NovelToon NovelToon
Menikah Dengan Dosen Pengganti

Menikah Dengan Dosen Pengganti

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Dosen
Popularitas:52.9k
Nilai: 5
Nama Author: Mawar Merah

Nayla adalah mahasiswa yang ingin kuliah dengan baik, tanpa ada hambatan apapun. Urusan cinta, tidak dipikirkan sebelum kuliahnya selesai. Annisa memiliki sifat yang sedikit sembrono dan pelupa. Tidak ada pikiran sebelumnya jika dia akhirnya bisa menikah dengan kakaknya sendiri. Hingga terbongkarnya sebuah kenyataan merubah tatanan kehidupannya termasuk rumah tangga yang baru seumur jagung.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mawar Merah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

pengakuan

#Bukan_Rumah_Tangga_Impian 1

*Berkunjung ke Kampus*

Minggu adalah hari libur, waktu yang digunakan bersama keluarga tapi tidak denganku. Aku harus menyelesaikan data yang tidak ada habisnya. Namaku Alya, aku bekerja di salah satu kantor dinas yang ada di kota. Aku tinggal menumpang di kos kosan milik temanku. Temanku kerja di sebuah rumah makan. Di tempat kerja, sudah disiapkan kontrakan untuk pegawai tapi dia memili nge kos, walaupun jarang ditempati. Akhirnya akulah yang menjadi penghuninya saat ini. Namun, aku juga mengerti beban sesama pekerja bagaimana? Jadi, aku memilih membayar setengah dari biaya kosnya. Sebenarnya, ada keluarga yang nawarin untuk tinggal di rumahnya, tapi aku sungkan karena mereka orang kaya.

Aku meraih handphone diatas meja, tujuanku untuk mendengarkan murotal agar otakku encer kembali. Namun, ada chat yang mengganggu penglihatanku.

"Assalamu'alaikum, Alya, ibu kirimkan data tambahan untuk kebutuhan laporan. Tolong datanya diolah, ya, sesuaikan dengan data kemarin." Tulis ibu Ros dalam pesannya.

"Nah, kan, mengganggu penglihatan." Ucapku setelah membaca isi pesan dari ibu Ros, salah satu karyawan di kantor tempatku bekerja.

Sebelum melihat data yang dikirim oleh ibu Ros, aku memilih mencari sarapan dulu. Takutnya, nanti tidak nafsu makan jika data yang dikirimkan merusak saraf lagi. Aku mengatakan merusak saraf, karena biasanya data yang dikirimkan tidak jelas. Entah tulisannya yang tidak jelas, atau angkanya yang tidak sesuai. Aku sudah menanyakan pada ibu Ros, tapi beliau juga kurang paham. Jadilah, aku harus memutar otak.

"Pagi, bude." Sapaku pada penjual makanan di lorongku.

"Pagi, nak. Nasi putih pakai ikan, Tampa sambel." Tebak penjual makanan yang aku panggil dengan sebutan bude karena dia orang Jawa.

Aku senyum ketika dia sudah menebak apa yang akan aku pesan. Dia sudah hafal betul yang ku inginkan karena hampir setiap hari aku beli makanan di warungnya. Aku memilih warungnya karena porsi yang dijualnya sangat banyak, bisa dua kali makan juga harganya tidak membuat dompet menangis. Bude juga sangat ramah pada semua pelanggan, sehingga warungnya selalu rame.

"Sekarang ikan mahal ya." Bude mengajakku ngobrol, sambil menyiapkan pesananku.

"Iya, bude. Mungkin karena terang bulan kali ya?"

"Iya kali. Ini pesanannya, nak." Bude menyerahkan kantong kresek berisikan makanan pesananku.

"Ini, bude." Aku mengeluarkan uang 20 ribu.

"Oke, kembali dua ribu ya, nak." Ucapnya ketika melihat uang yang aku berikan padanya.

