Kiara dan Axel berteman sejak kecil, tinggal bersebelahan dan tak terpisahkan hingga masa SMP. Diam-diam, Kiara menyimpan rasa pada Axel, sampai suatu hari Axel tiba-tiba pindah sekolah ke luar negeri. Tanpa memberitahu Kiara, keduanya tak saling berhubungan sejak itu. Beberapa tahun berlalu, dan Axel kembali. Tapi anak laki-laki yang dulu ceria kini berubah menjadi sosok dingin dan misterius. Bisakah Kiara mengembalikan kehangatan yang pernah mereka miliki, ataukah cinta pertama hanya tinggal kenangan?
*
*
*
Yuk, ikuti kisah mereka berdua. Selain kisah cinta pertama yang manis dan menarik, disini kita juga akan mengikuti cerita Axel yang penuh misteri. Apa yang membuatnya pindah dan kembali secara tiba-tiba. Kenapa ia memutus hubungan dengan Kiara?.
MOHON DUKUNGANNYA TEMAN-TEMAN, JANGAN LUPA LIKE, DAN KOMEN.
Untuk menyemangati Author menulis.
Salam Hangat dari tanah JAWA TENGAH.❤️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Story Yuu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 8 Trauma Kiara
Axel menggendong Kiara keluar rumah, keduanya kembali hening tak bersuara. Hanya dengusan napas Axel yang terdengar terengah.
“Maaf, nyusahin kamu lagi” bisik Kiara sambil memeluk bahu Axel dengan erat.
Axel menoleh singkat, ia hanya menghela napas.
Di depan gerbang rumahnya, Widia tampak menunggu dengan wajah cemas.
“Tuhkan, sudah Mama duga akan seperti ini,” ucapnya, melihat Kiara yang di gendong Axel, “Ayo cepat bawa Ara masuk.”
Axel membawa Kiara masuk ke kamar yang sudah di siapkan khusus untuknya, (di rumah Axel).
“Istirahat dulu sayang, tante siapkan minum dulu buat kamu,” ujar Widia, seraya mengelus rambut Kiara dengan lembut, kemudian keluar dari kamar.
Setelah membaringkan Kiara di kasur, Axel hendak keluar. Tapi tangan Kiara memegang ujung bajunya, gadis itu menatap Axel dengan sorot matanya yang sayu penuh kecemasan.
“Why?” tanya Axel menatap lekat wajah Kiara.
“Gelap,” jawab Kiara pelan, tangannya masih meremas baju Axel.
Axel Menoleh, pandangannya menyapu seisi ruangan, memang lumayan gelap karena listrik padam.
“Ini... pegang dulu senternya,” ujarnya sembari menyerahkan ponselnya ke Kiara.
“Kamu mau kemana?” tanya Kiara enggan melepas genggamannya.
“Sebentar aja, nanti aku balik lagi,” sahut Axel mencoba meyakinkan Kiara.
“Nggak bohong?” suara Kiara terdengar samar nyaris tak terdengar, kelopak matanya terus mengerjap seolah menyimpan sejuta kecemasan.
Axel sedikit menunduk, ia mendekatkan wajahnya ke Kiara. “Iya, cuma sebentar,” bisiknya pelan akhirnya membuat Kiara yakin.
Kiara mengangguk ragu, lalu melepaskan genggamannya perlahan. Axel buru-buru keluar menuju kamar mandi, ia sudah kebelet sedari tadi.
“Ah, akhirnya...” ucapnya lega, seolah melepas separuh beban hidupnya.
Masih di kamar mandi, tapi pikiran Axel melayang. “Apa yang terjadi pada Ara? Dia takut gelap?” gumamnya penasaran,
Dia berdiam diri sejenak, pikirannya mengembara penuh pertanyaan, tiba-tiba wajah Kiara muncul di benaknya. Mata, hidung, pipi hingga bibirnya yang merona muncul memenuhi isi kepalanya.
“Bibirnya...” gumamnya, tak sadar jemarinya menyentuh bibirnya sendiri.
Plak!! Axel menepuk pipinya sendiri. “Sadarlah!” tegasnya berusaha mengendalikan diri.
Setelah merasa terkendali. Ia keluar dari kamar mandi, lalu menuju kamar Kiara. Begitu masuk Axel melihat Kiara sudah tertidur, “Cepat sekali tidurnya,” gumamnya sambil merapikan selimut gadis itu.
“Ara... ini tante buatkan susu,” ujar Widia, masuk ke kamar namun langsung disambut oleh tatapan tegas putranya.
“Ssttt,” desis Axel meletakkan jari telunjuk di atas bibirnya, ia menatap Mamanya.
“Oh, dia tertidur?” bisik Widia sambil mendekat berjalan mengendap-endap.
