diterima di bank karena sogokan ayah Anda?”

“Apakah Anda tahu ayah Anda adalah koruptor besar?”

“Bagaimana rasanya dipecat karena aib keluarga sendiri?”

Luna berhenti di depan pintu, menatap kerumunan itu tenang. Celine berdiri di tengah-tengah mereka, menyilangkan tangan dengan senyum puas.

“Kasihan ya,” ucap Celine dengan nada tinggi yang dibuat-buat. “Sudah malu karena aib keluarga, masih berani tampil di depan umum. Luar biasa percaya diri.”

Suasana riuh. Kamera mengarah ke wajah Luna, menunggu reaksi.

Namun yang keluar dari bibir Luna bukan amarah, melainkan ketenangan yang mematikan. Luna justru menjawab semua pertanyaan wartawan dengan tenang.

“Aku tahu masa laluku dan keluargaku tidak sempurna,” katanya pelan tapi jelas. “Tapi masa lalu yang buruk bisa ditebus, tidak dengan menghancurkan orang lain, tapi dengan memperbaiki diri.”

Ia menatap langsung ke arah Celine.

“Dan kamu tahu, Celine,” lanjutnya, “menyerang kelemahan orang lain itu mudah. Tapi bersaing dengan kelebihan seseorang, itu yang tidak pernah bisa kamu lakukan.”

Suara gumaman terdengar dari para wartawan. Beberapa bahkan tersenyum kecil.

Celine tampak kaku sesaat, tapi cepat menutupinya dengan tawa sinis.

“Oh jadi sekarang kamu merasa lebih baik dariku?”

“Tidak,” jawab Luna. “Aku hanya menyadari, selama ini kamu adalah sahabatku. Itu sebabnya kamu tahu semua kelemahanku. Tapi karena itulah juga aku tahu, tidak ada satu pun prestasimu yang bisa mengalahkanku.”

Celine menegang. Napasnya memburu, wajahnya merah padam.

“Dasar!”

Ia melangkah cepat dan mengangkat tangannya hendak menampar Luna. Tapi sebelum tangan itu sampai, Luna menahan pergelangan tangannya dan menatapnya tajam.

“Cukup, Celine!”

Dengan satu hentakan kecil, Luna melepaskan tangannya dan mendorong balik. Tubuh Celine kehilangan keseimbangan dan jatuh ke lantai di depan semua kamera.

Klik! Blitz kamera berkedip-kedip liar.

Celine tertegun di lantai, rambutnya berantakan, wajahnya penuh amarah. Wartawan berebut mengambil gambar. Sementara Luna berdiri tegak, matanya tajam tapi tak bergetar sedikit pun.

“Jangan pernah uji kesabaranku lagi,” katanya sebelum berbalik masuk ke dalam apartemen.

Kejadian di depan apartemen itu menjadi berita besar hanya dalam hitungan jam.

Potongan video yang menunjukkan Luna menahan tamparan Celine dan mendorongnya hingga terjatuh beredar di seluruh media sosial.

Tagar #LunaBerani dan #CelineTersungkur memuncaki trending topic.

Sebagian netizen memuji keberanian Luna, menyebutnya “wanita elegan yang tidak tunduk pada penghinaan.”

Namun sebagian lagi tetap mencaci, menuduhnya pencitraan setelah kasus sogokan ayahnya terungkap.

Dunia maya kini terbagi dua kubu. #TimLuna dan #TimCeline.

Sementara itu, Luna memilih diam.

Ia tidak lagi takut pada Celine. Tidak juga pada masa lalu ayahnya.

Ia sudah melewati titik di mana rasa malu bisa menjatuhkannya.

Yang tersisa kini hanya keyakinan bahwa ia harus bertahan, karena kalau ia runtuh, Celine akan menang sepenuhnya.

***

Di sisi lain kota, Celine berdiri di depan cermin kamar dengan wajah muram.

