Lelang Perawan With Mr. Zico

Lelang Perawan With Mr. Zico

Bab 1. Gadis Lelangan

Woooo!

Keluarkan!

Keluarkan yang paling cantik lagi!

Suara teriakan dan sorakan menggema di Vaganza Ternity, tempat pelelangan budak mewah yang terkenal. Kristal-kristal dari lampu gantung bertaburan memantulkan cahaya ke wajah-wajah serakah para hadirin.

Bau parfum mahal dan keringat bercampur aduk di udara menandakan ketegangan yang mencekam. Di antara kerumunan para pebisnis dan pengusaha kaya raya itu, ada Zico Archiven. Pria tampan berusia 35 tahun dengan setelan jas mahal, berdiri tegak.

Sorot matanya menyapu ruangan penuh dengan hasrat yang terselubung di balik senyum tipisnya. Dia datang untuk sebuah tujuan yaitu membeli seorang budak perempuan untuk memuaskan keinginannya.

“Siap-siap, Tuan-Tuan!” seru seorang lelaki paruh baya dengan suara lantang dari atas panggung.

Lelaki itu adalah sang pelelang, dia mengenakan jas yang tampak sedikit kusut. Senyumnya merekah lebar pada semua orang. Dia tampak bersemangat di sana. Di belakang pria itu ada sebuah tirai merah tua yang menutupi panggung.

Tirai itu perlahan-lahan ditarik dan memperlihatkan seorang gadis muda yang berdiri tertunduk di atas mimbar. Zico mengamati gadis itu dengan seksama. Rambutnya yang hitam panjang terurai, menutupi sebagian wajahnya yang pucat. Tubuhnya kurus l, tetapi posturnya tegap menunjukkan sedikit sisa keberanian di tengah keputusasaan.

“Nomor 17,” kata sang pelelang dengan lantang. “Gadis muda yang cantik dan patuh. Harga pembuka 50.000 dolar!”

Beberapa pria langsung berseru, menawar dengan angka yang semakin tinggi. Zico masih mengamati gadis itu. Dia menilai dari setiap detail yang terlihat. Zico melihat ada seutas air mata yang mengalir di pipi gadis itu, tetapi gadis itu tetap tegar.

Tidak ada suara rintihan atau tangisan yang keluar dari bibirnya. Hanya diam menandakan keputusasaan yang dalam. Sorot matanya terlihat penuh dendam saat menatap lantai.

“Seratus ribu dolar!” teriak seorang pria berbadan besar dengan cincin berlian di jarinya. Pria itu dengan wajah sombongnya menawar gadis tersebut.

Zico mengerutkan kening, ia tidak terburu-buru. Dia ingin gadis itu, tetapi ia tidak akan terpancing oleh persaingan yang bodoh. Zico menunggu, mengamati, hingga harga tawaran mulai melambat. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk membuka harga.

“Seratus lima puluh ribu dolar!” tawar Zico dengan suaranya tenang dan tegas. Semua mata tertuju padanya.

Sang pelelang tersenyum lebar. “Seratus lima puluh ribu dolar! Ada yang menawar lebih tinggi?”

Hening. Tidak ada yang berani menyaingi tawaran Zico.

“Terjual!” seru sang pelelang.

Zico mengangguk tatapannya tetap tertuju pada gadis itu, yang kini tampak semakin putus asa. Dia tahu, gadis itu akan menjadi miliknya. Dan di balik senyum tipisnya, tersimpan rencana yang jauh lebih gelap daripada sekadar memuaskan hasrat. Zico akan memiliki gadis itu, tetapi dia juga akan menghancurkannya.

Zico turun dari tempat duduknya dengan langkah pasti dan tenang. Pesonanya memancar di bawah sorotan lampu, dan setiap langkahnya mengundang perhatian. Wajah tampan Zico dibingkai dengan rambut hitam yang disisir rapi, memancarkan aura dingin dan misterius.

Tidak ada yang mengenalnya di tempat itu. Sebuah fakta yang dia sukai dalam perjalanan bisnisnya. Akan tetapi, kunjungan singkat ke Vaganza Ternity telah menjadi prioritas. Dia membutuhkan seorang pelayan pribadi, dan gadis nomor 17 adalah pilihannya.

Di belakang panggung suasana jauh lebih suram daripada keramaian di ruang pelelangan. Bau apek dan lembap memenuhi udara, bercampur dengan aroma keringat dan ketakutan. Gadis itu berdiri di sudut ruangan, tubuhnya gemetar dengan pandangan kosong. Zico mendekatinya, mengamati lebih dekat kecantikan gadis itu di bawah cahaya redup.

