Sebelas tahun lalu, seorang gadis kecil bernama Anya menyelamatkan remaja laki-laki dari kejaran penculik. Sebelum berpisah, remaja itu memberinya kalung berbentuk bintang dan janji akan bertemu lagi.
Kini, Anya tumbuh menjadi gadis cantik, ceria, dan blak-blakan yang mengelola toko roti warisan orang tuanya. Rotinya laris, pelanggannya setia, dan hidupnya sederhana tapi penuh tawa.
Sementara itu, Adrian Aurelius, CEO dingin dan misterius, telah menghabiskan bertahun-tahun mencari gadis penolongnya. Ketika akhirnya menemukan petunjuk, ia memilih menyamar menjadi pegawai toko roti itu untuk mengetahui ketulusan Anya.
Namun, bekerja di bawah gadis yang cerewet, penuh kejutan, dan selalu membuatnya kewalahan, membuat misi Adrian jadi penuh keseruan… dan perlahan, kenangan masa lalu mulai kembali.
Apakah Anya akan menyadari bahwa “pegawai barunya” adalah remaja yang pernah ia selamatkan?
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon inda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 23
Beberapa minggu setelah badai fitnah soal kafe Sweet Anya, situasi perlahan mereda. Bukti-bukti yang ditunjukkan Anya di depan media membuat tuduhan itu patah telak. Bahkan banyak yang menilai keberaniannya lebih kuat daripada pengacara perusahaan besar.
Namun, keberanian itu sekaligus membuatnya semakin diperhatikan. Tidak hanya oleh masyarakat, tapi juga oleh lawan-lawan Adrian di dunia bisnis. Mereka mulai menyadari, Anya bukan sekadar istri “pelengkap”. Ia bisa jadi perisai, bahkan pedang yang tajam bagi keluarganya.
Suatu pagi, Anya duduk di ruang makan vila sambil menyeruput teh hangat. Pagi itu terasa damai, burung-burung berkicau di taman. Adrian datang dari lantai atas dengan jas sudah rapi, siap menuju kantor.
Namun sebelum ia sempat berpamitan, pelayan datang membawa sebuah amplop bersegel emas.
“Bu, ini undangan khusus. Diantar langsung oleh kurir pribadi.”
Anya mengernyit, membuka segel itu. Isinya adalah undangan gala dinner eksklusif dari Asosiasi Pengusaha Asia Tenggara. Yang lebih mengejutkan, nama yang tercantum bukan hanya Adrian Aurelius, tapi juga Anya Bramasta.
“Mas…” suara Anya bergetar. “Mereka mengundangku juga. Aku… aku bukan pengusaha besar.”
Adrian tersenyum kecil, menyentuh tangannya. “Kau lupa? Dunia sudah melihat keberanianmu. Mereka ingin mendengar suaramu lagi. Ini kesempatan lain, Sayang.”
Anya menunduk, ada keraguan sekaligus semangat di matanya. Ia tahu undangan itu bukan hanya sebuah kehormatan, tapi juga ujian.
Malam menjelang acara, Mommy Amara datang ke kamar Anya.
"Anya, dengar. Acara ini berbeda dari konferensi pers. Kau akan dikelilingi pengusaha-pengusaha kawakan. Mereka akan menilaimu dari cara dudukmu, cara bicaramu, bahkan cara kau tersenyum. Jangan biarkan mereka melihat keraguan.”
Anya menarik napas panjang. “Aku takut, Mom.”
Mommy Amara meraih bahunya. “Takut itu wajar. Tapi ingat, kau sudah melewati badai yang lebih besar. Kalau dulu kau bisa berdiri di depan media, apa bedanya dengan mereka? Mereka hanya manusia.”
Perkataan itu menyalakan kembali keyakinan Anya. Ia sadar, Mom benar.
Malam itu, ballroom hotel bintang lima di Jakarta penuh dengan lampu kristal yang berkilauan. Para pengusaha, politisi, bahkan selebritas hadir.
Adrian masuk menggandeng Anya. Gaun biru tua yang dikenakan Anya membuatnya terlihat anggun, tidak berlebihan tapi berwibawa. Bisik-bisik langsung terdengar.
“Itu dia, istri Adrian.”
“Katanya dia yang berhasil membungkam gosip kafe itu.”
“Tidak kusangka, penampilannya bisa segagah ini.”
Anya mendengar, tapi ia melangkah mantap.
Tak lama, seorang wanita elegan mendekat. Ia adalah Dewi Santoso, salah satu pengusaha properti terbesar di Asia Tenggara.
“Anya, akhirnya kita bertemu. Saya kagum pada keberanian Anda. Banyak istri pengusaha hanya tahu pesta dan berlian, tapi Anda berbeda. Apa rahasianya?”
Pertanyaan itu mengejutkan banyak tamu. Semua menunggu jawaban Anya.
Dengan senyum tenang, Anya menjawab, “Saya tidak punya rahasia. Saya hanya percaya, keberanian seorang wanita lahir dari luka dan perjuangan. Saya pernah diremehkan, pernah dianggap tidak pantas. Tapi saya tidak berhenti berdiri. Mungkin itu yang membuat saya terlihat berbeda.”
Dewi tersenyum puas. “Jawaban yang indah. Dunia butuh lebih banyak wanita sepertimu.”