Matanya sembab karena kurang tidur, rambutnya kusut meski berjam-jam dibenahi.

Sejak kejadian pagi itu, ia tak bisa tenang.

Setiap kali membuka ponsel, komentar pedas netizen menusuk seperti belati.

“Karma untuk Celine.”

“Senyumnya hilang, seperti hidupnya juga.”

“Kalau cuma bisa hina orang lain, pantas jatuh di depan kamera.”

Ia melempar ponselnya ke kasur, menarik napas keras-keras.

“Dia pikir sudah menang?” gumamnya. “Tidak semudah itu, Luna. Kamu belum tahu siapa aku.”

Ia berjalan mondar-mandir, memikirkan cara untuk balas. Tapi di tengah kekacauan pikirannya, tiba-tiba ia merasakan sesuatu yang aneh.

Ia membuka tas tangannya, mengaduk isinya dengan panik. lipstik, parfum, tisu, dompet, tapi tidak ada yang ia cari.

Sebuah amplop kecil berisi foto lama. Foto itu satu-satunya bukti yang ia simpan selama ini: foto almarhum ayah Luna sedang melakukan transaksi gelap dengan pejabat lain, bukti korupsi yang dulu ditemukan oleh pengurus panti tempat ia dibesarkan.

“Di mana foto itu?” suaranya mulai panik.

Ia mengingat sesuatu.

Tadi pagi, saat terjatuh di depan apartemen Luna, tasnya sempat terbuka. Barang-barang berhamburan ke lantai.

“Jangan-jangan…”

Ia menegakkan tubuh, matanya membulat.

“Tidak mungkin… Luna tidak mungkin…”

Namun hatinya mulai gelisah.

Ia segera mengambil ponsel, mencari nomor seseorang. Tapi sebelum sempat menekan panggilan, layar ponselnya menyala.

Sebuah panggilan video masuk.

Nama yang muncul di layar membuat napasnya tercekat.

Luna.

Wajah Luna muncul di layar, tenang, bahkan tersenyum. Tapi senyum itu bukan senyum ramah. Itu senyum seseorang yang baru saja membalik keadaan.

“Halo, Celine.”

Suara Luna lembut, tapi penuh tekanan. “Sedang mencari ini?”

Ia mengangkat sesuatu ke arah kamera.

Celine membeku.

Itu foto yang sama, foto transaksi korupsi ayah Luna yang selama ini ia simpan.

“Bagaimana kamu bisa dapat itu?!” bentak Celine.

Luna tertawa kecil, tawa pendek yang penuh kemenangan.

“Kamu menjatuhkan ini tadi pagi. Untung aku cepat menemukan sebelum wartawan melihatnya. Bayangkan kalau mereka tahu, Celine, kamu menyimpan foto ini untuk menjatuhkan seseorang? Bukan cuma aku yang hancur, kamu juga.”

Celine mengepalkan tangan, tubuhnya gemetar menahan amarah.

“Berani kamu ancam aku?”

“Tidak,” jawab Luna santai. “Aku hanya menunjukkan betapa mudahnya menghadapi kamu. Kadang musuh paling berbahaya bukan yang kuat… tapi yang terlalu percaya diri.”

Celine berdiri, wajahnya memerah. “Kembalikan foto itu!”

“Tenang saja,” ujar Luna pelan, suaranya tajam seperti pisau. “Foto ini aman ditanganku. Aku tidak sekejam kamu. Tapi ingat satu hal, Celine, setiap kali kamu menyerangku, aku akan balas dengan cara yang lebih elegan.”

Ia mendekatkan wajahnya ke kamera, senyumnya sinis tapi dingin.

“Sepertinya menghadapi kamu semudah ini.”

Sebelum Celine sempat menjawab, panggilan itu terputus.

Layar menjadi gelap.

Celine menatap ponselnya dengan napas memburu.

Kepalanya terasa panas, dadanya sesak. Ia menjerit keras, lalu menyambar gelas di meja dan melemparkannya ke dinding.

