NovelToon NovelToon
七界神君– Dewa Penguasa Tujuh Dunia

七界神君– Dewa Penguasa Tujuh Dunia

Status: sedang berlangsung
Genre:Budidaya dan Peningkatan / Perperangan
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Radapedaxa

Tujuh dunia kuno berdiri di atas fondasi Dao, dipenuhi para kultivator, dewa, iblis, dan hewan spiritual yang saling berebut supremasi. Di puncak kekacauan itu, sebuah takdir lahir—pewaris Dao Es Surgawi yang diyakini mampu menaklukkan malapetaka dan bahkan membekukan surga.

Xuanyan, pemuda yang tampak tenang, menyimpan garis darah misterius yang membuat seluruh klan agung dan sekte tertua menaruh mata padanya. Ia adalah pewaris sejati Dao Es Surgawi—sebuah kekuatan yang tidak hanya membekukan segala sesuatu, tetapi juga mampu menundukkan malapetaka surgawi yang bahkan ditakuti para dewa.

Namun, jalan menuju puncak bukan sekadar kekuatan. Tujuh dunia menyimpan rahasia, persekongkolan, dan perang tak berkesudahan. Untuk menjadi Penguasa 7 Dunia, Xuanyan harus menguasai Dao-nya, menantang para penguasa lama, dan menghadapi malapetaka yang bisa menghancurkan keberadaan seluruh dunia.

Apakah Dao Es Surgawi benar-benar anugerah… atau justru kutukan yang menuntunnya pada kehancuran?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Radapedaxa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 9

Suasana senyap.

Langit diwarnai abu-abu kelam, salju turun perlahan, menutupi tanah yang sudah putih membeku. Xuanyan berdiri seorang diri, tubuhnya bergetar hebat.

Di hadapannya… lautan mayat.

Ratusan, ribuan, bahkan puluhan ribu tubuh membeku dalam es yang menjulang bak patung pahatan. Wajah mereka membeku dengan ekspresi ngeri yang takkan pernah hilang. Ada yang terperangah, ada yang berteriak dengan mulut terbuka, ada yang meraih sesuatu—tapi semuanya terhenti dalam detik kematian yang beku.

Xuanyan menutup mulutnya, tubuhnya gemetar.

“Ti—tidak… ini… apa yang terjadi…”

Langkahnya goyah, kakinya menginjak retakan es, lalu matanya terpaku pada mayat seorang kultivator dengan pakaian agung. Kedua matanya terbuka lebar, pupilnya membeku dalam kehampaan. Urat-urat di wajahnya masih menegang, tanda jelas bahwa ia mati dalam rasa sakit yang tak terbayangkan.

Xuanyan tersentak mundur. Bau anyir bercampur es menusuk hidungnya. Tiba-tiba rasa mual tak tertahankan naik ke kerongkongan. Ia menunduk, muntah hingga tubuhnya terhuyung.

“Kenapa… aku… melihat ini…?” bisiknya lirih.

Matanya melayang lagi. Tubuh-tubuh itu bukan rakyat biasa. Mereka semua adalah kultivator. Jubah mereka, senjata mereka yang kini retak, simbol-simbol sekte besar yang ia bahkan tidak kenali. Semua… mati.

Langkahnya terhenti ketika ia melihat sebuah gunung es menjulang. Di puncaknya, seorang pria berambut putih berdiri dengan punggung menghadapnya. Angin membelai gaunnya, auranya memancar seperti dewa es yang tiada tara.

Xuanyan hendak berteriak, tapi tepat ketika ia membuka mulut—

BRUK!

Ia terbangun.

Tubuh Xuanyan terlonjak dari tempat tidur, napasnya terengah-engah, keringat dingin membasahi tubuhnya. Matanya liar, seakan masih melihat horor tadi.

“Apa… yang barusan kulihat? Apakah itu mimpi buruk?”

Ia menatap sekeliling. Rasa ngeri masih mencengkeram jantungnya. Namun, ruangan ini… bukanlah kamarnya sendiri. Dinding kayu berwarna hangat, aroma teh samar menyelimuti udara.

Ia menunduk, melihat tubuhnya penuh dengan perban. Luka-lukanya dibalut rapi, beberapa bagian tubuhnya terasa nyeri, tapi bukan itu yang mengejutkannya.

Ketika ia menutup mata dan mencoba merasakan dalam dirinya…

Wuuuush!

Arus Qi mengalir deras, bagaikan sungai yang tak terbendung. Meridian-meridiannya berdenyut, tubuhnya diselimuti kekuatan baru.

Xuanyan tersenyum samar, matanya bergetar.

“Benar… waktu itu bukan mimpi. Aku… aku benar-benar telah menjadi kultivator.”

Tangannya mengepal erat. Rasa syukur bercampur haru.

