Sherin mempunyai perasaan lebih pada Abimanyu, pria yang di kenalnya sejak masuk kuliah.
Sherin tak pantang menyerah meski Abi sama sekali tidak pernah menganggap Sherin sebagai wanita yang spesial di dalam hidupnya.
Hingga suatu ketika, perjuangan Sherin itu harus terhenti ketika Abi ternyata mencintai sahabat Sherin sendiri, yaitu Ana.
Lalu bagaimana kisah mereka setelah beberapa tahun berlalu, Abi datang lagi dalam kehidupannya sebagai salah satu kreditor di perusahaan Sherin sedangkan Sherin sendiri sudah mempunyai pria lain di hatinya??
Apa masih ada rasa yang tertinggal di hati Sherin untuk Abi??
"Apa sudah tidak ada lagi rasa cinta yang tertinggal di hati mu untuk ku??" Abimanyu...
"Tidak!! Yang ada hanya rasa penyesalan karena pernah mencintaimu" Sherina Mahesa....
Lalu, bagaimana jika Abi baru menyadari perasaanya pada Sherin ketika Sherin bukan lagi wanita yang selalu menatapnya dengan penuh cinta??
Apa Abi akan mendapatkan cinta Sherin lagi??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Berakhir
Ramon turun dari kamarnya dengan keadaan yang berantakan. Dasi belum tersimpul dengan rapi, kemeja yang belum di masukkan ke dalam celananya, juga jas yang hanya dia gantung di lengan tangannya.
Dia sudah terlambat berangkat ke kantor karena Sena tidak membangunkannya sama sekali. Wanita itu juga tidak menyiapkan baju kerjanya seperti biasa.
Sejak Ramon sering memaksa Sena untuk melayaninya dengan kasar, Sena tampak berubah. Wanita yang biasanya selalu melayani Ramon dengan sepenuh hati, kini terlihat acuh dan dingin.
Ramon yang selama tiga tahun ini bergantung pada Sena untuk segala keperluannya kini menjadi kelimpungan sendiri.
Perut Ramon yang tidak terisi apapun sejak tadi malam membawanya ke meja makan. Cacingnya sudah mengamuk minta di beri makan. Tak mungkin juga dia memimpin rapat dengan keadaan perut kosong.
Mata tajamnya itu menangkap sosok istrinya yang sedang duduk manis menikmati sarapannya. Kehadiran Ramon di sana bahkan sama sekali tak mengusik Sena sedikitpun.
Padahal dari dulu Sena akan menyambut ramon dengan senyum manisnya, lalu melayani Ramon di meja makan. Membuatkan teh hangat, menyiapkan makanan ke dalam piringnya.
"Kenapa kau tidak membangunkan ku?? Kau juga tidak menyiapkan bajuku" Tanya Ramon sambil memasukkan kemejanya ke dalam celananya. Tapi diamnya Sena membuat Ramon berdecak. Apalagi Ramon melihat tidak ada makanan lain di meja makan selain makana di hadapan Sena, itupun sudah hampir habis di makan wanita itu sendiri.
"Sarapan ku mana Sena??"
Tapi Sena tetap membisu, dan itu membuat Ramon mulai naik pitam. Keadaannya yang lapar, serta hampir telat ke kantor semakin membuat amarah Ramon memuncak.
"Sena!! Jawablah ketika suamimu bertanya!!"
Sena mengangkat wajahnya, hingga Ramon bisa melihat wajah yang selalu cantik meski tanpa sentuhan make up itu.
"Suami?? Sejak kapan Mas Ramon menganggap aku istrimu??"
Ramon tercengang, istrinya yang biasanya selalu bertutur kata lembut, menatapnya teduh, selalu tersenyum walaupun Ramon membentaknya berkali-kali, kini berubah drastis.
Sena begitu berani menatap tajam mata Ramon. Tak sedikitpun senyuman mengembang di bibir merah muda itu.
"Untuk apa aku harus melakukan semua itu?? Lagipula apa yang aku lakukan tidak pernah ada harganya di mata mu. Sia-sia saja aku melakukan hal bodoh seperti itu selama tiga tahun"
Lagi-lagi Ramon di buat bungkam oleh Sena. Pria itu masih terlalu terkejut dengan perubahan Sena itu hingga tak bisa berkata-kata.
Sena memang sudah tidak mau lagi menjadi wanita yang mengemis cinta pada pria seperti Ramon. Meski tak dapat di pungkiri cintanya masih begitu dalam pada pria itu. Tapi dia sudah memutuskan untuk tidak lagi peduli dengan suaminya itu.
Jika Ramon tidak mau menceraikannya, biar Sena yang menjauh dari Ramon. Mungkin dengan cara itu, Ramon akan menyadari kehadirannya, atau mungkin juga Ramon menyetujui permintaannya untuk bercerai, itu juga lebih baik menurut Sena.
Cinta tak harus selalu memiliki, biarlah cintanya pada Ramon berhenti sampai di sini jika mereka memang harus berpisah. Biarlah Ramon bahagia bersama kekasihnya.
Ramon meraih pergelangan Sena ketika Sena sudah berjalan melewatinya.
