Mohon untuk tidak membaca novel ini saat bulan puasa, terutama disiang hari. Malam hari, silahkan mampir jika berkenan.
Season1
Nadira Safitri Kasim. Siswi Kelas XII yang terjebak pernikahan dini. Pertemuan yang tak disengaja dan faktor ekonomi sehingga ia harus menikah di usia yang terbilang muda. Namun pernikahan itu hanyalah sebatas kontrak, yang di mana ia akan menyandang status janda apabila kekasih suaminya telah kembali. Saat kekasih suaminya telah kembali, Nadira sudah terlanjur jatuh cinta pada suaminya.
Apakah Nadira akan menjadi janda di usia mudahnya?
Apakah mereka akan hidup bersama?
Season 2
Tidak semua orang memiliki kepintaran atau pemahaman yang cepat, dan hal itu terjadi pada Marsya. Marsya selalu dikatai bodoh oleh teman dan guru-gurunya.
Deva, saudara kembar Marsya meminta ayah dan ibunya untuk membawa Marsya ke Jerman. Seminggu sebelum kepergian Marsya, Marsya mendapat masalah hingga membuatnya terjebak dalam pernikahan dini.
Mari simak ceritnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Asni J Kasim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Awal Tanpa Cinta. Episode 32
Jerman/Malam Hari
Terdengar bunyi petir menggelegar di penjuru Kota Jerman. Kilatan cahaya memperlihatkan wajah manis Kaira yang kini merenung meratapi kehidupan yang harus dia lalui. Penyakit yang tak kunjung sembuh membuatnya hampir putus asah. Tangan mungil Kaira memeluk lututnya, kepalanya ia sandarkan pada kedua lutut yang kini menyatuh.
"Tuhan, izinkan aku hidup bahagia. Izinkan aku membahagiakannya. Aku mohon," batin Kaira disela sela tangisnya. Hujan semakin deras, Kaira semakin mempererat pelukannya dengan tangis yang semakin menjadi-jadi.
"Sayang, apa yang kamu lakukan di situ?" tanya Angga menghampiri Kaira.
Kaira mengangkat wajahnya, menatap lekat pria yang kini menghampirinya. "Anggap" panggil Kaira lalu memeluk Angga dan menangis dalam pelukan pria itu. "Maafkan aku" kata Kaira sesegukan.
"Aku sudah memaafkanmu sejak dulu, jangan menangis lagi" kata Angga seraya menyeka air mata Kaira.
"Ayo makan, kamu harus minum obat." Angga menuntun Kaira ke sofa dan mulai menyuapi Kaira.
Kaira menatap Angga lekat. "Apa kamu menyukaiku?" tanya Kaira.
Angga yang baru saja menyodorkan satu sendok makan dibuat kaget dengan pertanyaan Kaira. "Kamu tahu betul, Kaira. Kamu orang pertama yang mengetahui perasaanku padamu" jelas Angga.
"Kapan kamu akan menikahiku?" tanya Kaira Lagi.
"Apa kamu sudah siap?" Angga balik bertanya.
Kaira mengangguk, menandakan bahwa ia sudah siap untuk menikah.
"Sayang, aku ingin kamu menerimaku atas dasar cinta. Jika niatmu menerimaku karena kasihan padaku, aku rela menunggu cinta itu hadir dalam dirimu. Aku siap menunggu, jangan paksakan jika kamu belum memberiku ruang dalam hatimu" jelas Angga.
"Aku berani bersumpah, aku menerimamu karena cinta dan aku ingin hidup bersamamu kini dan selamanya" jelas Kaira bersungu sunggu.
Uhuk uhuk...
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Angga dengan panik saat melihat Kaira memuntahkan darah.
Uhuk uhuk...
Kaira kembali mengeluarkan darah dari mulutnya. Dengan cepat, Angga mengangkat tubuh Kaira, membawanya masuk ke dalam mobil. Mobil meleset pergi menuju jalan raya. Hujan deras tak membuat Angga diam, ia terus melajukan mobilnya menuju rumah sakit.
"Kamu harus kuat, sebentar lagi kita sampai!" ujar Angga dengan panik. Namun, ia berusaha untuk tetap bersikap santai.
Kaira lemas dan sangat pucat, tangannya dingin dan gemetar. "Sayang, aku tidak mampu lagi." Kaira menatap Angga.
Angga yang melihat Kaira pucat membuatnya hawatir. "Kamu harus kuat," pinta Angga dengan mata yang kini mulai memerah.
Angga dan Kaira sampai di rumah sakit. Para petugas medis datang membawa Kaira masuk dalam rumah sakit. Dokter mulai berdatangan untuk menangani Kaira, sedangkan Angga, Pria itu duduk terpaku di kursi tepat di depan ruangan.
"Tuhan, jangan bawa dia pergi dariku," ucapnya dengan mengusap wajahnya. "Aku belum membahagiakannya, aku ingin melihatnya tersenyum. Izinkan aku membahagiakannya." batin Angga, menunduk memandangi lantai rumah sakit.
"Bagaimana keadaan Kaira, Dok?" tanya Angga dengan panik.
"Anda bisa menjenguknya sekarang" terang Dokter Mikel.