Bisikan di sekitar berubah. Banyak yang mulai memandang Anya dengan hormat.
Namun, kemenangan kecil itu ternyata memicu serangan berikutnya.
Beberapa hari setelah gala dinner, media gosip kembali meledak. Kali ini, mereka menyeret masa lalu Anya lebih jauh. Sebuah foto lama beredar: Anya kecil sedang bekerja di pasar, membantu ibunya menjual roti dengan pakaian lusuh.
Judul berita: “Dari Pasar Kumuh Jadi Nyonya Aurelius: Kisah Cinderela atau Ambisi?”
Anya membacanya dengan dada sesak. Kenangan masa kecil yang sederhana dan penuh perjuangan kini dijadikan bahan olok-olok.
Adrian meraih ponselnya, marah. “Aku akan menuntut media ini! Mereka keterlaluan!”
Namun Anya menahan tangannya. “Mas… jangan. Kalau kita melawan dengan marah, mereka menang. Biarkan aku jawab dengan caraku.”
Hari berikutnya, Anya memposting foto masa kecilnya itu di akun media sosial resminya, tanpa sensor.
Captionnya:
“Ya, itu aku. Anak kecil yang dulu menjual roti di pasar bersama ibuku. Aku tidak malu. Justru dari pasar itulah aku belajar kerja keras, belajar arti ketulusan. Tanpa masa lalu ini, aku tidak akan jadi Anya hari ini.”
Postingan itu langsung viral. Ribuan komentar mengalir. Banyak yang menulis, “Kak Anya inspirasi kami!” dan “Aku juga anak pasar, dan aku bangga!”
Media yang awalnya ingin menjatuhkan, justru kalah oleh kejujuran Anya.
Adrian memeluknya malam itu. “Sayang, kau luar biasa. Kau mengubah kelemahan jadi kekuatan.”
Anya tersenyum, menatap suaminya. “Aku hanya tidak mau lagi bersembunyi, Mas. Masa laluku bukan aib. Itu fondasi.”
Namun, di balik keberhasilan itu, ada pihak lain yang semakin geram. Dimas Pratama, salah satu pesaing terkuat Adrian dalam dunia properti, merasa posisinya terancam. Ia sadar, Anya kini bukan hanya istri biasa, tapi simbol yang menguatkan Aurelius Group di mata publik.
"Wanita itu harus dihentikan,” gumam Dimas pada asistennya. “Kalau dia terus bersinar, publik akan makin memihak Adrian. Cari celah. Serang dia, bukan suaminya.”
Ancaman baru mulai mengintai.
Beberapa minggu kemudian, Anya mendapat undangan untuk menjadi pembicara di sebuah universitas ternama di Jakarta. Tema seminar: Kepemimpinan Perempuan dan Keberanian Menghadapi Stigma.Awalnya Anya ragu. “Aku bukan akademisi, Mas. Apa pantas bicara di universitas?”
Adrian menggenggam tangannya. “Anya, kau punya pengalaman yang lebih berharga daripada teori. Mahasiswa butuh mendengar cerita nyata.”
Anya pun setuju.
Hari itu, aula universitas penuh oleh mahasiswa. Saat Anya naik ke podium, sorak-sorai menggema. Banyak mahasiswa yang selama ini mengikuti kisahnya di media ingin mendengar langsung.
“Teman-teman,” Anya memulai, “aku tidak lahir dari keluarga kaya. Aku tumbuh dari pasar kecil, dari kafe sederhana. Tapi aku belajar bahwa asal-usul bukanlah penjara. Asal-usul adalah bahan bakar. Jika kalian pernah diremehkan, jangan biarkan itu menghentikan langkah. Gunakan sebagai alasan untuk maju.”
Mahasiswa berdiri, bertepuk tangan keras.
Namun, di sudut aula, seorang pria misterius diam-diam merekam, lalu mengirimkan video itu pada Dimas Pratama. “Target semakin populer. Apa langkah selanjutnya, Pak?”
Dimas tersenyum sinis. “Kita lihat seberapa kuat dia ketika yang paling ia cintai dipertaruhkan.”
Beberapa hari kemudian, sebuah rumor kejam tersebar: “Anya Diduga Menyembunyikan Hubungan dengan Mantan Pacar Lama.”
Foto lama Anya dengan seorang pria yang pernah menjadi temannya saat SMA tersebar. Media menulis seakan-akan itu hubungan yang masih berlangsung.
Anya kaget, air matanya jatuh. “Mas… itu hanya teman SMA. Kenapa mereka memelintirnya?”
Adrian meraih bahunya, menatap mata istrinya. “Sayang, aku percaya padamu. Biarkan mereka berkata apa pun. Aku tahu siapa kau sebenarnya.”
Namun kali ini, Anya tidak ingin hanya diam. Ia mengadakan wawancara eksklusif.
“Foto itu benar,” katanya di hadapan wartawan. “Dia teman lamaku. Tapi tidak lebih. Jangan mengaburkan fakta dengan gosip murahan. Aku istri Adrian, dan hanya Adrian yang kucintai.”
Jawaban tegas itu mematahkan gosip dengan cepat.
Bersambung…
lgian,ngpn msti tkut sm tu nnek shir....
kcuali kl ada rhsia d antara klian....🤔🤔🤔