Finn kembali untuk membalaskan dendam kematian kedua orang tuanya. Dengan bantuan ayah angkatnya, Finn meminta dijodohkan dengan putri dari pembunuh kedua orang tuanya, yaitu Selena.
Ditengah rencana perjodohan, seorang gadis bernama Giselle muncul dan mulai mengganggu hidup Finn.
"Jika aku boleh memilih, aku tidak ingin terlahir menjadi keturunan keluarga Milano. Aku ingin melihat dunia luar, Finn... Merasakan hidup layaknya manusia pada umumnya," ~ Giselle.
"Aku akan membawamu keluar dan melihat dunia. Jika aku memintamu untuk menikah denganku, apa kamu mau?" ~ Finn.
Cinta yang mulai tumbuh diantara keduanya akankah mampu meluluhkan dendam yang sudah mendarah daging?
100% fiksi, bagi yang tidak suka boleh langsung skip tanpa meninggalkan rating atau komentar jelek. Selamat membaca dan salam dunia perhaluan, Terimakasih 🙏 🥰
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fajar Riyanti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32 : TDCDD
"Kurang ajar!!! Siapa yang berani mengirimkan ancaman seperti ini pada putriku!!!"
Tuan Andreas melemparkan bungkusan berisi pakaian penuh noda darah itu kelantai. Sementara Selena masih nampak syok dan ketakutan, dia hanya mampu menangis di pelukan sang mama. Melihat putrinya mendapatkan kado seperti itu, Sonia langsung menelfon suaminya dan memintanya untuk pulang tadi.
"Ini salah kamu, Mas! Harusnya kamu tidak perlu membebaskan Giselle dan biarkan saja dia hidup di rumah pengasingan seumur hidupnya," tegur Sonia, dia memang satu-satunya orang yang tidak setuju jika Giselle dibiarkan hidup bebas, kebenciannya pada ibunya Giselle memang sudah mendarah daging. Hingga dia ingin Giselle menderita seumur hidupnya.
"Ini tidak ada hubungannya dengan Giselle, Sonia! Aku bahkan sudah mendapatkan ancaman seperti itu sebelum aku memberikan kebebasan pada anak itu," tegas Tuan Andreas.
"Tetap saja, Mas, anak haram itu memang membawa pengaruh buruk pada keluarga Milano. Kalau sampai Selena kenapa-kenapa, aku tidak akan segan-segan untuk menyakiti anak itu!!!"
Selena mengangkat wajahnya dari dekapan sang mama, "Sudah, Ma. Ini bukan salah Giselle, mungkin ini hanya kerjaan orang iseng saja,"
"Selena, kamu jangan membela anak sialan itu! Gara-gara dia dan ibunya keluarga kita hancur!" Sonia tidak bisa ngontrol emosinya setiap kali dia mengingat pengkhianatan suaminya dulu yang telah berani menikah lagi dan memberinya seorang madu.
"Diam kamu, Sonia!!!" bentak Tuan Andreas. "Jangan kamu meracuni pikiran Selena untuk membenci Giselle dan ibunya,"
Dadanya terasa sesak, Sonia melangkahkan kakinya mendekat kearah suaminya, "Memang kenyataannya iya kan, Mas? Coba kamu dulu tidak tergoda dan tidak menikahi wanita murahan itu, pasti keluarga kita masih harmonis!"
"Tutup mulutmu!" suaranya terdengar berat, Tuan Andreas menatap Sonia tajam.
Meskipun Giana sudah meninggal, namun pertengkaran hebat selalu terjadi antara Tuan Andreas dan Sonia setiap kali menyebutkan nama wanita itu.
"Selena, masuk ke kamarmu," Perintah Tuan Andreas pada Selena, suaranya sedikit melunak saat berbicara pada putrinya itu.
Selena naik ke atas kamarnya dan tidur tengkurap diatas ranjangnya, tangisnya tak kunjung mereda. Pertengkaran seperti ini sudah sering Selena dengar, hanya saja dia lebih memilih diam dan berpura-pura tidak tahu.
Suara berisik mulai terdengar dilantai bawah. Seperti biasa, setiap bertengkar Sonia selalu membanting barang-barang yang ada disekitarnya, apalagi jika pertengkaran mereka sudah mulai membahas tentang Giselle dan ibunya. Sonia merasa dikhianati, dia masih tidak terima karena telah dimadu dulu dan sangat membenci Giana.
"Aku akan membuat perhitungan dengan anak haram itu! Setiap tangis Selena, dia harus menebusnya. Cukup aku yang merasa sakit karena ibunya dulu, aku tidak terima jika putriku disakiti!!"
Tuan Andreas mengejar Sonia, menarik pergelangan tangannya kuat dan mendaratkan tamparan keras diwajah istrinya.
