NovelToon NovelToon
Teruji Dengan Nikmat

Teruji Dengan Nikmat

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Hamil di luar nikah / Pernikahan Kilat
Popularitas:9.6k
Nilai: 5
Nama Author: Eva Siboro

ikatan pernikahan yang pada umumnya dilakukan oleh manusia normal, adalah ikatan yang memiliki kekuatan dasar yakni tujuan dan perasaan yang sama, keterikatan seseorang dengan pernikahan tentunya sudah melalui proses yang matang dan melibatkan logika yang kuat, tidak hanya emosi semata. seseorang berani mengambil sikap untuk menikah tentunya sudah mempertimbangkan baik dan bahkan buruknya. maka aku melakukan hal yang berbeda. menikah bagiku adalah menikah. tidak ada perdebatan dan pertimbangan karena memang tidak ada yang bisa dipertimbangkan dan diperdebatkan semua seakan sudah harus dipaksa seperti itu, mengalir begitu saja. bahkan aku muallaf pun seakan berjalan begitu saja tanpa ada paksaan dan kesadaran dari diri. semua sudah seperti diskenariokan begitu, aku hanya mengikuti arahan sutradara kemana hidupku akan dibawa dan harus menerima ujian begitu saja, sampai aku harus benar - benar masuk dalam peran dan menjiwai dengan begitu nikmat.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eva Siboro, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Terpaksa karena harus

Esok hari

Aku mempersiapkan semua hal tanpa meminta bantuan Aan.

Saat sarapan selesai, aku langsung meminta ijin kepada ayah untuk pamit pulang.

Mama dan Aan terlihat diam saja.

" Sebaiknya diantar ke stasiun sama adik iparmu ya",

Ayah mengajukan suami adik iparku, yang memang mempunyai mobil pribadi.

Aku menolak karena aku harus singgah dulu di pusat pasar, tepatnya grosir buah untuk belanja buah yang akan kujual kembali nantinya.

Aku masuk ke dalam kamar serta mengangkat tas yang telah kusiapkan, sembari menggendong anak.

Aan menyusulku ke kamar, dan melihat pakaiannya telah ku letakkan diatas tempat tidur.

" Pakaianku kok dibawa?", tanyanya.

" Biar ada pakaian gantimu disini",

jawabku tanpa sedikit pun menoleh ke arahnya.

Aan memasukkan semua pakaiannya ke dalam tas, dan mengangkatnya.

Aan terlihat menyalami semua keluarga termasuk berpamitan ke nenek juga. Aku melakukan hal yang sama.

Mendapat wejangan dari semua keluarga sebelum kami berangkat, tetapi tidak dengan mama mertuaku. Dia hanya terlihat diam.

Seperti rencanaku sebelumnya, kami tidak langsung ke stasiun, tetapi belanja buah terlebih dahulu. Pusat pasar terlihat masih sangat sepi, karena mungkin masih pada merayakan lebaran.

Untungnya ada grosir buah yang tetap buka, tetapi tidak langganan yang biasa ayah pesan. Sehingga aku tetap memutuskan untuk belanja di toko yang berbeda.

Sepanjang perjalanan, Aan hanya diam dan mengikutiku saja.

************

Kami tiba dikontrakan sore hari.

Setelah membereskan semua barang bawaan, aku segera bersih - bersih dan berniat akan kerumah Kak Pin terlebih dahulu untuk mengantarkan buah tangan yang telah dititipkan ayah mertuaku.

Setelah maghrib aku memberitahu Aan.

Aan mengiyakan dan segera kami kerumah Kak Pin.

Kak pin dan suaminya berada di rumah, mereka tidak merayakan lebaran karena mereka beragama kristen, jadi mereka tidak kemana - mana.

Lain halnya dengan Kak ndut, ia dan keluarganya sedang merayakan lebaran di salah satu rumah saudaranya yang lumayan jauh, sehingga mereka bermalam.

Kak Pin basa - basi menanyakan kabar keluarga Aan, dan mulai bercerita panjang lebar sampai kemana- mana.

Malam semakin larut, aku memutuskan untuk pulang saja. Kami harus istirahat lebih cepat karena akan kembali ke rutinitas sebagai pedagang buah.

Hari berlalu semua berjalan seperti biasa, jualan makin hari makin mulai berkembang, karena masyarakat sekitar sudah mulai mengenal dan tau usaha buah kami.

Namun, Aan yang sepertinya berubah.

Setiap pagi aku harus bekerja ekstra untuk membangunkannya berangkat jualan, bahkan cenderung memaksa. Tidak jarang jadi marah - marahan hanya karena masalah bangun pagi saja.

Beberapa hari setelah kepulangan kami dari rumah orang tuanya, aku sering menemukan Aan bertelpon ria pada malam hari, yang aku ketahui bahwa itu adalah mamanya. Aku membiarkan saja begitu, karena kupikir itu adalah hal yang biasa bagiku.

Namun semakin hari semakin bertingkah saja, sama sekali tidak ada niatnya untuk berjualan.

Tak jarang kami kesiangan buka jualan, ketika keadaan pajak sunyi disitulah kami baru buka, otomatis pemasukan berkurang dan barang lebih lambat berganti dengan yang baru.

Aku harus bicara padanya, batinku.

Malam begitu putriku tidur, aku segera menyusulnya ke dapur. Biasanya dia berada disana. Aku mendekat dan duduk disampingnya.

"Sepertinya kita harus bicara serius dari hati ke hati",

Kalimat pertama yang kukeluarkan dari mulutku. Aan hanya merespon dengan melihatku sejenak kemudian mengalihkan pandangannya. Diam.

" Apa ada sesuatu yang membuatmu terganggu? sehingga banyak hal akhir - akhir ini yang terabaikan?", tanyaku.

