Aruna Mayswara terpaksa menerima pernikahan yang digelar dengan Jakson Mahendra-mantan kakak iparnya sendiri, lelaki yang sempat mengeyam status duda beranak satu itu bukan tandingan Aruna. Demi sang keponakan tercinta, Aruna harus menelan pahitnya berumah tangga dengan pria yang dijuluki diam-diam sebagai 'Pilot Galak' oleh Aruna dibelakang Kinanti-almarhumah kakak perempuannya. Lantas rumah tangga yang tidak dilandasi cinta, serta pertengkaran yang terus menerus. Bisakah bertahan, dan bagaimana mahligai rumah tangga itu akan berjalan jika hanya bertiangkan pengorbanan semata.
***
"Nyentuh kamu? Oh, yang bener aja. Aku nggak sudi seujung kuku pun. Kalo bukan karena Mentari, aku nggak mungkin harus kayak gini," tegas Jakson menatap tajam Aruna.
"Ya, udah bagus kayak gitu dong. Sekarang tulis surat kontrak nikah, tulis juga di sana perjanjian Mas Jakson nggak akan nyentuh tubuhku," ujar Aruna menggebu-gebu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dhanvi Hrieya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 32. KILAS BALIK
Lapangan kampus terlihat dipadati oleh beberapa anggota BEM dengan ratusan mahasiswa-mahasiswi baru di kampus mereka, dengan atribut ospek melekat di tubuh para mahasiswa-mahasiswa. Hari ini adalah hari terakhir semua mahasiswa-mahasiswi baru untuk melakukan kegiatan ospek. Hana terlihat beberapa kali mencuri pandang ke arah Raka, sosok pria tampan yang mendapat sorotan di antara beberapa mahasiswa yang dikumpulkan di lapangan. Sementara pria yang tegah asik ia tatap malah melirik ke arah Aruna yang berbeda kelompok dengan mereka.
"Kamu ngeliatin siapa?" tanya Hana merendahkan intonasi nada suaranya, ia tersenyum manis ke arah Raka.
Raka yang tertangkap basah tengah melirik gadis cantik di kelompok lain langsung meringis dan tersenyum malu, kepalanya menggeleng sekilas.
"Nggak ngeliatin siapa-siapa," sahut Raka berdusta.
"Ah, yakin," balas Hana mengoda Raka, "kalau yang sendang kamu liat dari tadi itu cewek yang pakek pita merah, aku tau banget sama dia. Dia adalah sahabatku, namanya Aruna."
Benar saja, ekspresi wajah Raka langsung berubah. Ia membawa tatapan matanya ke arah Hana teman satu kelompoknya, tatapan mata Raka terlihat penuh harap. Hana mengembangkan senyum lebar, dengan topik ini dia mungkin bisa mendekati Raka. Sosok lelaki yang banyak menjadi incaran kaum hawa, mulai dari teman satu angkatan sampai kakak senior mereka. Tidak terkecuali dengan Hana, awalnya Hana merasa tidak memiliki harapan untuk bisa berbincang dengan Raka. Siapa sangka ia bisa juga mengobrol dengan Raka, walaupun sedang membahas Aruna—sahabatnya. Bukankah ada banyak Mak comblang di dunia ini yang awalnya bermaksud menjadi penghubung hubungan pihak lain, malah yang jadi kekasih si pria atau si wanita adalah si Mak comblangnya sendiri. Hana berharap kejadian seperti itu akan terjadi padanya dan Raka.
"Iyakah?" tanya Raka antusias, kali ini Raka tidak lagi menghindar.
Kepala Hana mengangguk, "Iya dong, masa aku bohong. Kalau kamu mau, biar aku yang bantuin kalian biar bisa jadian. Kamu suka 'kan sama Aruna."
Raka mengangguk tegas, "Iya, aku suka Aruna. Kalau gitu aku mohon bantuannya, nanti kalau aku dan Aruna jadian. Aku akan traktir kamu makanan apapun yang kamu mau deh."
Hana terkekeh ringan, menepuk pundak Raka. Interaksi keduanya diperhatikan oleh beberapa pasang mata yang memang menaruh perhatian pada Raka, sosok ramah yang jika tersenyum membuat perempuan langsung berbunga-bunga. Ada tatapan mata iri yang dilayangkan oleh para kaum hawa melihat Hana bisa dekat dengan pria tampan yang jadi incaran, Hana tersenyum semakin lebar saat ia tahu banyak sorotan mata melirik ke arahnya.
...***...
Pintu toilet terbuka, Hana terkesiap. Apalagi yang memasuki toilet wanita adalah kakak senior laki-laki, Hana langsung membalikkan badan menghadap ke arah pria jangkung tersenyum mesum.
"Bang! Ini toilet cewek. Toilet cowok di pojok sana!" seru Hana pelan.
Pria itu malah semakin mendekati Hana, sebelum Hana sempat bergerak ia dengan cepat memojokkan Hana di dinding toilet, di luar sudah ada plang kayu di pasang jika toilet di lantai tiga rusak. Sudah pasti tidak akan ada yang merasuki toilet perempuan, Hana membeku apalagi di saat telapak tangan kakak seniornya itu berada di bokongnya.
"Hm..., kamu harum sekali." Pria itu mengendus-endus Hana.
Wajah Hana pucat, berusaha sebisa mungkin untuk tetap tenang. Ia memang mendengar rumor buruk kakak seniornya ini, meskipun terlihat begitu ramah dan baik di luar. Ada beberapa senior perempuan yang mengatakan jika pria ini adalah lelaki mesum yang melecehkan wanita. Terutama para junior, yang mudah ditindas.
