Tumbuh di lingkungan panti asuhan membuat gadis bernama Kafisha Angraeni memimpikan kehidupan bahagia setelah dewasa nanti, mendapatkan pendamping yang mencintai dan menerima keadaannya yang hanya dibesarkan di sebuah panti asuhan. namun semua mimpi Fisha begitu biasa di sapa, harus Kalam setelah seorang wanita berusia empat puluh tahun, Irin Trisnawati datang melamar dirinya untuk sang suami. sudah berbagai cara dan usaha dilakukan Kira untuk menolak lamaran tersebut, namun Irin tetap mencari cara hingga pada akhirnya Fisha tak dapat lagi menolaknya.
"Apa kamu sudah tidak waras, sayang???? bagaimana mungkin kamu meminta mas menikah lagi... sampai kapanpun mas tidak akan menikah lagi. mas tidak ingin menyakiti hati wanita yang sangat mas cintai." jawaban tegas tersebut terucap dari mulut pria bernama Ardian Baskoro ketika sang istri menyampaikan niatnya. penolakan keras di lakukan Ardi, hingga suatu hari dengan berat hati pria itu terpaksa mewujudkan keinginan sang istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon selvi serman, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32.
Malam harinya.
Ardian dan kedua anaknya terlihat tengah menikmati makan malam bersama.
"Setelah ini, boleh papa bicara sebentar dengan kalian??." tanya Ardian setelah meneguk air minumnya.
"Tentu saja, pah." Citra yang menjawab. Sementara Irhan mengangguk karena saat ini pemuda itu masih sibuk mengunyah makanan di dalam mulutnya.
Dua puluh menit berlalu makan malam mereka pun selesai. Kini Ardian, Irhan, dan juga Citra telah berpindah ke ruang keluarga. sementara bibi, wanita paruh baya tersebut tengah sibuk mencuci piring bekas makan malam mereka di dapur.
Jujur, Ardian bingung harus memulainya dari mana. Apalagi di usia citra saat ini, ia tak yakin putrinya bisa menerima keputusannya berpisah dari Irin.
"Irhan....Citra.... sebelumnya papa ingin meminta maaf kepada kalian jika nantinya apa yang ingin papa sampaikan mengecewakan hati kalian sebagai anak-anak papa. ada masalah orang dewasa yang tidak bisa papa ceritakan pada kalian dan masalah itu jugalah yang pada akhirnya membuat papa terpaksa mengambil keputusan seperti ini" sejenak Ardian menjedah kalimatnya, berusaha mencari kata-kata yang tepat untuk menyampaikan tentang perpisahannya dengan Irin kepada kedua anaknya.
"Sebenarnya papa berat menyampaikan hal ini pada kalian, tapi mau tak mau papa harus tetap melakukannya. papa tidak ingin menyembunyikannya dari kalian. Papa dan mama akan berpisah"
Duar.....
Citra terkejut bukan main mendengar penyampaian ayahnya itu.
"Cerai maksudnya, pah?." Citra memperjelas. Berbeda dengan Citra yang nampak tak terima, Irhan lebih memilih diam, dan menghargai keputusan Ardian. Jika dirinya yang ada di posisi Ardian pasti Ia pun akan melakukan hal serupa, memilih berpisah ketimbang harus bertahan dengan wanita yang tidak setia.
"Iya, sayang." suara Ardian begitu lembut, berharap putrinya itu bisa menerima keputusannya.
"Tapi, kenapa pah....Kenapa harus bercerai?." Citra hampir beranjak dari tempatnya duduk saking kecewa dengan keputusan sang ayaha, jika saja Irhan tidak mencekal lengannya, meminta adiknya itu untuk kembali duduk.
"Dek...Terkadang ada alasan orang tua yang sulit untuk diungkapkan dihadapan anak-anak mereka. sebagai orang tua, papa pasti sudah memikirkannya dengan matang. Dan sebagai anak sebaiknya kita menghargai keputusan orang tua kita!. Sekalipun mereka berpisah, bukankah mereka tetap orang tua kita dan kita tetap bisa menemui mereka kapan saja. semua tidak akan jauh berbeda dengan sekarang dek, hanya saja papa dan mama mungkin tidak akan tinggal serumah lagi."
"Tapi mas, Citra ingin kita tetap hidup bersama tanpa harus memilih antara mama dan papa." Citra mengutarakan protes.
"Mas paham perasaan kamu, tapi kita juga harus menghargai keputusan orang tua kita dek!."
Ardian tercenung mendengar Irhan berusaha memberikan penjelasan pada adik perempuannya itu. Dalam hati, Ardian mulai curiga jika Irhan telah melihat hasil Tes DNA tersebut, dan bisa jadi pemuda itu pun telah menanyakan kebenaran tentang hasil tes tersebut pada dokter Wisnu. Ya, bukan tanpa alasan Ardian berpikir Irhan menemui Wisnu, sebab Irhan tahu sedekat apa hubungan persahabatan antara dirinya dan pria berprofesi sebagai dokter tersebut.
"Pokoknya Citra tidak setuju kalau papa dan mama sampai bercerai." Citra beranjak dari tempat duduknya hendak kembali ke kamarnya. Akan tetapi perkataan sang kakak mampu menghentikan langkah gadis itu.
"Sekalipun mama ketahuan selingkuh dari papa? Sekalipun mama ketahuan menipu papa selama bertahun-tahun?."