“Ayah… Ibu… aku berhasil. Aku tidak sabar memberi tahu kalian…”

Namun langkahnya terhenti. Pandangannya menyapu ruangan itu.

“Tempat ini… asing.”

Xuanyan perlahan bangkit, meski tubuhnya masih lemah. Ia berjalan tertatih menuju pintu. Begitu pintu terbuka, cahaya matahari yang lembut menyapanya.

Pemandangan menakjubkan terbentang di hadapan matanya.

Sebuah danau tenang memantulkan cahaya biru langit. Airnya jernih, seakan cermin surgawi. Burung bangau putih terbang melayang di atasnya, beberapa hinggap di bebatuan. Angin semilir menebarkan aroma bunga liar.

Xuanyan tertegun. Setelah horor yang ia lihat dalam mimpi, keindahan ini terasa seperti dunia yang berbeda.

Namun telinganya tiba-tiba menangkap suara denting.

Tak… tak… tak…

Suara bidak igo yang dipindahkan.

Xuanyan menoleh. Dari paviliun sederhana di tepi danau, suara itu bergema. Perlahan, ia melangkah mendekat.

Di dalam paviliun, dua sosok yang begitu ia kenali duduk saling berhadapan.

Grand Elder Qingshan dengan rambut putih panjang tersenyum tipis, matanya yang dalam menatap papan igo di hadapannya. Di seberangnya, Grand Elder Beihai tertawa kecil sambil menyeruput teh hangat.

Begitu melihat Xuanyan berdiri terpaku di ambang pintu, Qingshan berkata lembut.

“Kau sudah bangun, nak?”

Beihai menoleh dan tertawa renyah.

“Kemarilah dan minum teh ini. Untuk apa melamun di sana?”

Xuanyan sontak terkejut. Ia segera membungkuk hormat, tubuhnya gemetar.

“Terima kasih… terima kasih Grand Elder, kalian telah menyelamatkan hidupku.”

Namun Qingshan menggeleng perlahan.

“Itu hanya masalah sepele. Yang menyelamatkan dirimu… adalah dirimu sendiri.”

Xuanyan terdiam, hatinya bergetar mendengar kata-kata itu. Ia perlahan melangkah, mendekat, lalu duduk dengan sopan di dekat mereka.

Xuanyan menatap papan igo di depan mereka. Bidak hitam dan putih bertarung sengit, seperti menggambarkan perebutan surga dan bumi.

Beihai meletakkan cangkirnya, menoleh.

“Bagaimana perasaanmu sekarang? Semuanya baik-baik saja?”

Xuanyan mengangguk mantap.

“Tidak ada masalah dengan kultivasi saya. Dao Es Surgawi juga… mulai beresonansi dengan tubuh ini.”

Qingshan menatapnya dengan sorot tajam, lalu menyodorkan secangkir teh.

“Katakan padaku, bagaimana caramu melepaskan belenggu surgawi Dao Es Surgawi itu? Tanpa bimbingan ahli sejati, mustahil kau bisa melakukannya.”

Xuanyan menunduk sejenak, lalu berkata jujur.

“Aku menemukan sebuah gulungan kuno. Hanya dengan darah pemilik Dao Es Surgawi gulungan itu bisa dibaca. Saat aku memahaminya, ingatan seseorang… masuk ke dalam pikiranku.”

Kedua Grand Elder terdiam, saling melirik.

“Oh? Ingatan siapa itu?” tanya Beihai, suaranya menajam.

Xuanyan menarik napas dalam.

“Mungkin… pemilik Dao Es Surgawi sebelumnya. Namanya… Xuan Zhi’er.”

Keduanya sontak terdiam. Wajah mereka yang biasanya tenang mendadak berubah kaku.

“Xuan… Zhi’er?” suara Qingshan nyaris berbisik, tapi sarat tekanan.

Xuanyan mengangguk, lalu melanjutkan.

“Dalam ingatan itu… nasibnya mirip denganku. Dianggap sampah, meridian lumpuh, tak bisa berkultivasi. Tapi seorang wanita datang, menjadi gurunya, dan membuatnya melangkah maju. Aku tidak tahu siapa wanita itu… ia selalu memakai cadar. Tapi aku bisa merasakan kekuatannya. Hanya dengan lambaian tangan, ia menepis badai es surgawi.”

Ruangan paviliun mendadak terasa berat. Kedua Grand Elder menunduk, seakan berpikir keras.

Xuanyan memberanikan diri.

“Apakah Grand Elder tahu sesuatu?”

Qingshan perlahan berbicara.

“Gulungan yang kau maksud… mungkin sama seperti yang Han Qing tanyakan padaku beberapa waktu lalu. Apakah di gulungan itu ada cap naga biru?”

Xuanyan tertegun.

