Karena Fitnah Ibu Mertua ku, rumah tangga ku berantakan. Dia tega memfitnah dan menghadirkan orang ketiga di dalam rumah tangga ku.
Aku tak tahu, kenapa ibu mertua jadi kejam seperti ini, bahkan bukannya dia yang meminta agar aku dan Mas Doni segera menikah.
Ada apa ini?
Bagaimana nasib rumah tangga ku?
Siapa yang akan bertahan, aku atau ibu mertua ku?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Meylani Putri Putti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Persalinan
Waktu terus berlalu, usia kandungan Sindy sudah menginjak sembilan bulan.
Sindy merapikan pakaiannya dan memasukkannya ke dalam tas . Besok adalah hari taksiran persalinannya, jadi hari ini mereka bermaksud untuk memeriksakan diri ke dokter kandungan.
"Sudah siap Sin?" tanya Bu Anita yang menghampiri kamar Sindy.
"Sudah Bu."
"Ayo, ayah sudah siapkan mobil."
Pak Bramantyo membawa barang-barang Sindy.
Mereka pun berangkat dengan suasana hati yang bahagia karena sebentar lagi mereka segera memiliki cucu.
"Kamu gak usah banyak mikir ya Sin, fokus saja sama kelahiran kamu."
"Iya Bu, Sindy sudah mencoba untuk rileks kok."
Sesampainya di rumah sakit,
pak Bramantyo dan keluarga turun dari mobil menghampiri lobby pendaftaran.
Tak sengaja mereka melihat Doni dan Bu Misye yang juga berada kursi tunggu antrian.
"Eh itu kan Doni dan ibunya," ucap pak Bramantyo.
Saat itu Doni dan Bu Misye juga sedang mendaftar praktek dokter saraf dan menunggu di bagian pendaftaran.
Doni juga tak sengaja menoleh ke arah Sindy yang perutnya sudah sangat membuncit.
'Sindy, apakah dia mau melahirkan di sini,' batin Doni.
Doni menguatkan hatinya untuk menghampiri Sindy dan keluarganya.
"Ma, sebentar ya."
"Iya Doni."
Bu Anita dan pak Bramantyo mengamati Doni yang berjalan menghampirinya.
Doni mengulurkan tangannya mencium punggung tangan keduanya.
Bu Anita dan Pak Bramantyo coba untuk tak terbawa perasaan saat itu. Dia pun menanggapi Doni dengan santai.
"Ibu mu kenapa Doni?" tanya pak Bramantyo.
"Kena stroke Yah, jadi harus kontrol dokter syaraf."
Doni menoleh ke arah Sindy yang hanya menundukkan wajahnya.
Ingin rasanya Doni memeluk Sindy dan menjelaskan kesalahpahaman yang terjadi.
Sementara Sindy dia sengaja membuang mukanya. Perasaannya masih terasa sakit, meski dia tak lagi berharap pada Doni.
"Nyonya Sindy!" suara panggilan di bagian admistrasi.
Sindy langsung menghampiri loket administrasi.
"Persalinan secara normal atau caesar Bu?"
"Normal saja."
"Oke, silahkan masuk ke ruang pemeriksaan ya. Nanti setelah dari ruang pemeriksaan baru suster akan mengantar di ruang perawatan."
Doni mendengar ucapan kasir tersebut.
Benarlah, jika Sindy akan melahirkan.
"Ayo Bu, kita sudah di tunggu di ruang pemeriksaan."
Tanpa menyapa Doni terlebih dahulu, Sindy berlalu begitu saja tanpa sepatah kata pun. Membuat Doni merasakan perasaan bersalah.
"Sindy tunggu!" panggil Doni.
Sindy terus saja berlalu tanpa menoleh sedikitpun ke arah Doni begitupun kedua orang tua Sindy.
Doni kembali menghampiri Bu Misye, beberapa saat kemudian Bu Misye dipanggil oleh dokter spesialis saraf.
Setelah konsultasi dengan dokter syaraf Doni membawa Bu Misye pulang ke rumah.
"Ma, Sindy akan melahirkan, aku mau melihat dia, bagaimanapun anak yang ada di kandungan Sindy itu adalah anak aku Ma."
"Doni, tapi kenapa kamu masih mau urusi mereka. Ayah Sindy sudah berbuat jahat sama kita, kamu gak boleh deket-deket mereka lagi."
Bu Misye takut kebohongan selama ini terbongkar, Doni bisa saja marah besar jika tahu apa sesungguh yang terjadi. Bisa-bisa Doni akan membenci dirinya.
"Tapi Ma, aku juga ingin melihat anak itu, setelah itu aku akan pergi."
Bu Misye masih memikirkan cara bagaimana agar Doni tidak jadi berangkat.
"Ayo kita ke kamar Mama ya."
Doni mendorong kursi roda Bu Misye masuk ke kamar.
"Ayo Ma, mama turun dari kursi roda, beristirahatlah."
Setelah membawa Bu Misye tidur di atas ranjang Doni langsung pergi meninggalkan kamar tersebut.
Seperti biasanya Bu Misye akan melakukan segala cara agar putranya itu tak jadi berangkat.
"Doni jangan pergi! mama takut Doni. Doni mama takut Doni!"
Bruk …Bu Misye sengaja menggeser posisinya agar jatuh di lantai.
"Mama!" Doni menoleh ke arah Bu Misye.
Dia mengangkat kembali Bu Misye.
"Doni jangan tinggalkan mama Doni, mama takut, hiks hiks."
Bu Misye memohon kepada Doni berkali kali. Akhirnya Doni membatalkan kepergiannya di sore itu.
***
Besok harinya, pagi-pagi sekali Doni sudah pergi ke luar rumah. Dia tak mau lagi ada drama yang menahan kepergiannya.
