NovelToon NovelToon
Adik Iparku, Mantan Kekasihku

Adik Iparku, Mantan Kekasihku

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Selingkuh / Cinta Terlarang / Saudara palsu
Popularitas:1.1k
Nilai: 5
Nama Author: Amy Zahru

Karma? Apa benar itu yang terjadi padaku? Disaat aku benar-benar tidak berdaya seperti ini.

Bagaimana mungkin aku meghadapi sebuah pernikahan tanpa cinta? Pernikahan yang tidak pernah ku impikan. Tapi sekali lagi aku tak berdaya. Tidak mampu menentang takdir yang ditentukan oleh keluarga. Pria yang akan menikahiku...aku tidak tahu siapa dia? Seperti apa sifatnya? Bagaimana karakternya? Aku hanya bisa pasrah atas apa yang terjadi dalam hidupku.

Aku sebenarnya masih menunggu seseorang dari masa laluku. Seorang pria yang sangat ku cintai sekaligus pria yang telah ku lukai hatinya. Nando Saputra, mantan kekasihku yang telah memutuskan pergi dariku setelah aku dengan tega mengusirnya begitu saja.

Sekarang rasa menyesal kembali menghatuiku saat ku tahu sebuah fakta yang lebih mengerikan...dia Nando, pria yang selama ini ku rindukan adalah adik dari pria yang menikahiku. Rasanya aku ingin bunuh diri saat ini juga....!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Amy Zahru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

22. Rahasia dibalik Tatapan

Keesokan harinya, aku sengaja mengatur janji dengan Nando di sebuah café kecil dekat kampus. Tempat itu jarang ramai, hanya ada beberapa mahasiswa yang sibuk dengan laptop masing-masing.

Aku datang lebih dulu, membawa sebuah gitar akustik yang sudah lama kusimpan di rumah orang tuaku. Gitar itu penuh goresan kecil, tapi masih bisa dimainkan dengan baik.

Tak lama kemudian, Nando datang. Jaket jeans biru tua membalut tubuhnya, rambutnya sedikit berantakan, dan matanya langsung terpaku pada gitar di pangkuanku.

“Kak… gitar itu…,” suaranya tercekat.

Aku tersenyum samar. “Iya. Gitar ini dulu sering kamu mainkan. Ingat sesuatu?”

Dia menatapnya lama sekali. Lalu, perlahan, dia duduk di kursi berseberangan. Tangannya ragu-ragu menyentuh senar. Begitu dipetik, bunyi fals terdengar, tapi ekspresinya berubah.

“Seperti… aku pernah nyanyiin lagu dengan ini,” gumamnya.

Aku menahan air mata. “Coba saja. Mungkin jari-jarimu masih ingat.”

---

Dan ajaib. Meskipun sempat terhenti beberapa kali, jari-jarinya menemukan nada. Perlahan, dia memainkan intro lagu lama yang dulu kami ciptakan bersama. Aku langsung teringat malam-malam di taman kampus, saat dia bernyanyi dan aku duduk di sampingnya.

Suara Nando mulai keluar, pelan, serak… tapi penuh perasaan.

Aku tertegun. Hati bergetar hebat.

Tiba-tiba dia berhenti. Tangannya memegangi kepala. “Ahh…!”

Aku panik. “Nando, kamu kenapa?!”

Dia terengah, matanya menutup rapat. “Aku lihat… aku lihat diriku di taman… ada perempuan di sampingku, senyum… rambutnya hitam lurus. Dia pegang tanganku… itu… itu kamu, Kak Aura?”

Aku membeku. Air mataku jatuh sebelum sempat kutahan.

Aku ingin menjawab ya. Aku ingin memeluknya sekarang juga. Tapi bibirku gemetar.

“Nando…” suaraku berbisik, “kalau pun itu aku… apakah kamu marah?”

Dia terdiam lama, lalu membuka mata. Wajahnya penuh kebingungan.

“Aku nggak tahu. Aku takut… takut ingatan ini merusak semua yang ada sekarang. Apalagi… Kak Ali.”

---

Aku menggenggam tangannya pelan.

“Aku hanya ingin kamu ingat siapa dirimu sebenarnya. Kamu berhak tahu. Aku janji… aku akan menemanimu, apa pun yang terjadi.”

Tatapan Nando melembut. Tapi sebelum ia sempat menjawab, suara ponselnya berdering. Nama Bella tertera di layar.

Dia buru-buru menarik tangannya, menekan tombol hijau.

“Halo?”

Aku menunduk, menahan perih. Dari nada suaranya, jelas Bella khawatir, menanyakan keberadaannya. Nando hanya menjawab singkat lalu menutup telepon.