Dengan segera Angga membuka pintu kamar Kaira. Senyum palsu kembali tercipta untuk menutupi kesedihannya. Namun, sepitar pintarnya Angga menutupi kesedihannya Kaira tetap dapat mengetahuinya.
"Sayang." Angga memanggil Kaira saat duduk di kursi tepat disamping Kaira sambil memegang tangan Kaira dengan lembut.
"Jangan sedih, aku baik-baik saja." Kaira menatap Angga dengan senyum.
"Cepat sembuh, aku ingin mengajakmu ke suatu tempat" ujar Angga tersenyum sembari mengelur kepala Kaira.
-----
London
"Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Rafik pada Rian.
Rian mengerutkan keningnya. "Harusnya aku yang bertanya. Apa yang kamu lakukan di sini?" tanya Rian.
"Sayang, kamu kenal, Rian?" tanya Lestari pada putra angkatnya.
"Dia temanku yang dulu aku ceritain ke Ibu. Teman yang selalu mengejek aku saat di sekolah!" kata Rafik dengan kesal.
"Hahahahahaha, tenyata otakmu masih encer juga ya. Aku kira kamu sudah lupa!" ujar Rian tertawa.
"Ayo masuk," Rian mengajak Rafik dan mertuanya untuk masuk.
"Tunggu!!" seru Rafik. "Jangan bilang kamu suami Nadira!"
"Menurutmu!" balas Rian dengan senyum mengejek.
Di ruang keluarga
"Sayang, bagaimana bisa kamu mengenal si berengsek itu?" tanya Rafik pada adiknya saat mereka sedang duduk diruang keluarga.
"Jaga ucapanmu!" seru Rian dengan geram mendengar kata brengsek untuknya.
"Santai bro, jangan panas." Rafik tersenyum kecut.
"Panjang ceritanya, Kak." Nadira tersenyum malu, ia tidak ingin menceritakan kisah pertemuannya dengan suaminya.
"Oh ya, Rian. Melani kirim salam untuk kamu" kata Rafik dengan senyum mengembang namun memiliki tujuan tertentu.
Nadira menatap suaminya, meminta penjelasan padanya. Rian yang mendapatkan tatapan membunuh membuatnya bergidik.
"Apa kamu sengaja?" tanya Rian pada Rafik.
"Hahaha, aku mengatakan yang sebenarnya. Jika kamu tidak percaya kamu bisa menghubunginya di group" jelas Rafik.
"Melani itu siapa?" tanya Nadira menahan emosinya.
"Dia wanita yang pernah mengisi hati suami kamu saat SMP dulu," jelas Rafik sambil menatap Rian.
"Jangan percaya padanya. Dia suka jail itu sebabnya aku sering mengejeknya!" terang Rian.
"Melani ada di Kota ini, Rian. Aku tidak membohongimu," kata Rafik.
"Apa urusannya denganku!" ketus Rian.
Nadira mulai kesal melihat kakak dan suaminya selalu membahas Melani. Tanpa pamit Nadira berdiri berjalan menuju dapur.
"Ini karena ulahmu!!" celetuk Rian.
"Hahahaha," tawa Rafik pecah.
Di Meja makan...
Terdengar tawa Rafik dan Rian. Lestari hanya bisa menggeleng kepala menyaksikan anak dan menantunya. Nadira menatap suaminya dengan menahan amarah. Rasa cemburu membuatnya tak dapat mengontrol emosinya.
"Melani terus!!" Nadira bangkit dari duduknya berlalu meninggalkan suami, Ibu dan kakaknya.
-----
Siang berganti malam, pagi mulai menyapa. Terdengar nyanyian dari arah dapur. Nadira, memasak makanan kesukaan suaminya. Aroma masakan dari arah dapur membuat Rian terbangun dari tidurnya. Dengan segera, Rian menggeser bedcover lalu turun dari ranjang.
"Harumnya" ujar Rian saat mendapati istrinya di dapur.
"Sayang, coba cicipi" pintah Nadira sambil menyodorkan sendok yang berisi makanan yang baru saja matang dan siap dicicipi.
"Hmmm, enak" kata Rian saat mencicipi masakan istrinya.
Nadira menyajikan makanan di atas meja. "Sayang, cepat mandi! Aku sudah siapkan pakaian kerja untukmu."
"Iya, sayang" jawab Rian kemudian berlalu pergi menaiki anak tangga menuju kamarnya.
Nadira kembali pada aktivitasnya begitupun dengan Rian. Selang beberapa menit, Rian keluar dari kamar mandi dan bersiap-siap. Setelah selesai, iapun turun menghampiri istrinya di meja makan.
"Sayang" panggil Rian.
"Iya" balas Nadira.
Tok tok tok... terdengar ketukan pintu dari ruang utama, Nadira menatap suaminya.
Rian menaikan kedua bahunya saat Nadira menatapnya. "Biar aku saja yang buka" ujar Rian lalu berdiri, berjalan menuju ruang utama, tangannya perlahan meraih handle pintu.
Cek--lek... (Pintu terbuka lebar)
"Apa yang kamu lakukan sepagi ini?" tanya Rian.
.
.
.
.
Bersambung.
Modus Lu Yan