 
                            Hidup tak berkecukupan, memaksakan Alana mengubur impiannya untuk berkuliah. Dia akhirnya ikut bekerja dengan sang ibu, menjadi asisten rumah tangga di sebuah rumah cukup mewah dekat dari rumahnya. Namun masalah bertubi-tubi datang dan mengancam kehidupan dirinya dan sang ibu. Dengan terpaksa dirinya menerima tawaran yang mengubah kehidupannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fitri Widia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keserakahan
Alana hamil, setelah dia sadar tak kunjunga mendapat datang bulan. Walau ini bukan aib karena statusnya dan Aravind sudah menikah, namun dirinya yang kini tinggal sendirian di kota lain merasa takut mendapat cemoohan dari orang-orang sekitar.
"Bagaimana ini? Apa aku akan kuat selama bekerja?" Keluh Alana yang sebenarnya sudah merasakan kendala sebelumnya. Walau dia memiliki tabungan cukup banyak dari uang yang dia ambil dari Ira dan juga uang pemberian Aravind selama mereka tinggal bersama. Namun dia harus tetap bekerja agar tabungannya tak habis.
"Padahal aku sudah minum pil kontrasepsi, tapi masih saja... "
Dirinya terus mengeluh, tak bisa menerima buah dari perbuatan Aravind yang dilakukan padanya.
"Aku menyesal, aku menyesal telah menyetujui semuanya. Sekarang hidupku hancur, apa yang harus kulakukan dalam kesendirian ini. Ayah, ibu, jemput aku saja," ucapnya sambil menangis dan meraung, meratapi nasib sial yang harus dia alami.
Di tempat lain, Aravind yang telah pulih mulai masuk kantor. Pria itu kembali bergelut dengan laptop dan juga dokumen di hadapannya. Namun, pikirannya masih tertuju pada gadis yang hampir menghilangkan nyawanya.
"Alana, aku yakin kita pasti akan bertemu lagi. Entah itu kita hanya berdua ataupun aku akan melihat diriku yang kecil sedang dalam rahimmu, aku tak sabar membayangkannya," ucapnya sambil tersenyum sinis lalu kembali bergelut dengan pekerjaannya.
"Huek, huek," tiba-tiba rasa mual menyerangnya, di sertai pusing yang dia pikir akibat dari hantaman benda yang di lempar Alana seminggu lalu. Namun, rasanya kali ini berbeda. Mencium bau parfumnya sendiri saja Aravind sudah merasakan mual.
"Tuan, dokter Gian ingin menemui anda," ucap pegawainya yang di balas anggukan oleh Aravind.
"Hai bro, bagaimana kabarmu? Aku dengar kemarin kau kecelakaan," sapa Gian yang baru berjumpa kembali dengan sahabatnya.
"Aku menunggumu beberapa waktu lalu, tapi kau tak juga memberikan hasilnya. Huek," jawab Aravind disertai rasa mual yang terus menyerangnya.
"Vind, kenapa nih? Kamu masuk angin?"
"Ga, aku ga kuat cium aroma minyak wangimu," jawab Aravind sambil memijat keningnya.
"Kau seperti ibu hamil Vind, apa jangan-jangan Alana sedang hamil dan kau yang mengalami morning sickness?" Goda Gian yang tahu jika sahabatnya sangat ingin segera memiliki anak.
Aravind terdiam, entah respon apa yang akan Gian berikan jika tahu gadis itu telah kabur darinya. Padahal dirinya sudah memasang CCTV dan juga orang yang menjaga rumah itu. Pikirannya tertuju pada Jeselyn, orang yang di rumah saat kejadian itu terjadi.
"Kau sudah mengecek dokumen yang kuberikan?" Tanya Aravind yang mengingat dokumen yang sedikit terkoyak itu.
"Ya, aku ke mari untuk menyampaikan hal itu. Tapi, kau harus bersiap mendengarnya," jawab Gian dengan serius.
Aravind hanya tersenyum dan mengangguk pelan. Gian pun menjelaskan isi dari dokumen yang di berikan sahabatnya itu.
"Jeselyn, dia mendapat tindak operasi pengangkatan rahim karena menggugurkan janin dengan obat yang sangat keras. Rahimnya yang sudah rusak terpaksa di angkat agar organ yang lain tidak terkena pengaruh obat tersebut," jelas Gian sontak membuat Aravind terkejut. Kini dia mengerti alasan Jeselyn yang selalu ingin menunda kehamilan, karena itu tak akan mungkin terjadi.
"Melihat dari tahun dokumen itu dibuat, istrimu saat itu masih berumur 15 tahun. Sekitar kelas IX. Aku juga tak menyangka jika Jeselyn kecil cukup liar juga."