Ya, harga makanan satu porsi hanya 18 ribu, tapi porsinya banyak. Selain nasinya banyak, sudah ada tahu, tempe, sayur, ikan, mie juga kerupuk sebagai lauknya.

"Ini kembaliannya, nak."

"Terima kasih, bude."

Aku menerima kembalian uangku lalu pulang untuk menyantap masakan bude.

Sebenarnya, aku orangnya rajin masak, tapi jika ada teman. Kalau hanya sendiri, aku memilih membeli makanan diluar. Bukannya boros, tapi jika memasak, aku tidak selera makan.

"Tok...tok...tok..,"

"Alya?"

Baru saja aku membuka kresek, sudah ada yang mengetuk pintu.

"Iya, kamu, Mita?" Tanyaku, padahal, dari suaranya aku sudah tau itu pasti Mita.

"Iya, open the door." Jawabnya sok Inggris.

Begitulah dia, kalau sama teman dekatnya.

Aku bergegas membuka pintu.

"Huh, lama!" Keluhnya ketika dia masuk.

"Harusnya, besok saja ya, aku bukain. Biar terkabul tuh kata-katamu."

"Ha..ha..ha, kan biar ada unsur hiperbolanya gitu." Ucapnya sambil tertawa.

"Kamu sudah makan? Nih, aku bawa nasi kuning." Dia mengangkat kresek yang bertengger di tangan kanannya.

"Baru saja mau makan, tapi diganggu. Padahal, aku sudah baca doa makan. Eh, malah buka pintu dulu. Harusnya, setelah baca doa ya makan." Candaku.

Aku melanjutkan kegiatanku yang sempat tertunda. Kami makan bersama. Disela-sela makan, dia membahas soal rencanaku yang akan menikah setelah kontrak kerja selesai. Dia menyayangkan aku yang tidak memperpanjang kontrak, padahal kerjaan bagus, gajinya juga lumayan.

"Gimana rencanamu bulan depan? Jadi juga kamu pulang kampung?" Tanya Mita.

"Iya." Jawabku.

"Sayang banget ya, Al. Kamu tidak takut, nanti setelah nikah malah tida bahagia?"

Mita adalah orang ke tiga yang tau soal rencana pernikahanku.

"Sebenarnya, aku juga takut, Mit. Aku belum ada niat mau nikah sekarang. Aku rencananya, nikah tahun depan saja saat umurku 25 tahun. Tapi, ya mau bagaimana lagi? Orang tuaku tidak setuju." Aku menundukkan kepala. Aku tidak bisa membayangkan kehidupanku setelah menikah nanti bagaimana.

"Kamu jelaskan baik-baik dulu sama orang tuamu, siapa tau mereka ngerti. Lagian, apa kamu sudah move on sama Rangga?"

"Sudah, Mit. Tapi tetap saja orang tuaku tidak berubah pikiran. Mungkin, mamaku mau melampiaskan rasa kecewanya sama orang tuanya Rangga. Soal Rangga, aku akan berusaha melupakannya. Kamu tau kan, bagaimana keras orang tuanya menentang hubungan kami?" Aku kembali teringat dengan Rangga. Sosok yang ku sayang. Dia juga sangat menyayangiku.

"Apa tidak ada jalan lain lagi selain pisah?" Mita masih belum puas perihal kandasnya hubunganku dengan Rangga.

"Tidak ada, Mit. Tidak mungkin kan, kami menentang orang tua? Dia sosok yang sangat sayang sama orang tuanya. Dia tidak mau membuat orang tuanya kecewa. begitu juga dengan aku. Kamu tau, kan, bagaimana sayangku sama kedua orang tuaku? Aku ikhlas melepas Rangga, demi kebahagian semua pihak. Sebenarnya, aku masih mencintainya, tapi aku tau, kami tidak ditakdirkan bersama. Hah! Jadi mewek lagi kan? Kamu, sih, Mit." Aku menghapus air mata yang entah sejak kapan membasahi pipi.

