Ratu Ani Saraswani yang dihidupkan kembali dari kematian telah menjadi "manusia abadi" dan dianugerahi gelar Ratu Sejagad Bintang oleh guru ayahnya.
Aninda Serunai, mantan Ratu Kerajaan Siluman yang dilenyapkan kesaktiannya oleh Prabu Dira yang merupakan kakaknya sendiri, kini menyandang gelar Ratu Abadi setelah Pendekar Tanpa Nyawa mengangkatnya menjadi murid.
Baik Ratu Sejagad Bintang dan Ratu Abadi memendam dendam kesumat terhadap Prabu Dira. Namun, sasaran pertama dari dendam mereka adalah Ratu Yuo Kai yang menguasai tahta Kerajaan Pasir Langit. Ratu Yuo Kai adalah istri pertama Prabu Dira.
Apa yang akan terjadi jika ketiga ratu sakti itu bertemu? Jawabannya hanya ada di novel Sanggana ke-9 ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rudi Hendrik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27. Pesan Dari Permaisuri
Drap drap drap…!
Seekor kuda yang berlari kencang memasuki area tanah berpasir pantai karena memang dia tiba di area pantai.
Penunggang kuda adalah seorang pemuda yang nyaris buto. Nyaris karena dia masih memakai celana pendek ketat. Sepertinya dia sengaja bermaksud memamerkan badan kekarnya yang berotot. Itu karena dia kurang yakin jika hanya memamerkan wajahnya yang berhidung pesek tapi masih berlubang dua.
Pemuda berkuda itu membawa busur yang senarnya menyilang di dada. Ada sekelompok anak panah berekor warna abu-abu di tabung yang tersemat di punggung.
Kedatangannya segera memancing dua orang lelaki menghadang di depan sana. Kedua lelaki itu berperawakan pendekar.
Karena ada yang menghadang, pemuda berkuda itu segera menarik tali kendali kudanya agar hewan berkaki empat itu memelankan larinya.
Kuda itu dihentikan dua tombak dari kedua pendekar yang menghadang. Si penunggang segera turun dari kuda dan turun berlutut satu kaki di tanah pasir. Dia menjura hormat.
“Hormatku, Gusti Pendekar. Hamba Gampang Anget, prajurit Pasukan Buaya Samudera, membawa pesan dari Gusti Permaisuri Mata Hijau!” ujar si penunggang kuda yang membuat salah satu dari pendekar yang menghadang terbeliak.
“Jangan mengada-ada kau, Prajurit! Aku tahu kau prajurit Pasukan Buaya Samudera, tapi kenapa kau mengaku dari Pasukan Gajah Besi?” tukas lelaki gendut berkulit hitam dan berambut merah karena efek terbakar panas matahari. Lelaki berusia empat puluh lima tahun itu dikenal bernama Swara Sesat. Jelek-jelek seperti itu, dia menyandang jabatan sebagai Wakil Komandan Pasukan Penguasa Telaga.
Terkejut prajurit yang bernama Gampang Anget dituding seperti itu.
“Swara Sesat tidak usah diambil pusing, hanya akan membuat sakit jiwa,” kata pendekar satunya.
Rekan Swara Sesat adalah lelaki berambut pendek tapi keriting dan juga berhidung mancung dengan kulit warna gelap. Dia matang dan manis, tapi belum ada yang menikmati alias jomblo. Namanya Kurna Sagepa. Dia juga memiliki jabatan sebagai Wakil Komanda Pasukan Penguasa Telaga.
“Bukan demikian, Sesat?” kata Kurna Sagepa meminta mengesahan dari rekannya.
“Benar itu,” jawab Swara Sesat sambil mengangguk tanpa senyum, demi menjaga wibawa di depan seorang prajurit yang derajatnya lebih rendah dari seorang pendekar.
“Jika kau diutus oleh Gusti Permaisuri Mata Hijau, lalu di mana Gusti Permaisuri kini berada?” tanya Kurna Sagepa kembali kepada Gampang Anget.
“Apa?!” kejut Swara Sesat sambil memandang kepada rekannya. “Permaisuri Mata Hati dulu seorang janda?”
Kurna Sagepa hanya mengangguk tanda mengiyakan. Jika dia menggeleng, maka dia wajib menjelaskan kesesatan pendengaran sahabatnya itu.
“Gusti Permaisuri Mata Hijau kini ada di kediaman Adipati Kubis Ganda,” jawab Gampang Anget dengan memendam kebingungan terhadap Swara Sesat.
