NovelToon NovelToon
When The Webtoon Comes Alive

When The Webtoon Comes Alive

Status: tamat
Genre:Romansa Fantasi / Percintaan Konglomerat / Teen School/College / Fantasi Wanita / Transmigrasi / Cewek Gendut / Tamat
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Anastasia

Evelyn, penulis webtoon yang tertutup dan kesepian, tiba-tiba terjebak dalam dunia ciptaannya sendiri yang berjudul Kesatria Cinta. Tapi alih-alih menjadi tokoh utama yang memesona, ia justru bangun sebagai Olivia, karakter pendukung yang dilupakan: gadis gemuk berbobot 90kg, berkacamata bulat, dan wajah penuh bintik.

Saat membuka mata, Olivia berdiri di atas atap sekolah dengan wajah berantakan, baju basah oleh susu, dan tatapan penuh ejekan dari siswa di bawah. Evelyn kini harus bertahan dalam naskahnya sendiri, menghindari tragedi yang ia tulis, dan mungkin… menemukan cinta yang bahkan tak pernah ia harapkan.

Apakah ia bisa mengubah akhir cerita sebagai Olivia? Atau justru terjebak dalam kisah yang ia ciptakan sendiri?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anastasia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

bab 32.Meminta izin.

Malam itu, rumah Oliv terasa lebih tenang dibanding biasanya. Angin malam masuk lewat jendela ruang keluarga yang setengah terbuka, membawa aroma tanah basah setelah hujan sore tadi. Oliv duduk di sofa dengan kaki terlipat, memandangi kartu nama Rendra yang sejak pulang tadi belum juga ia buang. Di seberangnya, Erik kakak laki-lakinya yang baru saja pulang kerja yang sibuk membuka bungkus makanan cepat saji.

“Mau burger?” tanya Erik tanpa menoleh, nada suaranya santai seperti biasa.

“Enggak,” jawab Oliv pendek. Ia menggigit bibirnya, menimbang bagaimana memulai percakapan ini.

Mama mereka muncul dari dapur sambil membawa teh hangat. “Kalian sudah makan malam?” tanyanya sambil duduk di kursi sebelah Erik.

“Udah, Ma,” jawab Erik cepat. Lalu menatap sekilas ke arah Oliv yang tampak tidak biasa. “Kamu kenapa? Mukanya serius amat.”

Oliv menarik napas dalam. “Aku mau ngomong sesuatu.”

Mama dan Erik otomatis berhenti bergerak, memandangnya.

“Tadi sore, pas bantu Mira di restorannya, ada orang datang… agen dari perusahaan entertainment,” jelas Oliv perlahan. “Dia nawarin aku jadi model iklan. Katanya buat kampanye produk minuman.”

Erik mengangkat alisnya tinggi-tinggi. “Model? Kamu?” Nada suaranya bukan meremehkan, tapi jelas terkejut.

Oliv melotot sebentar. “Apa maksudnya itu?”

“Bukan gitu,” Erik buru-buru mengangkat tangan tanda damai. “Aku cuma… ya nggak nyangka aja. Kamu kan biasanya anti yang beginian.”

Mama tersenyum kecil, matanya sedikit berbinar mendengar kabar itu. “Jadi… kamu tertarik?”

“Itu dia,” Oliv mengusap tengkuknya, agak ragu. “Aku belum yakin. Tapi aku pengen coba. Paling nggak, lihat dulu profesional atau nggaknya. Makanya aku mau minta izin Mama sama kakak Erik.”

Erik mendesah pelan, bersandar ke sofa. “Kamu yakin ini bukan penipuan? Dunia begituan itu keras, Liv. Banyak cerita orang dimanfaatin cuma gara-gara nggak tahu apa-apa.”

“Aku tahu,” sahut Oliv cepat. “Makanya aku nggak pergi sendiri. Owen malah maksa mau ikut kalau aku jadi ambil tawaran ini.”

Mendengar nama Owen, Erik langsung menoleh cepat. “Owen ikut?”

Oliv mengangguk santai. “Iya. Dia agak… overprotective tadi, tapi kupikir masuk akal juga. Lebih aman kalau ada orang lain.”

Mama menatap keduanya bergantian, lalu berkata dengan nada lembut tapi tegas, “Kalau kamu benar-benar mau coba, Mama nggak akan larang. Tapi ada syaratnya.”

Oliv menatapnya serius. “Apa?”

“Pertama, pastikan itu perusahaan jelas dan kontraknya harus dibaca baik-baik. Kedua, jangan pernah pergi sendiri untuk pertemuan pertama. Dan ketiga…” Mama berhenti sejenak, tersenyum tipis, “…kalau kamu merasa ada yang aneh, langsung mundur. Uang dan ketenaran nggak sebanding sama keselamatan kamu.”

Erik mengangguk setuju. “Aku juga ikut kalau bisa. Minimal aku cek dulu siapa itu Rendra.”

Oliv mendesah, tapi kali ini bukan karena kesal tapi lebih ke lega. “Oke. Jadi Mama sama Erik setuju?”

“Setuju,” jawab Mama, “asal kamu janji patuhi aturan tadi.”

“Dan kalau ternyata mereka minta kamu pose aneh-aneh, gue yang turun tangan,” tambah Erik sambil menunjuk Oliv dengan ujung burgernya.

Oliv tersenyum miring. “Tenang aja, aku nggak sebodoh itu.”

"Sebaiknya jangan terima dulu, biar kakak cari informasi tentang orang yang menawarkan mu kerja itu lewat kenalan kakak. "

Owen yang dari dari tadi duduk di ruang tamu, yang mencuri dengar pembicaraan keluar mereka.

Setelah mendengar keputusan kakak dan mamanya, ia langsung ke kamar nya tanpa makan malam.