"Ya, maaf. Kan aku cuman nanya. Air matamu saja yang tidak kuat bertahan, akhirnya memilih keluar." Mita berusaha mencairkan suasana.

"Benar sih, nih air mata suka sekali keluar. Dia gerah kali ya, didalam? Ha..ha..ha.." aku menanggapi candaan Mita.

"Heh, jangan tertawa. Aku takut melihatmu begitu, Al. Aku tau kamu lagi sakit banget. Aku tau kamu lagi nyembunyiin luka hatimu. Kamu bisa menyembunyikannya di depan banyak orang, tapi tidak di depanku. Bukan satu dua hari saja aku bersamamu Al, tapi sudah 5 tahun aku bersamamu. Aku tau kapan kamu sedih, kapan kamu bahagia. Jadi, jangan sok kuat di depanku. Menangis saja, luapkan isi hatimu."

Seketika tangisku pecah. Aku tidak bisa menahan air mataku lagi. Aku menangisi takdir yang mempermainkan ku.

"Kenapa Tuhan tidak adil, Mit? Kenapa dia menghadirkan rasa cinta dan sayang ini pada Rangga yang jelas-jelas bukan jodohku? Kenapa aku harus berada pada posisi ini? Apa dosaku terlalu besar hingga tuhan menghukumku seperti ini? Aku sayang sama orang tuaku, Mit. Aku juga sayang sama Rangga, aku belum bisa lupain Rangga. Aku tidak tau caranya menghapus Rangga dari ingatanku. Aku tau aku salah, harusnya aku tidak mencintai Rangga sebesar ini. Tapi aku tidak tau akan seperti ini. Aku tidak tau jika Rangga dan aku tidak bisa menyatu. Kenapa harus ada adat? Kenapa? Tuhan kami sama, tapi kenapa aku tidak memikirkan soal adat? Aku bodoh banget ya, Mit? Bodoh banget. Hiks"

"Sudahlah, Alya. Jangan menyalakan dirimu. Siapa tau, ini adalah cara Tuhan agar kamu lebih kuat. Sekarang tenangkan dirimu, yang sudah terjadi biarlah berlalu. Sekarang mari fokus pada masa depan. Berdoalah semoga pilihan orang tuamu adalah orang yang tepat. Tidak ada orang tua yang akan menjerumuskan anaknya. Jadi percayalah pilihan orang tuamu adalah yang terbaik. Jadi, sekarang kamu mandi, kita jalan-jalan ke pasar daripada kamu menyendiri di kos."

Inilah yang aku suka dari Mita. Jika lagi sedih, dia akan membiarkan aku menangis, memberikan motivasi, dan akhirnya mengajak jalan agar tidak suntuk.

Aku menemani Mita ke pasar dan ikut ke tempat kerjanya. Padahal, kerjaanku dari kantor sudah menumpuk tapi menyegarkan pikiran saat ini lebih utama.

"Pagi, kak." Aku menyapa bos tempat Mita kerja.

Aku memang sering ke tempat Mita, jadi aku sudah kenal bosnya Mita ditambah karyawan disini kebanyakan dari teman-teman kuliahku.

"Mit, aku ngapain nih? Ada yang bisa ku bantu?" tanyaku pada Mita yang sedang membereskan belanjaan.

"Kamu istrahat saja di kamar. Baca novel kek, atau dengarin musik sambil tiduran."

"Ya elah, yang ada, aku malah tambah pusing. Sama saja kan, aku di kos kalau cuman di kamar aja?" aku tidak setuju dengan saran Mita.

"Serius mau bantu?" Mita seakan tidak yakin dengan tawaranku mau membantunya sebelum para karyawan lain datang.

"Ya Allah, Mir. Emang aku pernah bohong?" aku gemas dengan Mita.

"Ya sudah, bantu kupas bawang merah."

"Oke, kebetulan lagi butuh alasan buat nangis. Ha..ha..ha." aku meraih pisau dan kresek berisikan bawang merah.

"Dasar, Alya. Tapi aku emang sengaja mau buat kamu puas nangis."