“Iya… benar.”

Qingshan menghela napas panjang, pandangannya jauh.

“Orang dengan marga Xuan… sangat langka. Bahkan… di seluruh dunia ini, hanya dia satu-satunya yang memiliki nama itu.”

Xuanyan kaget.

“Kalau begitu… kenapa warisannya ada padaku, di alam fana ini? Bukankah orang itu seharusnya hidup di benua immortal kuno?”

Qingshan menatapnya dalam-dalam, lalu bertanya perlahan.

“Apakah kau pernah mendengar legenda tentang dewa penguasa tujuh dunia?”

Xuanyan tertegun, hatinya berguncang.

“Apa… ada?”

Beihai menyahut dengan nada berat.

“Itu memang dianggap dongeng lama… namun penuh teka-teki. Dulu, ada seseorang yang kekuatannya menentang surga itu sendiri. Meski hanya memiliki satu Dao… Dao Es Surgawi… ia mampu menghancurkan tujuh dunia. Zaman itu disebut ‘Musim Dingin Kekal’.”

Xuanyan membeku. Kata-kata itu menusuk ke dalam. Gambar lautan mayat dalam mimpinya berkelebat di benaknya.

Beihai melanjutkan.

“Para Immortal yang kekuatannya tak terbayangkan, bahkan mereka tak bisa menghentikannya. Satu demi satu, mereka membeku menjadi patung es. Dunia demi dunia hancur di bawah kekuatan Dao Es Surgawi itu.”

Xuanyan merasakan jantungnya berhenti berdetak sejenak. Tubuhnya gemetar.

Qingshan menatapnya dalam-dalam, suaranya bergetar dengan aura misteri.

“Dan legenda itu menyebut… namanya adalah—Xuan Zhi’er.”

Hening menyelimuti paviliun itu. Angin yang berhembus membawa aroma teh, tapi di dada Xuanyan, hawa dingin merambat, menusuk tulang. Nama Xuan Zhi’er bergema di kepalanya, seperti palu yang menghantam berkali-kali.

Grand Elder Qingshan menutup matanya sejenak, lalu membuka kembali dengan tatapan yang memandang jauh ke masa lampau.

“Xuanyan… dengarkan baik-baik. Legenda tentang Xuan Zhi’er bukan sekadar dongeng. Benua Immortal Kuno… runtuh karenanya.”

Xuanyan terbelalak.

“Runtuh? Bagaimana bisa…?”

Qingshan menarik napas panjang.

“Dia muncul entah dari mana. Tidak ada catatan tentang leluhur, tidak ada sekte yang mengaku membesarkannya, tidak ada jejak sejarah tentang masa kecilnya. Dia tidak membawa senjata immortal, tidak menguasai teknik surgawi tingkat tinggi. Namun…”

Mata Qingshan menajam, suaranya bergetar.

“Namun ia menciptakan bencana terbesar sepanjang sejarah.”

Beihai menimpali, suaranya dalam.

“Satu kata. Hanya satu kata.”

Xuanyan menahan napas.

“Kata… apa?”

Qingshan menatap lurus ke mata Xuanyan, lalu melafalkan kata itu dengan pelan namun mengguncang.

“Beku.”

Xuanyan merasa tubuhnya menggigil. Kata itu terasa seakan menggema dalam darahnya sendiri.

Qingshan mengepalkan tangannya, mengingat.

“Ketika kata itu keluar dari mulutnya, dunia berguncang. Lautan membeku, gunung runtuh, langit retak, dan kota-kota immortal porak-poranda dalam sekejap. Tak ada yang bisa melawannya. Puluhan ribu kultivator, ratusan Immortal, bahkan sekte-sekte besar dengan sejarah panjang… semuanya musnah. Mereka membeku, tak lebih dari patung rapuh yang hancur diterpa angin.”

Beihai menghela napas berat.

“Benua Immortal Kuno yang dulunya disebut puncak peradaban… tenggelam dalam kehancuran. Es abadi menelan segala yang ada. Bahkan hingga kini, masih ada orang yang mengatakan reruntuhan itu terkubur di balik lapisan es di dunia yang tak bisa dijangkau manusia.”

Xuanyan membeku di tempat. Mimpi ngeri yang ia lihat… lautan mayat membeku… ekspresi ngeri yang terpatri selamanya…

“Itu… benar-benar terjadi…” gumamnya.

Qingshan melanjutkan dengan suara dalam, seakan menceritakan dosa purba.

“Ketika itu, Surga sendiri turun tangan. Kehendak langit murka, dan cap pengkhianat dijatuhkan padanya. Ia dituduh tidak berjalan di jalan kebenaran, tapi malah menentang kosmos, menabur kekacauan, dan merusak keseimbangan dunia. Hukuman mati diumumkan, dan semua Immortal diperintahkan memburunya.”