Kulitnya putih bersih, kontras dengan gaun tipis yang dikenakannya. Matanya yang indah, besar dan gelap, berkaca-kaca menahan air mata. Hidungnya mancung, bibirnya merah alami seperti buah ceri yang ranum.

Zico tertegun sejenak, mengakui dalam hati bahwa pilihannya memang tepat. Kecantikan gadis itu memikat, tetapi di balik itu, Zico melihat ada sesuatu yang lebih dalam, sebuah kesedihan yang tak terucapkan.

"Siapa namamu?" tanya Zico, suaranya tenang dan berwibawa. Gadis itu hanya tertunduk, tak berani menatap mata Zico.

"Jawab aku!" perintah Zico, suaranya sedikit lebih keras.

Gadis itu tersentak, dan dengan suara gemetar, dia menjawab, "A-Aurora..."

Zico mengangguk pelan. "Aurora," ulangnya, seperti menguji nama itu di lidahnya. "Mulai hari ini, kau akan menjadi pelayan pribadiku. Patuhi setiap perintahku, dan kau akan aman."

Ancaman tersirat dalam kata-kata Zico membuat Aurora mengerti. Dia tidak berani membantah dan hanya mengangguk patuh. Zico melihat ketakutan yang terpancar dari mata Aurora, tetapi dia juga melihat sesuatu yang lain. Sesuatu itulah yang membuat Zico semakin tertarik.

Setelah menyelesaikan pembayaran dan menandatangani beberapa dokumen, Zico membawa Aurora keluar dari Vaganza Ternity. Aurora berjalan mengekor di belakangnya.

Udara malam terasa dingin di kulit. Aurora langsung melipat kedua tangan untuk menutupi lengannya yang terekspos. Zico membuka jasnya dan diberikan pada gadis tersebut.

"Masuk ke mobil, kita ke hotel," ucap Zico tegas.

Aurora hanya mengangguk patuh. Mobil berjalan meninggalkan tempat itu. Sepanjang perjalanan, Zico tidak mengucapkan sepatah kata pun. Aurora juga diam sambil melihat jalanan yang sepi.

Keheningan di antara mereka terasa berat dan dipenuhi dengan ketegangan. Aurora tidak tahu apa yang menantikannya di masa depan, tetapi dia bisa merasakan bahwa masa depannya akan sangat berbeda dari apa yang pernah dia bayangkan.

Aurora tidak bisa mengingat apa pun. Dia tidak tahu dirinya itu siapa? Hingga dirinya berakhir tragis di tempat pelelangan itu. Aurora menggenggam erat roknya. Jari-jarinya memutih karena tegang. Dia sesekali melirik Zico dari sudut matanya, mencoba untuk memahami pria yang telah membelinya ini.

"Apa yang ada di balik tatapan dingin dan misterius itu? Apakah aku akan baik-baik saja setelah ini? Apa dia akan memperlakukan ku dengan baik? Tuhan, semoga dia menjadi malaikat yang bisa menyelamatkanku," gumam Aurora dalam hati.

Beberapa menit berjalan, mobil berhenti di depan sebuah hotel mewah. Zico keluar lebih dulu. Dia memberikan perintah pada asistennya untuk mengurus Aurora.

Aurora keluar dari mobil, dia melangkah dengan hati-hati ke dalam lobi hotel yang megah. Bau parfum mahal memenuhi udara. Semuanya terasa asing dan menakutkan baginya.

"Nona mari ikut saya!" ajak Fedric asisten kepercayaan Zico.

Aurora mengangguk, dia berjalan mengikuti Fedric. Mereka sampai di tempat spa. Fedric meminta pelayan untuk memberikan perawatan terhadap Aurora.

"Nona, silakan ikut mereka. Anda harus tampil bersih jika ingin bertemu dengan Tuan. Saya akan ke sini lagi setelah Anda selesai." Fedric mengangguk sopan, dia meninggalkan Aurora sendiri.

Gadis itu diajak masuk oleh pelayan hotel. Dalam hatinya masih bertanya-tanya. Apa tugasnya sehingga diperlakukan seperti ini.

"Apa Tuan itu hanya membutuhkan tubuhku? Apa arti pelayan pribadi? Kenapa aku merasa takut dengan semua ini?" tanya Aurora dalam hati.

Terpopuler

Comments

026

026

hai kak salam kenal

2025-03-21

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!