“Iya, sudah tidur,” sahut Axel pelan seolah tak boleh ada suara yang membangunkan Kiara.
Widia menghela napas, “Gadis malang ini, apa dia sudah makan?” gumamnya sedih menatap Kiara.
Tak lama, akhirnya listrik menyala. “Syukurlah,” ucap Widia “Ayo keluar, biarkan dia istirahat,” Widia menggandeng Axel keluar kamar.
Saat di luar kamar, Axel memandang Mamanya, sorot matanya penuh tanda tanya. “Ma, Axel lapar,” ucapnya tiba-tiba.
“Benar, kita belum makan malam. Ya udah ayo turun,”
Mereka berdua pun turun bersama.
****
Di meja makan, Axel terus menunduk, isi kepalanya terasa berisik sekali. Sampai akhirnya...
“Ma,” ia bersuara.
“Iya,” jawab Widia singkat sambil menyendok sesuap nasi.
“Soal Ara... sejak kapan dia seperti itu?” tanya Axel pelan, namun sorot matanya penasaran.
Widia mengangkat alisnya. “Maksud kamu?”
“Dia... sangat takut gelap?”
Mendengar itu, Widia mengangkat wajahnya. Sendok yang tadi ia pegang perlahan diletakkan, lalu ia menghela napas panjang. “Saat kelulusan SMP, sekolah mengadakan camping perpisahan. Entah bagaimana, Kiara tersesat di hutan dan baru ditemukan setelah dua hari. Huhh... gadis malang itu,” ucapnya dengan nada sedih.
Axel tertegun mendengar cerita Mamanya. “Dia... jago survive,” ujarnya pelan, sementara nasi di mulutnya terasa sulit ditelan.
“Kamu benar, apa jadinya kalau dia tidak punya keberanian. Di tengah hutan, gelap, pasti dia sangat takut. Hati Mama sangat hancur saat itu, Mama sudah mengira Ara tidak bisa ditemukan,” ucapnya lirih, tak sadar Widia menitikan air mata.
“Mama datang ke lokasi?” tanya Axel wajahnya jelas menunjukan rasa ingin tahu tetang Kiara.
Widia mengangguk, “Iya, Ayah dan Bundanya sedang bertugas jadi relawan di tempat terpencil, nggak bisa dihubungi. Jadi Mama yang datang.”
Axel termangu sejenak, sendok di tangannya terhenti di atas piring. Dia... sama sedihnya denganku. pikirnya getir.
Malam itu, Axel mengetahui tentang trauma Kiara sekaligus penyebabnya. Ia mulai memandang Kiara dari sudut yang berbeda, gadis ceria yang selama ini ia kenal, rupanya menyimpan duka mendalam. Tak jauh beda darinya, anehnya Kiara bisa menutupi lukanya dengan senyuman. Sementara Axel menyembunyikan kerapuhannya di balik wajah dinginnya.
****
Keesokan harinya...
Dipagi hari. Kiara baru bangun, ia masih menggeliat diatas kasur. Cahaya matahari pagi menerpa wajahnya, saat ia membuka mata... “Aaaa!...” ia terbelalak mendapati Axel berdiri di samping jendela kamarnya.
“Axel?!” serunya kaget, ia reflek terbangun lalu mengucek kedua matanya “Aaa...” pekiknya lagi setelah memastikan pria itu benar Axel.
“Kamu baru bangun? Setelah kubuka jendelanya?” ujar Axel datar. Pria itu berdiri dengan tangan menyilang di dada, tatapannya tajam bak seekor singa yang siap menerkam.
“Hah?” Kiara mengangkat alisnya, “Kamu kenapa di sini?”
“Menurutmu? Ini rumahku,” sahut Axel lalu melangkah perlahan mendekati ranjang Kiara.
“Rumahmu?” Kiara menyipitkan mata seraya mengingat sesuatu, lalu menoleh sekeliling. “Oh, benar semalam...” Kiara belum selesai dengan kalimatnya.
“Cepat mandi, seragammu sudah disiapkan,” sergah Axel sambil meletakkan sebuah bag di atas kasur, kemudian keluar dari kamar.
Ceklek! Axel menutup pintu.
“Huh... bikin kaget aja, pemandangan yang nggak biasa saat bangun tidur,” gumamnya masih setengah sadar bercampur rasa deg-degan.
“Hah?!” teriaknya lagi. “Gimana penampilanku? Aku ngiler? Rambutku? Aaaa...” ujarnya panik memegang wajah dan rambutnya. Ia langsung lari ke kamar mandi.
Setelah mandi, Kiara hendak memakai seragam. Saat membuka bag yang berisi bajunya, ia terperanjat sambil menutup mulutnya dengan kedua telapak tangan.