Kami tertawa dengan keras, seolah hanya kami penghuni kontrakan ini.

"Lagi tertawai apa sih, kayanya seru banget?" Sang bos menghampiri kami.

"Kak Krisna, mau tau aja urusan cewek." Mita menjawab kekepoan bosnya, sementara aku mulai mengupas bawang.

Sesekali aku mengusap air mata juga menarik air hidung agar tidak ikut-ikutan turun.

Berada di tempat ini bisa melupakan masalah yang tengah aku hadapi. Mungkin, sebagian orang akan menganggap masalahku masalah sepele. Tapi tidak denganku. Aku merasa hancur ketika harus melepas Rangga disaat kami masih saling mencintai. Rangga juga sama hancurnya denganku. Bahkan, dia juga enggan untuk pulang kampung. Kami memang tidak bertengkar seperti kebanyakan orang saat akan mengakhiri hubungan, tapi cara ini justru menyakiti hati kami masing-masing.

Kami masih saling bertukar kabar, tapi tidak seperti sebelum kami mengetahui bahwa hubungan kami tidak bisa dilanjutkan. Sekarang, hanya sekedar menanyakan kabar dan saling mendoakan yang terbaik.

***

"Wow, alumni masuk kampus. Mau ngapain nih? Bawa laptop lagi." teriak teman-temanku ketika aku memasuki sekret tempat kami biasa ngumpul saat kuliah.

"Biasa, mau pamer kalau sudah alumni." candaku pada mereka.

"Sombong banget kamu, Alya. Kalau sudah kerja, bagus. Ini, alumni tapi nganggur disombongkan. Ha..ha..ha" Bram mengejek sambil tertawa.

Mereka memang tidak tahu kalau aku sudah kerja. Hanya teman-teman dekatku yang tau, itupun karena mereka sering bersamaku.

"Lah, daripada 5 tahun kuliah tapi belum lulus?" aku membalikkan ejekan mereka.

"Tega kamu, Al. Masa menghina teman sampai segitunya. Tidak berakhlak kamu." Bram memasang mode ngambek.

"Sengaja! Biar kalian semangat untuk cepat lulus. Ha..ha..ha."

Kami memang selalu begini jika lagi ngumpul. Tapi, tidak ada satupun yang tersinggung dengan kalimat-kalimat yang dilontarkan walaupun itu kalimat kasar sekalipun karena kami sudah terbiasa.

Aku keluar ruangan untuk menemui mas somai langgananku juga langganan para mahasiswa lain.

"Pagi, mas!" sapaku pada mas somai.

"Eh, Alya. Sudah lama tidak ketemu, Al. Mas kira sudah nikah."

"Lagi tunggu jodoh, mas."

"Jodoh itu, dicari, Al, bukan ditunggu."

"Kan aku cewek, mas."

"Daripada bahas jodoh, mendingan ambilin minum, mas. Jangan ada esnya ya."

"Oke, mbak Alya."

Aku memang sudah kenal dengan mas somai yang sering mangkal di pelantaran kampus itu. Dia ramah dan mudah bergaul dengan mahasiswa sehingga banyak mahasiswa yang dekat dengannya. Bahkan, dia juga sudah menjadi pelanggan beberapa dosen pecinta somai.

Saat sedang menikmati somai, tiba-tiba ada telpon dari ibu. Aku membiarkannya saja karena aku sudah menebak apa yang akan ibu bahas.

"Itu, kok HP nya di anggurin, Al." ucap mas somai.

"Biarin, mas. Lagi makan juga."

Sekali lagi HP ku bunyi dan masih dari ibu. Tiga kali ibu menelpon, barulah aku menjawab. Bukannya apa, aku hanya lagi malas bahas jodoh apalagi saat ini aku lagi di kampus.

"Assalamu'alaikum, Bu." sapaku ketika telpon dari ibu sudah aku angkat.

"Wa'alaikumsalam, kamu sibuk, Alya?"

