kenyataan yang menyakitkan, bahwa ia bukanlah putra kandung jendral?. Diberikan kesempatan untuk mengungkapkan kebenaran yang terjadi, dan tentunya akan melakukannya dengan hati-hati. Apakah Lingyun Kai berhasil menyelamatkan keluarga istana?. Temukan jawabannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Retto fuaia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KABAR YANG TERSEBAR
...***...
Keesokan harinya, rumah bordil Leichu sedang ramai, karena mereka menemukan Lingyun Kai dalam keadaan tewas mengenaskan. Berita itu telah sampai ke seluruh Kota Istana. Kini Lingyun Kai berada di kediaman Jendral Xiao Chen Tao untuk disemayamkan.
"Lingyun kai!." Selir Mingmei berlari cepat, mendekati Lingyun Kai yang terbaring kaku di atas tempat tidur. "Lingyun kai!." Hatinya terasa sakit, tidak dapat menahan air matanya agar tidak menangis.
Sementara itu Pangeran Jun Hie hanya bisa mengamati istri selir dari belakang.
"Sepengetahuan ku, mingmei sangat benci pada adiknya." Dalam hati Pangeran Jun Hie heran. "Tapi saat ini ia menangis? Apa yang ia tangiskan?."
"Lingyun kai!." Junfeng juga berlari begitu ia masuk ke kediaman Jendral Xiao Chen Tao. "Lingyun kai!." Hatinya juga terasa sakit, dan sesak. "Kenapa kau jadi seperti ini?!." Teriaknya penuh amarah, ia tak dapat lagi menyembunyikan tangisnya. "Kenapa? Kenapa kau pergi dengan cara seperti ini?!." Dadanya terasa sesak.
"Junfeng." Dalam hati nona muda Daxia merasa simpati melihat suaminya yang sedang meraung menangis karena kematian adiknya.
"Kakak! Apa yang terjadi pada lingyun kai?." Ia menangis sesenggukan, menatap kakaknya dengan perasaan terluka sangat dalam. "Siapa yang telah membunuhnya kak?!."
"Tenanglah junfeng." Selir Mingmei mencoba menahan segala amarah di hatinya. "Aku pasti akan menyelidiki masalah ini, akan aku bunuh dia!." Matanya melirik tajam ke arah Jendral Xiao Chen Tao yang berpura-pura menangis. "Pasti."
"Apa yang harus kita lakukan sekarang kak?." Junfeng mencengkeram kuat lututnya. "Apakah kita harus memakamkannya di kediaman ini?."
"Terpaksa." Selir Mingmei hanya bisa pasrah saja.
Selir Mingmei bangkit, membalikkan badannya, melihat ke arah suaminya yang cemas padanya. Kepalanya terasa sakit, ia hampir tidak bisa berpikir dengan jernih.
"Lingyun kai? Kenapa kau bisa tewas mengenaskan seperti ini?!." Dalam hatinya merasa sesak.
"Istriku!." Pangeran Jun Hie segera menangkap tubuh istrinya agar tidak limbung.
"Kakak!." Junfeng cemas melihat kakaknya yang pingsan.
Pangeran Jun Hie segera menggendong Selir Mingmei. "Ia saya bawa pulang dulu, kalau sudah baikan, nanti saya ke sini lagi." Ia begitu cemas dengan keadaan istrinya.
"Baiklah kakak ipar." Junfeng memberi hormat.
Pangeran Jun Hie meninggalkan kediaman Jendral Xiao Chen Tao, membawa Selir Mingmei agar kembali ke istana.
"Sayang, temani aku mengurus lingyun kai." Junfeng menatap sedih ke arah istrinya.
"Baiklah." Nona muda Daxia memberi hormat.
"Pasti ulah dia, bajingan kau xiao chen tao." Dalam hati Junfeng sangat mengutuk. "Kau telah membunuh pangeran keempat, kau memang bajingan." Hatinya dikuasai amarah. "Semoga kau mendapatkan karma atas apa yang telah kau lakukan." Nafasnya terasa sesak, kepalanya berdenyut kuat memikirkan cara menyampaikan masalah ini pada Kaisar, ayah kandung dari Lingyun Kai.
...***...
Kediaman Menteri Xin Taio, di ruangan baca.
"Hormat hamba tuan." Ia memberi hormat. "Pemuda yang kita cari telah tewas di rumah bordil leichu." Ucapnya dengan perasaan aneh. "Katanya karena wanita berebut ingin tidur dengannya, terjadilah pertengkaran antara para wanita malam di sana." Ia sedikit bergidik ngeri membayangkan itu. "Karena merasa dicampakkan, salah satu wanita malam itu membunuhnya."
"Heh!." Menteri Xin Taio mendengus dingin. "Benar-benar lelaki gigolo murahan, malah tewas dengan cara yang mengenaskan seperti itu?." Hatinya terasa membenci. "Setidaknya anakku terbebas dari gosip murahan seperti itu."