Gelas itu pecah, suara dentingannya menggema di seluruh ruangan.

Satu per satu benda di sekitarnya dilempar tanpa arah. Bingkai foto, vas bunga, bahkan bantal sofa.

Tangisnya pecah di antara teriakan marah.

“Dia pikir dia bisa menang dariku?! Dia pikir semua ini sudah selesai?!”

Ia berteriak sambil memukul meja.

Namun setelah semua benda hancur berserakan, ia terduduk di lantai, tubuhnya gemetar. Air mata mengalir tanpa bisa ditahan.

“Aku cuma mau keadilan,” gumamnya parau. “Aku cuma mau dia merasakan apa yang aku rasakan dulu…”

Namun yang kini ia rasakan hanyalah kehampaan.

Luna tidak kalah. Tidak juga tunduk. Dan untuk pertama kalinya, Celine merasa ia mulai kehilangan kendali atas permainan yang ia buat sendiri.

***

Malam itu, Luna duduk di balkon, menatap langit kota yang berkilau.

Ia memegang foto yang sama, menatap wajah ayahnya dalam gambar itu.

“Kenapa harus seperti ini, Ayah…” bisiknya pelan.

Angin malam berhembus, membawa dingin yang menembus kulit.

Luna menutup matanya, menahan air mata yang hampir jatuh.

1
Sunaryati
Biarkan Luna sesuai keinginannya demi menjunjung martabatnya, agar tidak dipandang sebelah mata oleh orang lain
Sunaryati
Luna kau wanita tangguh semoga sakit hatimu segera sembuh dan hidup damai
Sunaryati
Belum sadar juga kamu, Celline
Sunaryati
Kehancuran kamu karena ulahmu sendiri Crline
cinta semu
awal baca ,dah bikin penasaran ...
cinta semu
sebenarnya yg jahat itu Ares ...Noval ,Nuri & Luna sibuk jadi detektif gadungan ...sudah banyak sinyal ...tapi mereka masih aja penasaran ...suruh Ares bicara jujur ...kalo bikin terluka mending luka sekalian daripada sok pahlawan melindungi tanpa sadar rahasia itu membunuh Luna secara pelan-pelan...
Desy Far: Iya yaa. Mending dari awal kasi tau aja gak sih rahasianya 🤭 apa kita buat ares menyesal seumur hidup ya. 😅
total 1 replies
Shusand MaiTtimu
Thor kok cerita suda sejauh ini Masi aja pemeran utama nya tersiksa,,,
aku baru Nemu cerita yg sudah eps sejauh ini pemeran utama nya masih saja tersiksa
Desy Far: Hallo kak. Maafkan aku ya kalau kamu sejauh ini masih belum harus merasakan sakit hati karena pemeran utama masih tersiksa. Sesuai judul disini menguak rahasia. Tapi kamu tenang aja. Sebentar lagi Celine akan mendapat ganjarannya kok. Semoga kamu tetap setia membaca ya 😍
total 1 replies
Ma Em
Thor ceritanya kok terlalu sadis yg selalu memenangkan Celine tdk henti2 dan Luna selalu tertindas tdk henti2 ga ada jeda masa Ares seorang suami mau melindungi Luna malah caranya yg salah masa lelaki tdk bisa melawan seorang perempuan aneh saja bisa diancam dan ditekan tdk bisa melawan jadi aneh Thor 🙏🙏
Desy Far: Nanti akan ada balasannya kok🤭
total 1 replies
LinJibongs
Thor, jangan biarin kami kelaparan. Update secepatnya 🥺
Desy Far: Kak. Sudah diupload ya bab selanjutnya. Selamat membaca 🫶🏻
total 1 replies
Gbi Clavijo🌙
Thor, jangan bikin pembaca gatal gatel nunggu update ya!
Desy Far: Tenang aja kak. Aku bakal ajak kakak greget sama kisah Luna ini 🤭
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!