Plakkk...
Sonia memegangi pipinya yang terasa perih. Darahnya semakin mendidih, kemarahan Sonia memuncak.
"Kamu memukul aku demi untuk membela anak haram itu, Mas???"
"Sonia!" Tuan Andreas menunjuk wajah Sonia, "Ancaman yang diterima Selena itu bukan karena Giselle! Memang ada seseorang yang sengaja ingin membuat keluarga kita berantakan, jadi kamu jangan mudah terpancing. Jika kamu bersikap seperti ini, justru itu akan membuat orang-orang curiga jika Giselle adalah putriku, keturunan keluarga Milano!"
Tuan Andreas mencoba mengontrol emosinya, dia menarik nafas dalam-dalam dan hembuskan pelan, "Jangan bertindak bodoh, Sonia. Urusan ini biar aku yang mengurusnya, secepatnya aku akan mencari tau siapa yang sudah mengirimkan ancaman-ancaman seperti ini." Tuan Andreas bergegas pergi, meninggalkan Sonia yang masih kesal.
Sonia mengepalkan kedua tangannya, dia tetap merasa tidak terima dengan ancaman yang diterima oleh putrinya. Meskipun Giselle tidak bersalah, dia akan tetap memberi pelajaran pada putri tirinya itu.
💜
💜
💜
Giselle membuka kedua matanya, samar-samar dia melihat wajah Finn yang tengah berbaring miring disampingnya sambil menyangga kepalanya dengan satu tangan. Buru-buru Giselle bangun dan menjauhkan tubuhnya dari Finn, merapikan rambut dan pakainya yang sedikit berantakan itu. Jantungnya bahkan terpompa lebih cepat.
"Finn, apa yang kamu lakukan? Kenapa kita..." Giselle menatap ke sekelilingnya, sekarang mereka ada didalam kamar.
Finn beranjak duduk, "Tadi kamu ketiduran dimeja kerja kamu, jadi aku memindahkan kamu kesini. Apa semalam kamu tidak tidur karena menungguku? Sampai kamu ketiduran seperti tadi,"
Giselle nampak gelagapan, dia mengedarkan pandangannya ke arah lain. "Siapa bilang aku menunggu kamu, semalam aku telat tidur karena Glenn menelfonku."
Finn tersenyum tipis, sayangnya dia tidak mudah untuk dibohongi, "Benarkah? Jadi semalam kamu telefonan dengan dia? Memangnya apa yang kalian bicarakan?"
"Te-tentu saja kami membicarakan banyak hal. Aku dan Glenn akan segera bertunangan, jadi kami harus saling mengenal lebih dekat!" tegas Giselle.
"Sebaiknya kamu mengajari aku tentang pekerjaan yang harus aku kerjakan. Karena jika kamu tidak mau mengajariku, besok aku tidak akan datang ke kantor ini lagi!" imbuhnya dengan nada mengancam.
Finn menghela nafas panjang, sepertinya akibat ciuman dari Selena masih berbuntut panjang, "Pekerjaan kamu hanya membuatkan aku kopi dan membantuku membereskan berkas-berkas diatas mejaku, itu saja,"
"Baiklah, tapi sebaiknya kita tidak perlu satu ruangan. Besok aku ingin kamu memindahkan ruanganku bersama para staff yang lain,"
Finn menarik lengan Giselle, membawa tubuhnya mendekat, "Kamu ingin menghindariku?"
"Untuk apa aku menghindarimu? Tujuan kamu mengundangku datang bukankah untuk bekerja? Aku hanya ingin kamu memperlakukan aku sama seperti para staff kamu yang lain, apa salah?"
Meskipun Giselle berusaha menutupinya, namun Finn tetap bisa menangkap kesedihan dimatanya. Tujuannya membawa Giselle bekerja disana sebenarnya adalah supaya dia bisa menjaga dan memantau gadis itu setiap saat. Meskipun Tuan Andreas sudah memberinya kebebasan, namun Finn tidak yakin jika Giselle akan terlepas dari hukuman-hukuman keluarga Milano. Terlebih Giselle memiliki seorang mama tiri yang sepertinya sangat tidak menyukainya.
Drrddtt... Drrddtt...
Sebuah panggilan masuk terpampang di layar ponselnya, Finn meraih ponselnya dari atas nakas dan melihat ada panggilan masuk dari tuan Andreas. Finn menatap kearah Giselle sebelum meletakkan benda pipih itu ditelinganya.
"Ya, Om. Tumben sekali Om menelfonku, ada apa?" tanya Finn saat telefonnya sudah tersambung.
"Finn, ada hal penting yang ingin Om bicarakan denganmu. Bisa kamu datang ke kantor Om sekarang?"
...✨✨✨...
msih bisa di tahan kyaknya🤭🤭