Aan tetap diam.

Aku mulai mencoba cara yang lebih menekan agar ia bicara.

" Jika memang kamu masih ingin dirumah orangtuamu, mengapa kamu ikut pulang denganku?",

tanyaku lagi pada Aan.

" Pertanyaan bodoh!", jawabnya ketus.

Aku sedikit terperanjat ketika mendapat jawaban singkat itu.

Aku kembali berusaha untuk mengingatkan agar lebih bisa diajak kerjasama, mengingatkan kembali tentang rumahtangga dan tanggungjawabnya. Namun, aku tidak mendapatkan jawaban apapun, bahkan pergi begitu saja.

Aku segera mengejar dan tak akan membiarkannya semena - mena begini padaku.

"Jika memang kamu tidak mau dan tidak nyaman , kamu boleh kok pulang, bisa sementara atau bahkan selamanya pun tidak apa - apa. Aku tidak akan membiarkan manusia hidup bersamaku dengan terpaksa!",

ucapku begitu saja.

" Semua manusia ingin bebas dan lepas, termasuk aku juga! jangan menyia - nyiakan waktu dengan hidup bersama orang yang tidak disukai atau diinginkan. Jadi segera bertindak agar tidak lebih menyakiti lagi",

cecarku lagi.

Aan hanya mendengarkan saja, bahkan bersiap tidur.

"Yah...Ayah!!!!bisa dengar apa gak?", teriakku.

"iya..",

jawabnya dan segera membaringkan tubuhnya.

Aku kembali mempertanyakan maksud 'iya" yang keluar dari mulutnya, Aan hanya menjawab sangat - sangat irit kata, seakan setiap kata yang keluar dari mulutnya itu berbayar.

Akan seperti itu jadinya.

Seminggu setelah itu, aku merasa sudah sangat tidak bisa ditolerir lagi cara suamiku maka aku berniat untuk menceritakan kepada Kak pin.

Aku tetap ijin akan pergi kerumah kakak malam hari setelah tutup jualan, dan ternyata Aan ingin ikut juga.

Aku dan kakak bicara bahasa daerah batak, agar Aan tidak paham. Kak pin terlihat sangat kesal mendengar semua ceritaku.

" Sekarang kamu bagaimana? sanggup menghadapinya terus, kalau aku, amit - amit....bakal langsung kutinggal tanpa pikir panjang...bodoh rasanya menghabiskan waktu bersama orang seperti itu, seakan tiada kehidupan yang lebih baik dan laki- laki saja!",

ucap kakakku masih dengan bahasa batak..

" Entahlah dek....entah dosa apa yang telah kau perbuat dalam hidupmu sampai harus mendapat karma ini, lagian ya, kurasa kamu emang bodoh juga sih...harusnya kamu bisa membuat pertimbangan dalam hidupmu, apa sebenarnya yang kau cari dengan hidup seperti ini?",

Kak pin mempertanyakan hal yang persis telah kupertanyakan dalam hati akhir - akhir ini.

" Anak kak, aku hanya memikirkan putriku saja",

jawabku menahan emosi yang bergejolak.

Sementara Aan terlihat sudah tertidur.

" Pikirmu akan sangat baik jika tetap bertahan hanya karena anak? mungkin bisa jadi jika ada kebalikan rasa yang sama dari suamimu",

Aku tidak mengerti maksud ucapan kakakku.

" Artinya jika seandainya pun suamimu menikah hanya karena alasan anak, maka secara tidak langsung dia akan mengerti tanggung jawabnya. Setidaknya dia akan memikirkan kebutuhan anaknya, itu pun tidak! jika tidak karena kau yang selalu mengingatkan maka ia tidak akan bergerak",

Kakak bicara sambil tetap menahan suara agar tidak membangunkan anak -anak dan Aan.

" kerja ogah - ogahan, sifat samasekali tidak bisa ditebak, agama? parah....aah..jadi pusing pun kakak, kau itu masih muda, latar belakang pendidikan oke, mau kau sia siakan begitu saja?", cecar kakak lagi.

Aku diam sejenak sambil mulai berpikir.

Aku menjadi berpikir seandainya aku pergi merantau meninggalkan suami, terus anak aku titipkan sementara waktu bersama kakakku, sampai aku mendapatkan tempat dan pekerjaan, mungkin akan lebih baik, pikirku.

Namun aku mencoba untuk tidak mengatakannya.

Aku melihat jam dinding ternyata sudah larut, aku berniat membangunkan Aan, tetapi kakak melarangnya.

Keesokan hari kakak berniat menyuruh Aan untuk berjualan sendiri, supaya ia terbiasa.

Aku berpikir bisa untuk dicoba, mungkin jika kakak yang mengusulkan mungkin ia akan menerima walau terpaksa, dengan harapan walau terpaksa nantinya bisa menjadi kebiasaan, agar aku bisa fokus mengurus rumah dan anak.

Aku tidak sabar menunggu datangnya pagi, mau mencoba dan melihat usulan itu apakah berhasil atau tidak.

1
Vie Desta
kayaknya emng gitu kalo kluarga suami ya ampe cucupun di bedakan lucu tp bner ini ceritanya sering dialamin hahah..
Eva Siboro
mohon dukungan like dan komen ya...
Endang Yusiani
alurnya bagussss
Eva Siboro: terimakasih bu
total 1 replies
Eva Siboro
mohon bantuan dukungannya...supaya lebih semangat belajar nulisnya...
Eva Siboro
mohon bantu like dan komennya guys...biar semangat!
Ishi
Keren abis! Thor pasti punya imajinasi yg luar biasa!
Yue Sid
Kyaah, ga sabar buat lanjut!
Eva Siboro: terimakssih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!