Beihai menambahkan.

“Namun… apakah kau pikir Xuan Zhi’er gentar? Tidak. Dia melawan. Dia menantang Surga itu sendiri.”

Xuanyan terperanjat.

“Melawan… kehendak Surga?!”

Qingshan mengangguk berat.

“Ya. Kau harus tahu, tidak ada satu pun makhluk hidup, entah itu Immortal atau Dewa, yang bisa benar-benar menentang Surga. Namun Xuan Zhi’er… ia berdiri tegak, sendirian. Ia menumpahkan darah Surga, mengguncang tatanan, dan mematahkan rantai-rantai kosmik yang mengikat dunia.”

Xuanyan menelan ludah. Tubuhnya gemetar, bukan karena takut, tapi karena ngeri membayangkan sosok yang begitu menakutkan.

“Lalu… apa yang terjadi padanya?” tanyanya, suaranya nyaris berbisik.

Beihai menjawab lirih.

“Itulah misterinya. Ada yang bilang dia kalah, mati di tangan Surga setelah pertempuran terakhir. Ada yang bilang tubuhnya hancur berkeping-keping, jiwanya tercerai-berai. Namun…”

Ia menatap Xuanyan dalam-dalam.

“Ada juga yang bersumpah bahwa ia masih hidup. Bahwa ia hanya bersembunyi, menunggu era baru untuk bangkit kembali.”

Xuanyan terdiam. Pikirannya kacau. Bila Xuan Zhi’er benar masih hidup… maka mimpi yang ia lihat, apakah itu pertanda?

Setelah keheningan panjang, Xuanyan akhirnya bersuara.

“Kalau begitu… apa alasannya? Mengapa dia melakukan semua itu? Menghancurkan benua, melawan Surga… untuk apa?”

Pertanyaan itu menggantung di udara.

Beihai menghela napas, matanya redup.

“Kalau itu… hingga kini tidak ada yang jelas. Ada yang bilang dia dikhianati oleh orang terdekat. Ada yang bilang ia dicela, dianggap ancaman karena lonjakan kultivasi yang tidak wajar, dimanfaatkan lalu dibuang. Ada juga yang berpendapat bahwa ia ingin menjadi satu-satunya sosok absolut di dunia. Namun semua itu… hanya opini semata.”

Ia memandang Xuanyan dengan tatapan serius.

“Alasannya tak pernah terungkap. Bagaimana bisa terungkap? Semua Immortal yang mencoba melawannya… sudah mati di tangannya. Tidak ada saksi yang tersisa.”

Xuanyan terdiam membisu. Suara Beihai seakan menusuk telinganya.

Qingshan kembali angkat bicara.

“Sejak saat itu… Surga menjatuhkan kutukan. Dao Es Surgawi dinyatakan sebagai Dao terlarang. Selamanya terkubur bersama nama Xuan Zhi’er. Siapa pun yang mencoba berjalan di jalan itu… dianggap membawa malapetaka.”

Matanya menatap lurus pada Xuanyan, sorotnya tajam seperti pedang.

“Namun, siapa sangka… kau, seorang pemuda fana yang tidak memiliki ikatan sama sekali dengan Xuan Zhi'er, justru mewarisi Dao yang hilang itu.”

Xuanyan terhenyak, tubuhnya kaku.

“Jadi… apakah ini berkah… atau bencana?”

Beihai tersenyum tipis, tapi senyum itu mengandung ketegasan.

“Itu tergantung bagaimana kau menggunakannya. Dao hanyalah jalan. Baik atau buruknya… ditentukan oleh hati sang pemilik. Jika Dao Es Surgawi jatuh di tangan yang salah, ia bisa menghancurkan dunia. Tapi jika jatuh di tangan yang benar… ia bisa menjadi pedang penebus.”

Ia mengangkat cangkir tehnya, menyesap perlahan, lalu menatap Xuanyan.

“Semua itu akan terjawab saat kau menghadapi ujian Dao Heart di masa depan. Saat itu, kau akan tahu siapa dirimu… dan apa jalan yang akan kau pilih.”

Xuanyan menggenggam lututnya erat. Kata-kata kedua Grand Elder itu menghantam hatinya seperti badai. Bayangan mimpi ngeri, legenda mengerikan, kutukan Surga, semua bercampur menjadi satu.

Tapi jauh di dalam dadanya, sebuah nyala kecil berkobar. Ia menatap cangkir teh di depannya, melihat permukaan air bergetar oleh angin halus.

“Kalau begitu… takdirku bukan ditentukan Surga, bukan ditentukan oleh kutukan masa lalu… tapi oleh diriku sendiri.”

Grand Elder Qingshan dan Beihai saling menatap, lalu keduanya tersenyum samar.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!