“Ini?... Axel yang ngambilin ini?” gumamnya sembari mendekap bag yang berisi baju beserta pakaian dalamnya. “Malu-maluin banget!” rengeknya merasa malu.
****
Di ruang makan, Axel dan Widia sudah menunggu Kiara untuk menyantap sarapan bersama. Tak lama, akhirnya Kiara turun dan bergabung bersama mereka.
“Morning sayang...” sapa Widia penuh senyuman.
“Morning, tante...” sahut Kiara, matanya langsung tertuju ke arah Axel. “Morning, Axel.” sapanya, dengan suara lirih.
Axel hanya melirik sekilas, lalu memalingkan mata tanpa membalas sepatah kata pun.
Kiara tertegun kemudian duduk, ia memicingkan mata. Apa?... dia tidak meresponku. batinnya gusar.
“Axel, kamu ini... Ara lagi ngomong sama kamu!” suara Widia menegur putranya yang sedari tadi sibuk menatap bukunya.
“Axel udah selesai sarapan, berangkat dulu,” ucap Axel datar kemudian bangkit dari kursinya.
“Kenapa nggak bareng Ara? Kalian satu sekolah,” tanya Widia menghentikan langkah Axel.
“Nggak apa-apa tante, Ara juga ada janji sama Dika. Ara mau mampir di suatu tempat,” potong Kiara cepat, sebelum Axel menjawab.
Mendengar nama Dika, Axel menyeringai singkat. “Huh...” dengusnya, langsung melangkah keluar.
Kiara menatap Axel, tak hanya dengan tatapan bingung, sorot matanya tampak sayu. Ada apa dengannya? Sedetik ia hangat, sedetik kemudian... ia sangat dingin. pikirnya berkecamuk.
“Yasudah makan dulu sayang,” ucap Widia menyodorkan piring ke Kiara.
“Iya tante,” sahutnya sambil mengangguk, kemudian... “Tante, yang ambilin seragam Ara, siapa?” tanyanya pelan sedikit malu-malu.
Widia memiringkan kepala. “Seragam? Axel yang ambilin, dia sekalian mau cari gelangnya yang jatuh semalam.”
Kiara tertegun, matanya membulat. Ia membeku sejenak, Tuhan... benar dia yang ambilin bajuku, berarti dia... pakaian dalamku? Tidakk!!! Jeritnya dalam hati.
****
Setelah sarapan, Kiara berangkat ke sekolah. Begitu keluar dari gerbang, ia dikejutkan dengan sosok Axel yang masih berdiri menyandarkan bahu di dinding pagar depan rumahnya.
“Astaga!” pekiknya terkejut. “Axel? Kamu masih disini?”
“Ayo berangkat,” ucap Axel singkat langsung berbalik melangkah menuju ke sekolah.
Kiara menatap Axel, lalu teringat pakaian dalam. Astaga... Sangat memalukan!
Axel menoleh lalu berhenti melihat Kiara yang masih terpaku di depan gerbang. “Ara!"
“Iya!” Kiara reflek menoleh, matanya mengerjap cepat kemudian buru-buru mengekor di belakang Axel.
“Pagi-pagi ngelamun aja,” cetus Axel dengan wajah datarnya.
Kiara memiringkan kepala, memandang Axel dengan wajah bingung, “Kukira kamu sudah berangkat, kamu nungguin aku?”
“Nggak usah banyak tanya,” ucap Axel, tangannya mencengkeram tengkuk Kiara lalu mendorongnya untuk berjalan.
“Hah?!” sergah Kiara, namun tetap patuh. Kemudian... “Tapi, aku ada janji sama Dika,” ujarnya, spontan menghentikan langkah Axel.
“Dimana?” tanyanya datar, namun wajahnya jelas menunjukan rasa penasaran.
“Di toko buku dekat sekolah,” jawab Kiara masih terus berjalan di depan Axel.
Axel terdiam, tapi bola matanya bergerak cepat seperti menyusun langkah di kepala. “Aku juga, ingin mencari sebuah buku. Ayo,” ujarnya tiba-tiba langsung berjalan maju mendahului Kiara.
“Benarkah? Kalau gitu ayo barengan aja,” sahut Kiara, sambil berlari kecil mengekori Axel di belakangnya.
**Axel akan bertemu rivalnya lagi nih, si Dika. Gimana interaksinya nanti bareng Dika? Nantikan update selanjutnya ya**
...****************...
Bersambung...
Mohon Dukungannya Teman-teman Sekalian...
Jangan Lupa Like, Vote dan Coment! Untuk Menyemangati Penulis.
Salam Hangat dari Author, 🥰🥰
🤣
ak pasti menunggunya thor
otakku baru bangun nih