“Aku sudah membelimu, jadi menurutlah. Patuhi semua keinginanku! Kau hanya budak di sini, tidak ada pilihan lain selain menuruti semua yang kukatakan!” Zico Archiven berkata pada seorang gadis cantik yang baru dibelinya dari tempat pelelangan.
Zico Archiven adalah seorang Tuan Muda generasi penerus dari keluarga Archiven di Italia. Dia adalah pebisnis sukses yang mempunyai beberapa usaha yang tersebar di seluruh dunia. Tak hanya jadi pebisnis sukses, dia juga menjabat sebagai ketua Mafia warisan dari sang Ayah yang sudah meninggalkannya lima tahun yang lalu.
Zico mempunyai kelainan aneh, dia tidak suka melihat wanita yang terlahir dari keluarga kaya raya. untuk itu dia mencari seorang budak untuk dijadikannya sebagai tempat pelampiasan hasr4tnya.
Bagaimana kelanjutan kisah Zico? Saat melihat gadis budaknya, Zico merasakan sesuatu yang beda. Dia seperti pernah melihat gadis tersebut. Siapakah gadis itu? Rahasia apa dibalik rasa penasarannya itu? Baca selengkapnya di sini, ya!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Neoreul, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 24 Semakin Curiga
Sudah sekitar dua jam, Aurora pingsan. Dia terbangun saat ada asisten rumah tangga yang membangunkannya.
"Nona, bangun! Sudah waktunya Anda makan. Nona!" ucap seorang wanita tua renta.
Aurora membuka matanya, dia menatap langit-langit yang dengan pandangan kabur. "Aurora memegangi kepalanya sambil menajamkan lagi pandangannya."
"Nona, Tuan meminta saya untuk membangunkan Anda. Ayo bangun, dan cepat makan. Anda harus kembali sehat lagi," kata wanita tua itu.
Aurora mencoba bangun dan duduk dengan tenang. Dia mengambil alih nampan yang diberikan oleh wanita itu. "Terima kasih, saya bisa makan sendiri."
"Jika butuh sesuatu panggil saya saja, Nona. Saya tinggal dulu, selamat menikmati."
Aurora menikmati makanannya. Dia makan dengan tenang. Meski begitu dalam pikirannya teringat dengan kode yang dikirimkannya tadi siang.
"Apa Fedric akan membuka kode tersebut? Semoga mereka bisa memecahkan sandinya. Tempat ini sangat berbahaya, banyak sekali orang yang menderita. Bagaimana bisa mereka menjaring orang dalam skala global seperti ini? Aku harus bisa menghentikannya, jangan sampai ada banyak korban lagi," batin Aurora, dia merasa sangat miris.
Saat Aurora makan, tiba-tiba Nicco masuk ke dalam kamar. Gadis itu sedikit terkejut melihat pria kejam itu berdiri dengan pakaian santainya.
"Makan yang banyak, jangan sampai kau pingsan lagi saat bekerja. Untuk hari ini, aku memuji usahamu! Bagaimana kau bisa mendapatkan target dengan mudah? Apa kau ahli dalam menggunakan perangkat IT juga?" tanya Nicco pada Aurora.
Aurora menjawab dengan santai,"Tuan, saya bukanlah se-spesial itu. Saya hanya melakukan apa yang Anda perintahkan. Saya hanya bisa bela diri saja. Itu pun saya gunakan pada seseorang yang ingin melecehkan saya."
Nicco tertawa keras, dia merasa lucu dengan sikap naif Aurora. "Kau jangan sok suci, karena aku yakin kau sudah menjadi budak se'x Zico. Jadi, apa bedanya kau dengan j@lang di jalanan sana?"
"Aku belum mendengar pergerakan darinya. Jadi, aku pikir kau tidaklah spesial baginya. Tetaplah di sini menjadi orangku, karena jika kau mempunyai keahlian yang lain, tentu saja aku akan lebih menghargaimu," lanjut Nicco secara tegas.
Aurora tersenyum manis, dia menoleh dengan penuh semangat. "Saya akan bekerja dengan baik, Tuan. Cukup beri makan yang layak, saya tidak akan mengecewakan Anda. Bagi saya, keamanan yang paling penting. Jika Anda menyiksa saya, bagaimana saya akan bekerja dengan baik?"
"Hahaha, kau benar. Selain gesit, ternyata kau cerdik juga. Ya, aku melihat kau memang tak sesederhana itu. Oke, aku akan lebih memperhatikanmu. Beristirahatlah, besok kau akan bekerja lagi di tempat yang berbeda. Ada sesuatu yang lebih besar menantimu di sana!" Nicco keluar dari kamar itu dengan penuh kekuasaan.
Aurora mengepalkan kedua tangannya. Dia sangat muak dengan Nicco yang bersikap semena-mena. "Aku akan menghancurkan mu pria kejam. Kau harus membayar mahal atas apa yang kau lakukan."
****
Keesokan harinya, Aurora sudah kembali sehat. Dia sedang sarapan dalam kamarnya. Nicco tidak memperbolehkannya untuk keluar dari ruangan.
Pelayan masuk ke dalam kamar membawa gaun dan juga alat make up yang lengkap. "Nona, silakan ganti pakaian Anda dengan ini. Setelah itu, Anda harus bermake-up untuk terlihat lebih menarik lagi."
"Baiklah, silakan letakkan saja di sana. Nanti, saya akan memakainya sendiri," ucap Aurora dengan sangat tenang.