"Cukup, Irhan!." Ardian tak sampai membentak tetapi suaranya terkesan tegas.
"Maafkan Irhan, pah.... bukannya Irhan tak ingin mendengarkan papa, tapi Citra juga harus tahu kebenarannya." bukannya ingin menentang peringatan dari Ardian namun Irhan merasa sudah cukup ayahnya itu terluka dengan semua perbuatan buruk ibunya, ia tak ingin Ardian terus terluka dengan terpaksa melanjutkan pernikahan hanya demi anak-anak.
"Apa maksud mas Irhan bicara seperti itu?." desak Citra dengan wajah bingung.
"Asal kamu tahu dek, Mama bukan hanya berselingkuh dari papa tapi mama juga telah menipu papa tentang ayah kandung mas Irhan. Mas Irhan ini bukan anak kandung papa, dek." diakhir kalimat pecah sudah tangis Irhan. Ia yang awalnya ingin bicara empat mata dengan Ardian terpaksa mengungkapkan semua itu dihadapan sang ayah dan juga adik perempuannya, berharap Citra bia mengerti dan menghargai keputusan Ayah mereka.
Duar....
Citra merasa tubuhnya seperti disambar petir di siang bolong mendengarnya.
"Cukup nak....jangan dilanjutkan lagi. Apapun yang terjadi kamu tetap anak papa." Ardian yang tidak sanggup melihat Irhan menangis itu pun sontak membawa tubuh putranya itu ke dalam pelukannya. Ya, bagi Ardian hasil tes DNA tersebut tidak akan merubah status Irhan sebagai putranya, Irhan tetaplah putranya. Bayi laki-laki yang dulunya ia lantunkan azan ditelinganya ketika baru lahir ke dunia ini, anak yang diajarkannya berbicara, berjalan, mengantarnya ke sekolah dan masih banyak lagi yang dilaluinya bersama putranya itu hingga kini tumbuh menjadi pria dewasa.
"Terima kasih, pah.... terima kasih sudah menerima Irhan." ungkap Irhan yang kini masih terisak diperlukan Ardian.
Perlahan Citra melangkah mendekat pada ayah dan kakak laki-lakinya itu. hatinya ikut teriris mendengar tangisan pilu Irhan. Dan, dari tangis Irhan sudah cukup membuktikan jika semua yang disampaikan kakaknya itu bukanlah kebohongan, melainkan Fakta. Citra mengelus punggung Irhan. "Citra sayang banget sama mas Irhan, dan sampai kapanpun mas Irhan akan tetap menjadi kakaknya Citra. Dan jika perpisahan adalah keputusan papa, Citra tidak akan menentangnya. lagi pula Citra tidak akan tega melihat papa terluka dan menderita batin." Gadis itu ikut memeluk sang ayah dan juga kakaknya.
Ardian melerai pelukannya, mengusap jejak air mata di pipi kedua buah hatinya, bergantian menatap wajah keduanya.
"Sekalipun papa dan mama sudah berpisah, papa ingin kalian tetap menghargai mama! seburuk apapun perbuatannya, mama tetaplah wanita hebat yang telah mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan kalian ke dunia ini. Anggap saja kalian tidak tahu apapun tentang semua perbuatan mama! Papa tidak ingin anak-anak papa jadi anak durhaka kepada mamanya. Untuk di mana kalian ingin tinggal nanti, papa tidak akan memaksa kalian untuk memilih tinggal bersama papa. kalian bebas memilih tinggal bersama papa ataupun tinggal bersama mama. Semua keputusan ada di tangan kalian!."
Seburuk apapun pembuatan Irin kepadanya, ia ingin anak-anaknya tetap menghargai ibu mereka.
"Citra akan tinggal bersama papa."
"Apa Irhan juga boleh ikut bersama papa?." dengan sungkan pemuda itu bertanya.
"Tentu saja, nak." Ardian mengusap puncak kepala Irhan dengan penuh kasih sayang, seperti saat Irhan masih kecil dulu. dan hal yang sama pula dilakukan oleh Ardian pada Citra.
Bibi yang ternyata sejak beberapa saat lalu tak sengaja mendengar percakapan ketiganya, ikut menangis di pintu penghubung antara dapur dan ruang tengah. "Anda berhak bahagia, tuan. Sudah cukup selama ini nyonya melakukan kecurangan dibelakang anda." Ya, tanpa diketahui oleh Ardian ternyata bibi yang sudah ikut bersama keluarganya sejak Irhan lahir tersebut, tahu semua perbuatan curang yang dilakukan Irin di belakang Ardian. Bahkan belasan tahun lalu Irin sampai mengancam akan menyakiti keluarga bibi, jika wanita itu berani buka mulut.
"Perasaan anda terhadap tuan Ardian bukanlah cinta, Nyonya Irin, tapi ambisi. selama ini anda hanya mencintai diri anda sendiri." batin bibi kala teringat akan sosok majikannya itu.
pas tuh Monalisa 😁
hati udah cenat cenut...
eeeh rupanya salah paham ya Irin ...
😆😆😆
😅😅😅😅😅
udah parno duluan Kafisha...
maklum ya karena dulunya menjadi istri kedua...😆
menantu dari Hongkong 🤣
apa ini yang kemaren dikatakan Adrian???