Urusan Bu Misye, dia titipkan pada salah satu asisten rumah tangga.
Sementara Viola tak tahu menahu jika Doni mengunjungi rumah sakit untuk melihat proses persalinan sang mantan istri.
***
Sejak tadi malam Sindy merasakan sakit perut yang luar biasa.
Sudah berjam-jam dia menahan rasa sakit.
Keringat yang keluar di wajah Sindy sebesar jagung.
"Aduh Bu, sakit sekali," keluh Sindy.
"Iya Nak, memang begitulah proses persalinan secara normal."
"Akh! Sakit sekali!" Sindy
"Dokter apa masih lama?" tanya Bu Anita.
Dokter spesialis kebidanan kembali mem VT Sindy.
"Pembukaan sudah sempurna!"
Tak berapa lama Sindy merasakan perutnya yang kembali terasa seperti di remas remas dan di putar.
Brus…
Air ketuban pun pecah.
Semua bersiap untuk membantu persalinan Sindy.
***
Setibanya di rumah sakit Doni langsung mencari keberada Sindy. Dia menghampiri kamar perawatan Sindy tapi tak menemukannya.
Menurut keterangan suster, Sindy saat itu berada di ruang persalinan.
Doni mencari ruang persalinan dan menemukan pak Bramantyo yang sepertinya sedang resah menunggu.
"Yah, apa Sindy sudah melahirkan?' tanya Doni yang tampak kikuk karena mengira Bramantyo adalah ayah biologisnya.
"Sepertinya sedang proses," sahut Bramantyo.
Keduanya tak banyak bicara bahkan tak bicara sepatah katapun setelah itu.
Oek ..oek ..tiba-tiba dari ruang persalinan terdengar suara lantang tangis bayi, kegelisahan di hati mereka pun memudar.
'Alhamdulillah," ucap pak Bramantyo dan Doni hampir bersamaan.
Selang dua puluh menit kemudian pintu ruangan persalinan terbuka.
"Pak Bramantyo!" panggil suster.
Pak Bramantyo segera menghampiri suster.
"Ada apa suster?" tanya pak Bramantyo.
"Anda diminta untuk masuk," ucap suster
Dengan senyum sumringah Bramantyo langsung masuk ke ruangan itu.
Kreak pintu kembali di kunci.
Doni menatap ke arah pintu ruang persalinan.
Dia memang tak boleh masuk, meski sangat ingin bertemu dengan anaknya, karena dia bukan lagi bagian keluarga itu.
Bahkan Doni tak tahu jenis kelamin bayinya yang baru saja lahir.
Setelah satu jam berikutnya barulah ruangan tersebut kembali terbuka.
Saat itu Bu Anita keluar dengan menggendong seorang bayi.
Doni buru-buru menghampiri Bu Anita.
"Bu anak Doni perempuan atau laki-laki?" tanya Doni.
'Perempuan."
"Apa boleh Doni gendong?" tanya Doni.
"Boleh, tapi sebentar saja ya," ucap Bu Anita sambil menyodorkan bayi tersebut.
Doni mencium bayi mungil itu dengan bola mata yang berembun.
Baru beberapa kali menciumnya, Bu Anita mengambil kembali bayi tersebut karena akan dibawa ke ruang perawatan bersama Sindy.
Sindy didorong dari ruang persalinan dengan tempat tidurnya.
Dia melihat ke arah Doni kemudian membuang wajahnya seperti tak ingin memandang sang mantan suami yang telah membuat hidupnya menderita.
Doni mengikuti kemana suster membawa Sindy. Ketika berada di ruang perawatan Sindy, Bu Anita kembali menutup pintu.
"Maaf Doni kamu gak boleh masuk ya, saat ini Sindy harus istirahat," ucap Bu Anita menahan langkah kaki Doni.
Doni sadar diri dia bukan lagi bagian dari keluarga itu, bahkan selama ini dia tak pernah menemui Sindy dan memberikan nafkah untuk buah hatinya itu.
Doni melihat dari kaca pintu betapa bahagianya mereka menimang bayi perempuan itu.
Entah masih penasaran atau masih ingin memeluk bayinya Doni masih menunggu di luar ruang perawatan. Menunggu kesempatan untuk bisa menggendong sang buah hati.
Beberapa saat kemudian Bu Anita keluar dari ruangan tersebut menemui Doni.
"Doni kamu bersedia kan untuk melakukan tes uji perbandingan DNA antara kamu Sindy dan juga anak kalian,agar semuanya jelas," ucap Bu Anita.
"Bersedia Bu."
"Ya sudah, ayo kita ke laboratorium. Sampel air liur anak kalian sudah diambil begitupun dengan Sindy. Tinggal DNA kamu saja," ucap Bu Anita lagi.
Bu Anita dan Doni langsung menuju laboratorium. Disana mereka langsung melakukan uji perbandingan DNA dan hasilnya akan di ketahui dalam dua hari lagi.
Bu Anita dan Doni berjalan beriringan.
"Don, saya minta kamu lakukan uji tes DNA bukan untuk memberikan kesempatan bagi kamu untuk mendekati Sindy lagi dan cucu saya lagi, karena kamu mencampakkan dan menceraikan Sindy jadi tidak ada tuntut menuntut setelah itu, kami pun tak pernah menuntut hak kami. Tes DNA dilakukan hanya untuk mengungkapkan siapa yang berbohong dan siapa yang berkata jujur," pungkas Bu Anita.
Bu Anita pun berlalu meninggalkan Doni yang terdiam menatapnya.
sungguh mantap sekali ✌️🌹🌹🌹
terus lah berkarya dan sehat selalu 😘😘
tahniah buat kehamilan mu Ainun
tahniah Ainun