Aurora melihat paper bag itu dengan tatapan datar. Dia mempunyai firasatnya yang buruk. "Apa yang akan direncanakan pria gila itu? Apa dia akan menjualku pada pria hidung belang?"
"Jika dia membawaku ke tempat prostitusi, aku hanya perlu menghajarnya bukan? Itu berarti aku akan keluar dari hutan ini ke tempat yang lebih terbuka di luar sana! Baiklah, aku akan ikuti dulu cara mainnya." Aurora membatin dalam hati sembari menyiapkan diri.
Selesai sarapan, Aurora segera memakai pakaian yang disediakan. Dia bermake-up dengan maksimal. Sekitar setengah jam, dia sudah siap. Saatnya keluar dari ruangan.
Sementara itu di lantai bawah, Nicco sedang menunggu kedatangan Aurora. Dia sedang bertelepon dengan seseorang. Suaranya terdengar menggelegar saat tertawa.
Aurora menuruni tangga, sesampainya di ruang tamu dia menunggu Nicco selesai mengobrol. Dia mendengar sedikit percakapan tersebut dan menyimpulkan sesuatu.
Tidak lama kemudian, Nicco mengakhiri pembicaraannya dan menoleh ke belakang. Dia terkejut saat melihat penampilan Aurora.
"Sudah lama berdiri di sini?" tanya Nicco terlihat panik.
"Satu menit yang lalu, Tuan. Saya sudah siap sejak tadi," jawab Aurora lemah lembut.
Nicco memandang penampilan Aurora dari atas ke bawah. Lagi-lagi dia terpesona dengan kecantikannya. "Jika kau siap ikutlah denganku. Apa kau siap bekerja hari ini?"
"Sudah sangat siap, Tuan. Apa pun itu asal tidak jual diri. Jika Anda akan menjual saya pada pria hidung belang, dengan tegas saya akan menolak. Saya mempunyai kriteria pria tersendiri untuk masalah intim. Jadi, saya tidak ingin melakukannya dengan sembarang orang," jawab Aurora membatasi diri.
Nicco menertawakan prinsip Aurora. Dia mendekati gadis cantik yang ada di depannya. "Kau itu hanya seorang budak. Tahukah tugas seorang budak itu apa? Menuruti kata majikannya. Apa kau berpikir akan menjadi seorang ratu di sini, yang bisa berbuat seenaknya saja? Ingat Aurora, aku tidak selembut Zico. Kau harus bisa membedakan itu. Mengerti!"
"Kau duluan ke mobil, aku ingin mencari sesuatu." Nicco memberikan perintahnya.
Aurora diam tanpa berkata lagi. Dia keluar dengan rasa benci yang mendalam. "Dasar pria gila, aku akan menghancurkanmu suatu hari nanti."
Sesampainya di luar, Aurora duduk dengan tenang. Dia menunggu kedatangan Nicco. "Cincin ini masih berfungsi tidak, ya? Jika aku keluar dari hutan ini, mungkin bisa dilacak lagi. Semoga Tuan Zico bisa membuat rencana yang matang. Aku yakin dia akan menyelamatkan ku."
Tidak lama kemudian, Nicco keluar dari rumahnya dengan membawa sesuatu. Dia tampak gagah dengan raut wajahnya yang kejam. Pria itu masuk ke dalam mobil, kemudian meninggalkan rumah menuju ke lokasi yang baru.
Benar saja, Nicco membawa Aurora keluar dari hutan. Gadis itu merasa lega karena ruang geraknya menjadi luas. Dalam diam, Aurora merencanakan sesuatu dalam otaknya.
Dia harus bisa menghubungi Zico untuk melaporkan semuanya. Saat melamun, tiba-tiba Nicco menanyakan sesuatu.
"Sebelum ikut Zico, kau bekerja sebagai apa?" tanya Nicco penasaran.
"Apa Tuan tidak menyelidiki asal usul saya? Bagaimana jika saya berbohong pada Anda?" jawab Aurora tanpa rasa takut.
Nicco melirik sinis. "Ceritakan saja, dan katakan semuanya padaku."
Aurora tersenyum, dia menjawab pertanyaan itu dengan jujur, "Saya dibeli dari tempat pelelangan manusia. Waktu itu, Tuan Zico ...."
"Jangan sebut namanya di depanku!" sahut Nicco emosi.
"Maaf Tuan. Saya lanjutkan lagi. Waktu itu, saya benar-benar lemah karena mengalami penyiksaan di sana. Ya, mereka melakukan hal kasar karena saya tidak mau menurut. Hingga saya dipilih dan dipekerjakan di sana sebagai pelayan ranjang," lanjut Aurora dengan sengaja.
Nicco tersenyum remeh, dia merasa direndahkan. "Lalu, mengapa kau menolak ajakanku? Bukankah wajahku dengannya itu sama. Apa yang membuatmu berjual mahal? Padahal kau hanya seorang budak?"
"Tuan seperti yang saya katakan tadi. Saya itu pemilih untuk urusan intim. Seumur hidup saya, hanya dengannya saya berhubungan. Saya tidak mau ada pria lain yang ...."
"Stop, aku muak mendengarnya! Aku tidak peduli dengan semua itu. Jika aku ingin, kau tidak bisa berbuat apa pun. Meski kau bisa bela diri sekalipun. Persiapkan dirimu jika hari itu tiba!" Nicco menegaskan kata-katanya.
Aurora menghela napasnya. Dia tahu maksud Nicco yang secara langsung juga tertarik dengannya. "Jangan harap kau bisa menjamahku. Pria kejam sepertimu tidak akan pernah bisa mendapatkan wanita yang sepertiku."