“Hahaha!” tawa Swara Sesat seorang diri. “Ini aku baru tahu. Ternyata Gusti Permaisuri Mata Hati suka dengan kumis perjaka. Hahaha!”
Terbeliak Kurna Sagepa dan Gampang Anget mendengar perkataan Swara Sesat. Nasib buruk pasti akan menimpa Swara Sesat jika omongannya sampai ke telinga Permaisuri Mata Hati.
Namun, Kurna Sagepa memilih mengabaikan narasi sahabatnya.
“Apakah pesan yang kau bawa akan kau utarakan kepadaku atau kepada Ketua Pendekar Pengawal Dewi Bunga?” tanya Kurna Sagepa kepada Gampang Anget.
“Kepada Ketua, Gusti,” jawab si prajurit.
“Ikut aku!” perintah Kurna Sagepa.
“Baik, Gusti,” ucap Gampang Anget.
Agar Swara Sesat tidak terus-terusan menciptakan kesesatan, Kurna Sagepa lalu berbisik kepadanya. Agak lama Kurna Sagepa melakukan bisikan.
“Hahaha! Pasti akan segera aku tangkapkan yang besar. Suruh dia menunggu,” kata Swara Sesat yang pada kedua batang tangannya ada lilitan senar tebal yang banyak.
Sambil tertawa-tawa ringan bernada senang, Swara Sesat segera pergi lebih dulu, memisahkan diri. Dia berlari menuju ke arah laut. Dari tempat itu, memang sudah terlihat pantai dan lautan.
Sementara itu, Gampang Anget menuntun kudanya mengikuti Kurna Sagepa.
Mereka pergi ke area pantai yang ramai oleh aktivitas yang pastinya juga ramai oleh manusia.
Rupanya pantai itu adalah tempat pembuatan perahu-perahu besar. Belum ada wujud perahu atau kapal, tapi baru berupa kerangka yang terbuat dari kayu-kayu besar. Ada sepuluh kerangka yang sedang dibuat secara terpisah oleh ratusan pekerja.
Selain para pekerja pembuat perahu yang rata-rata tidak berbaju tapi bercelana, ada sejumlah orang berperawakan pendekar yang tidak ikut bekerja. Para pendekar yang tersebar di sejumlah titik itu terlihat berlagak seperti mandor atau pengawas. Ada beberapa pendekar perempuan pula.
Di sisi lain, ada pula tumpukan gelonggongan kayu yang banyak, yang merupakan bahan utama pembuatan perahu atau kapal.
Ada tiga bangunan kayu yang warnanya masih terlihat segar alias baru dibangun. Selain itu ada juga beberapa tenda kain yang fungsinya sekedar sebagai tempat berteduh dari terik matahari.
Suara deburan ombak semakin jelas terdengar di telinga Gampang Anget, menjadi musik dasar dari suara-suara kerja ratusan orang tersebut. Angin laut pun lebih kencang menerpa.
Daerah pantai itu tidak tandus, masih ada banyak pepohonan pantai, tapi tidak begitu rapat, masih banyak lahan kosong.
Sambil mengikuti Kurna Sagepa, Gampang Anget memandang ke situasi yang ada. Pada satu ketika, dia tersenyum sendiri ketika melihat salah satu kelompok pekerja perahu. Itu karena dia mengenali para pekerja itu sebagai rekannya sesama prajurit Pasukan Buaya Samudera.
“Gusti, rupanya di sini ada Pasukan Buaya Samudera juga,” kata Gampang Anget kepada Kurna Sagepa.
“Benar. Sekitar lima puluh prajurit Buaya Samudera dipekerjakan secara cuma-cuma. Selain mengirit keuangan Kerajaan, kapal-kapal perang ini juga sebagian akan diperuntukkan kepada pasukanmu,” jelas Kurna Sagepa.
Mereka berdua tiba di salah satu tenda terbuka tanpa dinding. Kain tendanya bergoyang tanpa lelah oleh tiupan angin laut yang sejuk di kala terik menyengat.
Ketika mereka tiba, ada seorang wanita cantik berusia matang dengan kulit agak gelap tapi manis. Kulitnya manis di mata, bukan manis di lidah. Itu sangat pas dengan bentuk tubuhnya yang langsing tapi padat berisi, seolah-olah memberi tahu dunia bahwa dirinya adalah wanita petarung di segala medan dan cuaca. Wanita berpakaian warna kuning tersebut memiliki alat pancing yang dia selipkan di punggungnya. Wanita cantik bertahi lalat di atas sudut kiri bibirnya itu bernama Garis Merak, bukan Garis Merah.