"Sayang banget," ujar Hana pelan, "keknya Abang salah sasaran. Sahabatku jauh lebih harum, cantik, dan seksi. Abang nggak bakalan nyesel kalau melakukan hal intim dengan dia, ah, iya. Dia hebat di ranjang Bang, gaya apa saja bisa dia lakukan. Cuma kalau Abang menggodanya di depan umum dia nggak akan meladeni Abang. Tapi, kalau di belakang orang-orang. Dia akan kelihatan bin*l, kalau Abang mau aku bisa bawa dia ke sini."
Pria itu tentu saja tergoda, ia melepaskan Hana. "Oke, kalau gitu kamu bawa dia ke sini. Aku tunggu di sini. Kalau kamu menipuku, aku nggak akan segan-segan memberikan pelajaran menakutkan buat kamu. Kamu paham!"
Jari jemarinya menjepit rahang Hana, kepala Hana mengangguk ia menarik garis senyum setinggi mungkin.
"Iya, Bang."
"Sana pergi!"
Tangannya langsung mendorong Hana, perempuan itu ke luar dari ruangan toilet. Jantungnya berdebar keras, dahinya dipenuhi oleh peluh sebesar biji jagung. Ujung jari jemari Hana terasa dingin, ia mengatur pernapasannya berkali-kali. Lalu melangkahkan kaki menuju lapangan ospek, baru akan turun menuju anak tangga. Hana berhenti, ia mendapati Aruna dari kejauhan.
Otak licik Hana langsung bekerja, ia berbalik ke belakang menarik papan tanda rusak. Bersembunyi di tiang bangunan, Aruna yang tadinya mengetahui Hana ada di toilet lantai tiga berniat menyusulnya. Senyum di bibir Hana tercetak jelas, memperhatikan dari sudut Aruna memasuki toilet.
"Jangan salahkan aku, Aruna. Kamu sendiri yang punya nasib malang," monolog Hana.
Ia keluar diam-diam kembali meletakkan plang di depan pintu toilet, Hana kembali bersembunyi di balik tiang. Memperhatikan pintu toilet, jeritan keras terdengar oleh Hana. Lantai tiga sepi, mengingat mahasiswa-mahasiswi di kampus libur, selain mereka para calon mahasiswa-mahasiswi baru dan anggota BEM tidak ada mahasiswa lain yang berada di kampus.
Hana mengatup bibirnya, sekeras apapun Aruna menjerit tetap tidak akan ada yang menolong. Baru saja Hana bersorak di dalam hati, ia melihat Raka dari anak tangga menuju toilet lantai tiga.
"Raka, kenapa dia bisa naik ke sini. Astaga gimana ini, dong?" Hana mendadak panik bukan main.
Jika Raka membatu Aruna, situasi akan menjadi runyam. Hana selama ini selalu terlihat baik dan lugu di depan semua orang, bagaimana jika kakak senior bajingan itu mengatakan jika Hana yang menjebak Aruna. Kepala Hana menggeleng, ia cemas bukan main. Hana melangkah keluar dari persembunyiannya, matanya melirik ke arah beberapa titik buta cctv yang terpasang. Raka memasuki toilet perempuan saat suara jeritan Aruna kembali menggenggam, Hana berpindah tempat.
Suara pukulan di dalam toilet dan jeritan masih terdengar, pria mesum itu keluar berlarian dari dalam toilet dengan keadaan wajah lebam. Hana melihat kehadiran pria itu mengangkat tangannya, ia berdiri di titik buta cctv. Pria itu berlarian mendekat ke arah Hana, bermaksud untuk memukul Hana karena menjebaknya.
Kaki jenjang Hana terulur untuk mencekal kaki pria mesum satu ini tanpa diketahui, pria itu terjerembab ke depan di saat ia tidak fokus melirik ke lantai. Tubuh pria itu terjatuh dari lantai tiga menyapa lantai satu dengan suara yang amat nyaring, mata Hana melebar telapak tangan Hana menutup mulutnya.
"..., di—dia terjatuh? Dia mati?" Hana tergagap bertanya pada dirinya sendiri, bahkan ia ketakutan untuk melirik ke bawah.
Hana menampar pipinya dengan keras, ia meneguk kasar air liur di kerongkongannya.
"Nggak! Ini nggak ada hubungannya sama aku. Ak—aku harus pergi dari sini sebelum ada yang lihat aku." Hana sontak saja kembali menuju beberapa titik buta cctv, menghindar dari kecurigaan.
Siapa yang akan menyangka jika kematian pria sialan itu karena Hana, ia berhasil lolos dengan bayaran cukup mahal. Meskipun ia sudah menghindar cctv, dia lupa jika cctv yang menangkap dirinya menyembunyikan papan tanda rusak di depan toilet. Merekam aktivitas dia bersembunyi juga, hanya saja untuk adegan jatuhnya pria itu dari lantai tiga tidak terekam cctv. Hana selamat dari kemarahan Viera, dengan cara menyebarkan gosip dari mulut ke mulut. Membuat suasana menjadi panas, meskipun tidak ada yang mempercayai gosip yang Hana sebarkan mengingat sebagian dari para senior tahu siapa teman seangkatan mereka. Hanya Viera yang mempercayai gosip tersebut, gosip jika Aruna menggoda kekasihnya. Karena diketahui oleh Raka, Aruna bersandiwara jika dia dilecehkan membuat Raka memukul kekasih Viera dan pria itu karena malu memutuskan untuk loncat dari lantai tiga.