Malam semakin larut, tapi suasana di ruang keluarga terasa lebih ringan. Di kamar nanti, Oliv tahu pikirannya mungkin akan dipenuhi berbagai kemungkinan antara takut ditipu, penasaran dengan dunia baru itu, dan entah kenapa teringat wajah Owen yang tadi terlihat kesal tapi tetap ngotot mau ikut.

Minggu pagi, meja makan keluarga Oliv terasa seperti ruang rapat kecil. Mama, Erik, dan Oliv duduk berhadapan, sementara kartu nama Rendra tergeletak di tengah meja, seakan menjadi pusat pembicaraan.

Erik meletakkan ponselnya setelah melakukan panggilan terakhir. “Aku sudah cek ke temanku di rumah produksi,” katanya, nadanya serius tapi sedikit lebih lega dibanding malam sebelumnya. “Rendra memang beneran agen. Bukan penipu. Dia kerja sama sama perusahaan minuman besar untuk kampanye iklan baru.”

Mama mengangguk pelan. “Jadi aman?”

“Aman,” jawab Erik mantap. “Tapi dia itu ambisius. Kontraknya bisa rumit kalau kita nggak baca baik-baik. Jadi kita harus hati-hati.”

Oliv yang sejak tadi diam akhirnya bersuara. “Berarti aku boleh coba?”

Mama menatap putrinya itu lama sebelum menjawab. “Boleh. Tapi ada satu syarat tambahan.”

Oliv mengerutkan kening. “Apa lagi?”

“Owen ikut kamu ke mana pun,” jawab Mama tegas. “Dia jadi manajermu sementara. Jadi kalau ada apa-apa, ada yang bisa jaga kamu.”

Oliv langsung mendengus. “Hah? Kenapa harus dia?”

“Karena dia yang pertama kali ngotot mau ikut,” sela Erik dengan nada setengah mengejek. “Dan jujur aja, Liv, kamu nggak mungkin baca semua detail kontrak tanpa bosan. Minimal ada orang yang bisa ngecek, atau minimal… bikin kamu nggak sembarangan tanda tangan.”

Oliv menatap mereka berdua dengan ekspresi tidak puas, tapi ia tahu melawan itu percuma. “Oke, tapi dia jangan sok ngatur.”

Mama tersenyum kecil. “Itu kalian atur sendiri. Yang penting kamu aman.”

Owen yang semeja makan dengan keluarga Oliv, hanya diam dan tersenyum kecil di wajahnya.

Melihat itu Oliv menjadi kesal, Owen seperti lem yang tidak lepas dari dirinya kemanapun ia pergi selalu ada.

"Tapi kak.. "

"Kenapa lagi mau menolak?, kalau kamu nolak Owen ajak maka tidak usah ikut model iklan segala. "

"Masa dirumah ada dia, di sekolah ada dia dan saat aku kerja dia juga ikut. Sebenarnya siapa yang jadi pengawasnya aku atau dia yang mengawasi ku" Ucap Oliv yang kesal.

Owen hanya santai mendengarkan keluh kesah Oliv, ia menanggapinya hanya tersenyum saja.

"Sekarang mama nanya?, siapa yang menerima tugas menjadi pengawas Owen dari ayahnya? "

"Aku.. " Jawabnya dengan nada pelan.

"Jadi!. "

"Baiklah, besok aku ajak Owen" Jawab tegas Oliv.

Owen pun merasa puas mendengar jawaban Oliv yang cukup lama mengatakan nya, akhirnya ia setuju mengajak Owen.

___

Malam sebelumnya, Owen mendatangi kamar Erik. Ia mengetuk pintu kamarnya.

Tok..

“Kak, bisa kita bicara sebentar?” suara Owen terdengar ragu, berbeda dari biasanya yang cenderung ceria atau berisik.

Erik mengerutkan kening, sedikit heran. “Masuk saja,” katanya akhirnya.

Pintu terbuka perlahan, dan Owen muncul dengan wajah serius. Tanpa diminta, ia duduk di kursi di depan meja Erik, menautkan kedua tangannya di pangkuan.

“Ada apa?” tanya Erik sambil bersandar, mencoba membaca ekspresi Owen.

Owen menarik napas pelan. “Aku cuma mau bilang… soal tawaran model itu. Aku serius akan menjaga Oliv.”

Erik menaikkan alis. “Menjaga?”

“Aku tahu Kakak dan Tante khawatir Oliv akan terjebak masalah,” Owen melanjutkan, suaranya lebih tenang dari biasanya. “Dan aku tahu juga Oliv tidak suka terus ditempelin. Tapi kalau Kakak pikir aku ikut hanya untuk main-main, Kakak salah. Aku tidak mau ada hal buruk terjadi padanya. Jadi… kalau aku bilang akan menjadi manajernya, aku akan melakukannya sungguh-sungguh.”

Erik menatapnya beberapa detik, seakan menilai apakah Owen benar-benar serius atau hanya berbicara besar. “Kamu yakin siap untuk itu? Jadi manajer bukan cuma ikut kemana-mana, tahu?”

“Aku bisa belajar,” jawab Owen mantap. “Kalau perlu, aku baca semua kontrak dan cek semua jadwalnya. Tidak masalah capek seperti apa, yang penting Oliv aman.”

"Baiklah, aku dan mama juga mau minta pertolongan mu. Tapi kamu sudah mengajukan diri jadi kami jadi tenang."

"Kakak jangan khawatir, aku akan menjaga Oliv dengan baik. "

Erik pun menepuk bahu Owen. "Aku pasrahkan adikku tersayang ku padamu. "

Setelah percakapan itu, pandangan Erik tentang Owen berubah. Ia melihat sosok Owen yang bisa diandalkan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!