"Apa maksud mu melakukan semua ini?? Apa ini aksi memberontak mu??" Ramon berdesis di samping Sena.
"Kalau iya kenapa??" Sena tak gentar sama sekali.
"Apa tujuan mu?? Apa kau ingin membuat aku merasa kehilangan mu begitu?? Kau pikir aku tidak bisa melakukan semuanya sendiri??" Separuh dari rencana Sena bisa di tebak oleh Ramon.
"Jangan salah Sena, aku bahkan akan semakin membencimu!! Aku benci j*lang yang pura-pura baik dan polos seperti mu!!"
Mati-matian Sena menahan sesak di dalam dadanya. Sebisa mungkin menahan diri agar tidak runtuh di hadapan Ramon.
"Bagus kalai begitu, teruslah benci aku kalau perlu ceraikan aku sekalian!! Akan ku berikan semua hartaku kepadamu sebagai kompensasi perpisahan kita" Suara Sena sudah bergetar karena kemarahan yang memuncak dari dalam hatinya.
"Aku tidak butuh semua itu. Aku lebih baik hidup melarat daripada harus hidup dengan suami kejam sepertimu!!"
Ramon membelalak karena keberanian Sena membalas setiap ucapannya. Ramon sampai berpikir jika wanita di hadapannya itu bukanlah Sena istrinya.
"Kalau dulu aku selalu berdoa kepada Tuhan untuk membukakan sedikit ruang di hati mu untukku, tapi sekarang aku berharap kalau Tuhan akan menghapuskan nama mu di hatiku!!"
Deg.....
Sena merasakan cengkeraman di tangannya mengendur, itu memberikan kesempatan pada Sena untuk menghentakkan tangan Ramon hingga tangannya terlepas.
Ramon bahkan tak menghentikan Sena lagi. Dia masih terdiam membeku karena sesuatu yang begitu berat dan menyakitkan tepat mengenai hatinya.
*
*
*
Sementara itu, Abi yang merasa kurang enak badan karena kehujanan kemarin, semakin di buat pusing karena kehadiran Ana di kantornya.
"Mau apa kamu di sini?? Ini hari senin, hari paling sibuk bagi seorang karyawan. Tapi kenapa kamu bebas berkeliaran seperti ini?? Aku jadi memikirkan omongan Anjas kemarin" Sinis Abi pada wanita yang ternyata bermuka dua itu.
Abi selama ini terlalu sibuk dengan pekerjaannya sampai tidak terlalu tau bagaimana pekerjaan Ana selama ini. Yang ia tau hanya Ana bekerja di perusahaan retail itu sebagai seorang manager pemasaran. Lebih jauhnya Abi tidak tau lagi.
"Abi, aku datang ke sini tentu ingin ketemu sama kamu. Dari kemarin kamu diemin aku terus. Kamu malah milih pulang sama Sherin ketimbang aku calon istri kamu sendiri"
Abi menatap Ana tak suka saat Ana menyebutnya sebagai calon istrinya.
"Kalau maslaah kerjaan, aku kan udah bilang Bi kalau aku bisa mengerjakan pekerjaan ku di mana saja. Orang-orang di kantorku juga melakukan hal yang sama kok" Ana mulai membela dirinya.
"Abi, aku mohon percaya sama aku. Dari dulu juga hubungan kita baik-baik aja. Sampai akhirnya wanita itu datang dan buat hubungan kita kaya gini. Aku udah punya firasat kalau dia punya niat nggak baik sama kita Bi. Dia pasti mau balas dendam dan merebut kamu dari aku Bi"
Abi mengambil undangan yang di berikan Sherin tadi malam, lalu melemparnya ke hadapan Ana.
"Baca itu dan hilangkan pikiran buruk mu pada Sherin"
Aba terkejut membaca nama yang tercantum di kartu undangan itu. Sherin akan menjadi milik salah satu pemilik perusahaan besar di Indonesia.
"Aku jadi semakin yakin kalau dari dulu kamu yang manipulatif Ana!!"
"Apa maksud kamu Abi?? Kamu kenal aku dari dulu. Kamu tau sendiri aku kaya gimana"
"Itu karena kamu berhasil membuat ku percaya dengan kebohongan mu!! Apa yang kamu tunjukkan di hadapanku selama ini itu palsu!!"
"Kamu tega banget sama aku Bi. Hanya karena membela Sherin, kamu sampai menuduhku seperti itu" Ana tertunduk dalam, air mata andalannya mulai turun membasahi pipinya.
"Ana, sepertinya sudah cukup bagiku untuk memikirkan kemana arah hubungan kita sejak semalam" Abi menatap Ana dalam. Wanita yang entah sebenarnya dia cintai atau merasa nyaman hanya karena bernasib sama dengannya saja.
"Jangan katakan apapun Bi, aku mohon" Ana sepertinya tau apa yang ingin di katakan Abi.
"Aku rasa kamu sudah bisa menebaknya Ana. Maaf karena aku tidak bisa menepati janjiku untuk menikahi mu. Mulai sekarang, hubungan kita berakhir. Kita putus" Abi mengatakannya dengan begitu yakin tanpa adanya keraguan sedikitpun
"A-apa??"
bukan mcm kmu bermuka dua🤭🤭