“Aku harus pergi,” katanya, menunduk.

Aku mengangguk pelan. “Aku mengerti.”

Dia bangkit, menatapku sebentar, lalu berjalan pergi sambil membawa gitar itu. Meninggalkanku dengan hati yang penuh luka dan harapan yang tak bisa padam.

---

Sejak pertemuan di café itu, aku merasa ada sesuatu yang berubah pada Nando. Tatapannya padaku tak lagi sekadar sopan sebagai adik ipar. Ada ragu, ada penasaran, tapi juga… ada kehangatan yang dulu pernah aku kenal.

Hari ini aku sengaja datang ke kampus dengan alasan ada tugas. Tapi sebenarnya, aku ingin bertemu Nando.

Aku menemukan dia di ruang latihan bersama band-nya. Rupanya mereka berencana tampil kembali di sebuah acara festival musik kampus.

Rafa sedang menyetem gitar, Ale sibuk memukul-mukul snare, Kenzi memainkan piano, sementara Egi memasang senyum usil. Dan di tengah mereka, Nando berdiri dengan mikrofon di tangan.

Saat dia bernyanyi, seluruh ruangan seperti berhenti. Suaranya bukan hanya indah, tapi menyimpan luka. Aku terpaku. Semua orang ikut terpesona, tapi aku tahu—lagu itu bukan sekadar musik. Itu jeritan hatinya.

Begitu latihan usai, aku menunggunya di luar ruangan.

“Nando,” panggilku ketika dia keluar.

Dia tampak kaget, lalu tersenyum kecil.

“Kak Aura. Kenapa ke sini?”

Aku menahan diri agar tidak terlihat terlalu antusias.

“Aku… cuma mau lihat persiapan kalian. Lagunya bagus.”

Nando menunduk, seolah malu.

“Aku nggak tahu kenapa, Kak. Lagu itu seperti keluar begitu saja dari kepalaku. Rasanya aku pernah bawain itu dulu… sebelum aku—” ia berhenti, menelan kata-kata kecelakaan.

Aku menatapnya lembut. “Mungkin ingatanmu sedang berusaha kembali. Jangan takut.”

---

Kami berjalan beriringan menyusuri koridor kampus yang sudah mulai sepi. Saat itulah angin sore menerbangkan beberapa helai rambutku. Refleks, Nando meraih dan menyingkirkannya dari wajahku.

Tanganku langsung membeku. Matanya bertemu dengan mataku.

Waktu berhenti.

“Aku… pernah lihat ini,” bisiknya. “Kamu… dengan rambut seperti ini. Aku duduk di sampingmu. Kamu tertawa. Itu nyata kan, Kak? Itu bukan mimpi?”

Hatiku bergetar hebat. Aku tak lagi sanggup menahan. Perlahan, aku mengangguk.

“Iya, Nando. Itu nyata. Itu bagian dari kita.”

Wajahnya berubah, antara lega dan bingung. “Tapi… bagaimana mungkin? Kalau itu benar… berarti…”

Aku buru-buru memegang tangannya.

“Kamu nggak harus mengerti semuanya sekarang. Biarkan ingatanmu kembali pelan-pelan. Aku hanya ingin kamu tahu, kamu tidak sendirian.”

Dia menatapku lama, begitu dekat hingga aku bisa merasakan hangat napasnya. Untuk sesaat, aku nyaris lupa siapa diriku sekarang. Aku hanya ingat satu hal: aku masih mencintainya.

Namun, langkah kaki terdengar mendekat. Bella.

“Eh, kalian di sini?” suaranya ceria, tapi matanya menyimpan sesuatu. “Nando, aku udah cari-cari kamu.”

Aku langsung melepaskan tangannya. Nando menoleh cepat, wajahnya kembali datar.

“Iya, aku ikut.”

Bella sempat melirikku sebelum mereka pergi bersama. Tatapannya membuat bulu kudukku merinding.

---

Malam itu, ponselku bergetar. Pesan dari Nando.

“Kak, boleh kita ketemu lagi? Aku butuh tau lebih banyak. Tapi jangan sampai Kak Ali atau Bella tahu.”

Aku menatap layar lama sekali. Jantungku berdegup kencang.

Ini bukan lagi sekadar memori. Ini sudah menjadi rahasia berbahaya.

1
Desi Oktafiani
Aku berharap kisah ini tidak berakhir terlalu cepat, cepat update ya!
Dzakwan Dzakwan
Cerita ini keren banget, susah move on!
Ami Zahru: Terima kasih /Smile/
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!