"Alya, lagi di kampus, Bu. Ada apa?"

"Kamu tidak ke kantor? Kerjaanku sudah kelar?" tanya ibu.

"Tidak, Bu. Besok baru Alya ke kantor. Hari ini, Alya kerja dari kos."

"Ya sudah, kamu yang semangat ya kerjanya, biar cepat selesai. Oh iya, kemarin, Radit bantuin itu di rumah." ibu mulai lagi menyebut nama Radit.

"Oh, ya, Bu. Emang dia ngapain di rumah, Bu?" aku berusaha biasa saja, takut ibu terisnggung jika aku menjawab dengan jutek.

Setau ibu, aku sudah menerima Radit, pilihannya.

"Dia bantuin ibu masang jendela. Dia anaknya baik ya, rajin juga. Orangnya juga sopan." ucap ibu menyanjung Radit.

"Iya, Bu. Radit memang gitu orangnya. Bukan hanya sama ibu, tapi juga sama orang lain."

Sebenarnya, aku malas membahas orang itu. Tapi, demi menjaga hati ibu, aku rela melakukannya.

"Itu makanya ibusetuju kamu sama dia. Ibu yakin, kamu bisa bahagia sama Radit. Daripada sama Rangga yang jelas-jelas orang tuanya menentang. Lagian, Radit juga kerjaannya jelas. Orangnya tidak merokok, rajin ibadah juga. Daripada nanti kamu dapatnya orang yang suka minum? Ibu tidak mau."

Ibu menasehatiku untuk bisa menerima Radit dengan ikhlas.

"Iya, Bu. Alya juga mau menerima Radit. Oh, iya, Bu. Sudah dulu ya, Alya mau pulang ke kos." aku ingin mengakhiri percakapan dengan ibu tanpa menyinggung perasaannya.

"Oh, iya, hati-hati ya."

"Iya, Bu. Assalamu'alaikum."

"Wa'alaikumsalam."

Aku menutup telpon dari ibu lalu kembali ke sekret untuk mengambil tas. Setelah percakapan dengan ibu, aku memilih untuk pulang saja ke kos. Bukan pulang untuk kerja, tapi untuk tidur. Rasanya kepalaku berat, mungkin terlalu banyak yang dipikirkan. Sebelum tidur, aku mengirim chat pada Rangga. Chat yang hanya menanyakan kabar, namun balasan dari Rangga diluar dugaan. Dia terang-terangan menolak untuk berhubungan denganku lagi.

"Ya sudahlah, mungkin ini yang terbaik." ucapku lalu merebahkan diri. Aku akan tidur, dan berharap yang terjadi padaku hanyalah mimpi belaka.

1
❤pitriani🐈‍⬛
judulnya dosen kok gak ada dosennya 🤣🤣🤣
Sumayyah Humairah
knapa ceritanya melomoat lompat
Sumayyah Humairah
lanjut siee
Sumayyah Humairah
apakah yg terjadi kpd anissa
merry jen
AP isi suratyy...pnsrannnn ...pdhll BKN slhh nisaa nmyy org pyn kkrggnn mau gmn lgg BKN mau y Nisa juga x pyn kkrgann pelupa cerobohh....Veri cpt atau lmbtt kmu jg bklnn nyesalll dan Nisa kmu pergi jauh ajj dr hdp verii buat suamii BKN kmu dkt hatii bgtuu nuduh km pembnhn adkyy...jgn cpt mau rujukk wlpun tamaty kmu bklnn rujk SM verii ... berkarir dluu
Ratinah ningsih: annisa dn veri d fizzo judulnya ap kak?
Mawar Merah: oke... selamat membaca.
total 5 replies
merry jen
mngkin Tgu Anisa pergi Dr hdpy Veri be Veri sdrr klo yg dialami adiky itu takdirr dr tuhann ....
Istiqomah
kok g up thor
Mawar Merah: aku udah up lagi, kak. tinggal tunggu di review.🙏
total 1 replies
Mawar Merah
bagus
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!