Aravind tak bisa merespon apapun, selain memikirkan Alana kini dia harus menghadapi kenyataan jika Jeselyn ternyata wanita yang selalu menggunakan topengnya. Branding wanita mahal seketika hancur setelah fakta yang terungkap di pernikahannya yang sudah berusia 3 tahun.
•••
Alana sudah bersiap dengan seragam kerjanya, kini gadis itu memilih menutup rambutnya dengan jilbab. Baginya tak ingin lagi dia terlihat menarik di hadapan orang-orang apalagi lawan jenis.
Gadis itu berjalan sembari menahan rasa mual dan juga bau yang menyengat di sekitarnya. Indra penciumannya yang semakin tajam saat hamil, membuatnya kesulitan menahan rasa mualnya.
"Aku harus kuat, aku tak boleh menyerah."
Dirinya yang sempat ingin menyerah, tersadarkan jika masih banyak alasan untuk hidup. Anak yang kini Tuhan titipkan dalam rahimnya, bisa saja menjadi anugerah dalam hidupnya. Janin yang tak bersalah itu, akan di pertahankan oleh Alana walau nantinya akan menjadi perbincangan orang-orang.
Tangannya kini sudah cekatan memegang pisau dan mencacah sayuran. Tempat kerjanya sekarang adalah catering makan yang cukup besar dan juga menjadi langganan beberapa perusahaan untuk makan siang di sana.
"Alana, bisa bantu ibu memotong daging ayam. Buat seperti dadu," ucap Bu Kinan, leader yang ada di sana.
Alana menurut, dan mulai memotong daging ayam dengan tangannya yang lumayan cepat. Kinan memperhatikan gadis itu dengan seksama, wajahnya yang tanpa make up dan berkeringat tetap begitu cantik.
"Kau sangat cantik Alana, apa kau masih sendiri?" Tanya Bu Kinan tiba-tiba.
"Ah, aku, aku sudah pernah menikah. Tapi, kami berpisah," ucap Alana yang jujur namun juga tak terlalu cerita secara glambang.
"Hmm, ibu turut prihatin. Jaman sekarang memang banyak pria yang kurang bersyukur. Tapi, apa kamu masih berharap untuk memiliki pasangan lagi?" Cecar Kinan seperti seorang makelar jodoh.
Alana menggeleng, tak ada lagi harapan baginya untuk merajut jalinan asmara. Apalagi setelah dirinya tahu jika buah cintanya dengan Aravind tumbuh di rahimnya.
"Aku baru berpisah sekitar 2 minggu yang lalu."
Kinan mengangguk, lalu mengambil bahan makanan yang sudah siap untuk di olah menjadi makan siang.
Alana menikmati pekerjaannya, terutama keramahan orang-orang di tempat kerjanya. Seperti keluarga baru yang mengingatkannya pada salon tempat kerjanya dulu.
"Revan, bagaimana kabarmu?" Gumamnya yang teringat pada pria yang masih ada di hatinya.
Revan sedang berbincang dengan Sita, membicarakan beberapa kejadian yang terjadi di salon. Keluarnya Wulan dari salon membuat tempat itu kini kekurangan pegawai.
"Tempelkan saja lagi pamflet di depan, aku berharap salon kita tidak kewalahan karena kekurangan pegawai."
"Selamat siang," sapa seorang pria yang membuat Revan dan Sita menoleh ke arahnya.
"Avind... " gumam Sita yang tak percaya akan bertemu lagi dengan sahabat semasa kuliah.
"Sita, kebetulan sekali kita bertemu lagi di sini," ucap Aravind nampak kikuk saat melihat sahabatnya. Wanita yang telah dia tolak dulu saat Sita mengakui perasaannya.
"Aku juga tak menyangka kita akan bertemu lagi. Oh kau mau potong rambut atau keramas?"
"Ya, aku mau potong rambut saja," jawab Aravind yang awalnya hanya berniat menanyakan Alana.
Ketiga sahabat itu berbincang, menceritakan masa-masa kuliah. Aravind yang ingin sekali menanyakan kabar Alana, sedikit ragu. Dia takut jika kedua temannya berpikiran macam-macam padanya, apalagi status Aravind yang sudah menikah.
"Aku juga tidak tahu kalau kau sudah menikah, Vind. Semoga pernikahanmu langgeng," doa dari Sita yang pernah menyukai Aravind secara sepihak.
Aravind memandang Sita, dan berharap jika wanita di hadapannya masih memiliki perasaan padanya. Setidaknya, ada wanita selain Alana yang bisa dia jadikan ibu untuk anaknya.
 
                     
                     
                    