Saat itu Garis Merak sedang datang kepada seorang lelaki gagah dan tampan dengan membawa segelas minuman panas. Bisa dilihat dari asapnya yang mengebul tapi langsung sirna diusir angin.
Si lelaki berkulit sawo matang yang ditutup oleh pakaian biru gelap berlapis jubah hitam tanpa lengan. Pinggang jubanya masuk dalam sabuk hitamnya yang lebar. Rambut gondrongnya diikat sederhana di belakang kepala. Wajahnya dingin tanpa senyum meski ada segelas kopi yang datang mendekat. Sorot matanya tajam. Dia bernama Reksa Dipa yang berjuluk Pendekar Serat Darah. Dialah pemimpin keamanan di tempat itu.
Reksa Dipa duduk di sebuah pokok kayu setinggi betisnya dan ada meja dari potongan gelondongan kayu setinggi lututnya.
Garis Merak membungkuk untuk meletakkan segelas kopinya di meja kayu, memberikan pemandangan belahan dada hitam manisnya di depan Reksa Dipa dan menyuguhkan bokong besarnya kepada kedatangan Kurna Sagepa dan Gampang Anget. Tentu saja suguhan bokong tidak pakai belahan.
“Ketua, ada utusan dari Gusti Permaisuri Mata Hijau,” kata Kurna Sagepa tanpa basa-basi penghormatan lagi.
Mendengar itu, terkejut Reksa Dipa dan Garis Merak yang merupakan pasangan suami dan istri. Garis Merak langsung menengok dengan tatapan serius kepada Kurna Sagepa dan Gampang Anget. Dia lalu berdiri di sisi kanan suaminya.
“Hormat hamba, Gusti Pendekar!” ucap Gampang Anget seraya turun menjura hormat. “Hamba bernama Gampang Anget dari Pasukan Buaya Samudera, diutus oleh Gusti Permaisuri Mata Hijau untuk menyampaikan pesan kepada Gusti Pendekar Serat Darah.”
“Di mana Pasukan Buaya Samudera bertemu dengan Gusti Permaisuri Mata Hijau?” tanya Reksa Dipa karena menurut kabar angin dari orang di lingkungan Istana Sanggana Kecil, Permaisuri Mata Hijau telah meninggalkan Istana dan wilayah Kerajaan Sanggana Kecil.
“Di ibu kota Kadipaten Ombak Lelap. Saat kami kesulitan menghadapi pemberontak Kentang Kebo, tiba-tiba Gusti Permaisuri muncul membantu kami,” jawab Gampang Anget dengan posisi masih berlutut satu kaki.
“Pesan apa yang kau bawa?” tanya Kurna Sagepa, meski dia masih penasaran dengan kemunculan Permaisuri Kerling Sukma di Karang Lindur, ibu kota Kadipaten Ombak Lelap.
“Gusti Permaisuri memerintahkan untuk disediakan satu perahu besar. Gusti Permaisuri ingin berlayar,” ujar Gampang Anget.
“Apakah harus hari ini?” tanya Reksa Dipa lagi.
“Hamba tidak tahu, Gusti,” jawab Gampang Anget.
“Lebih baik kita siapkan secepatnya, Kakang,” kata Garis Merak kepada suaminya.
Reksa Dipa hanya mengangguk tanda mengiyakan.
“Apakah ada lagi?” tanya Reksa Dipa kepada si prajurit.
“Cukup, Gusti.”
“Jika demikian, pergilah. Sampaikan kepada Gusti Permaisuri bahwa kami akan menyiapkan perahu yang bagus untuk dipakai berlayar!” perintah Reksa Dipa.
“Baik, Gusti.”
Maka Gampang Anget menjura hormat, lalu beringsut mundur tiga langkah. Kemudian bangkit dan berbalik.
Kurna Sagepa tetap mendampingi Gampang Anget, memperlakukannya seperti tamu penting. (RH)
tapi kalau Om belum juga berniat menyudahi perkara lubang ini, tolong keinginan Bg@😎 ȥҽɳƙαɱʂιԃҽɾ 😎 Om penuhi dengan memberi nama Lubang Kenikmatan untuk satu tokoh baru🤦😭🤣
nyawa ya seperti gk ada hargaya
nasib para prajurit 😭
sepertinya kentang kebo gk membiarkan kalian hidup dengan tenang
yg pastinya ingin bermain bersama kalian para prajurit sampai para prajurit mati kecapean 🤪
gk kasian apa kentang kebo ama prajurit yg dah gaji kecil taruhannya nyawa lg🙈
pasti pada kaget jantung ya tuh para prajurit🙈
awas Om jawab itu kategori dungu atau goblokk!😭😆