Menteri Xin Taio sangat benci pada Lingyun Kai, merasa senang dengan kabar meninggalnya pemuda itu di rumah bordil Leichu.
"Pergilah, tetap waspada." Ucapnya dengan senyuman kecil.
"Baik tuan." Ia segera meninggalkan ruangan baca.
"Aku ingin lihat, bagaimana reaksi anakku mendengar kabar ini?." Menteri Xin Taio tersenyum aneh.
Sementara itu di kamar nona muda Xin Qian.
"Kabarnya tuan muda lingyun kai di bawa ke kediaman tuan jendral xiao chen tao, untuk segera disemayamkan." Su Yan memberikan informasi itu pada nonanya.
"Tidak mungkin! Tidak mungkin lingyun kai tewas dengan cara seperti itu!." Ia menangis sedih, hatinya terasa sakit.
"Tapi kabar itu telah menyebar ke seluruh kota istana." Balas Su Yan. "Semua orang kini membicarakannya nona muda tertua."
"Hiks! Hiks! Lingyun kai!." Ia tak dapat menahan tangisnya, ia merasa putus asa.
Ingatannya bergentayangan begitu liar mengingat kebersamaannya dengan Lingyun Kai.
"Nona muda tertua." Su Yan merasa simpati.
...***...
Kabar itu juga sampai pada Ratu Kangjian yang baru saja memasuki Kota Istana. Ia langsung menuju kediaman Jendral Xiao Chen Tao, untuk melihat Lingyun Kai untuk yang terakhir kalinya.
"Gusti Ratu." Junfeng memberi hormat.
"Junfeng, apa yang terjadi padanya?." Hatinya terasa sakit. "Kenapa bisa seperti ini?." Air matanya pun tak dapat ia tahan lagi.
"Maafkan hamba Gusti Ratu, hamba tidak bisa menjaga adik lingyun kai dengan baik." Ia berlutut tepat di hadapan Ratu Kangjian. "Sungguh, ampuni kelalaian hamba." Ia bersujud beberapa kali, membenturkan kepalanya di lantai sebagai tanda ia sangat menyesali apa yang telah terjadi.
"Lingyun kai." Ratu Kangjian menangis sedih, hatinya terluka menerima kenyataan bahwa anak yang telah ia besarkan selama sepuluh tahun tewas mengenaskan?.
"Ampuni hamba Gusti Ratu." Junfeng masih melakukan itu.
"Suamiku." Dalam hati nona muda Daxia tidak tega melihat bagaimana suaminya dengan tulus melakukan itu.
Suasana berkabung di kediaman Jendral Xiao Chen Tao sangat kental, air mata mengiringi kepergian Lingyun Kai.
...***...
Nona muda Xin Qian berlari memasuki paviliun Daiyu, hatinya tidak bisa tenang sama sekali.
"Lingyun kai! Lingyun kai!." Ia berteriak keras, berharap ada jawaban dari dalam.
"Nona muda tertua!." Su Yan kesusahan mengejar nona muda Xin Qian yang berlari cepat.
"Lingyun kai! Kau ada di dalam, kan?." Teriknya dengan putus asa.
Brakh!.
Ia buka paksa pintu Paviliun Daiyu, ia berlari ke dalam, menuju kolam pemandian air panas yang biasanya digunakan oleh Lingyun Kai.
"Nona muda tertua!." Su Yan masih berusaha mengejar majikannya.
Nona muda Xin Qian memperhatikan setiap tempat yang ada di ruangan itu, namun matanya masih belum juga menemukan sosok Lingyun Kai, pemuda yang ia cari hampir dua hari ini.
"Lingyun kai, aku telah berhasil membuatkan obat pemulih untukmu." Ia meletakkan obat itu di tepian kolam pemandian air panas. "Kau pasti kembali, kan?." Ia menangis sedih, hatinya terasa dicabik kuku harimau, begitu kuat membuat ia tidak bisa bernafas dengan benar. "Katakan, jika yang meninggal itu bukan kau? Katakan padaku!."
"Nona muda tertua." Su Yan benar-benar tidak tega melihat majikannya yang seperti itu. "Pasti sangat sedih sekali, kehilangan orang yang dicintai." Ia merasa bersimpati.
"Lingyun kai, kembalilah." Dalam hatinya sangat berharap demikian.
Nona muda Xin Qian merasa dunianya telah berhenti, hatinya terasa mati dibawa pergi oleh Lingyun Kai, pemuda yang ia cintai dengan sepenuh hati. Apakah takdir tidak mengizinkan ia untuk merasakan cinta?. Bagaimana kelanjutannya?. Simak kisah selanjutnya.
...***...
Gimana ceritanya dah 'Naga merah' jadi 'Naga emas' jadi yang benar warnanya emas atau merah? 👀
Dan
"Menemuinya membawanya sarapan" juga tidak enak di dengar bukan?
harusnya "Menemuinya membawa sarapan" atau "Menemuinya membawa sarapannya"