Seorang gadis yang menikah dengan seorang Ustadz paling populer di pesantren nya, Dia begitu tidak menyukai dengan pernikahnya itu di karenakan ia masih belum ingin membina rumah tangga, dialah Siti Maura Mubarokah, yang lebih akrab di sapa Sima, singakatan dari Siti Maura.
Akan kah dia bisa ikhlas menjalani dan menerima pernikahanya, atau kah dia memilih mangakhiri saja hubungan pernikahan nya itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Shuci Icuz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Memastikan
"Assalamualaikum," ucap Bejo di depan pintu rumah Ustadz Zainal, ia mencoba untuk membuka pintunya tetapi ternyata telah terkunci, pasti Paman dan Bibi sedang ada di luar, Bejo meraih kunci serep yang selalu ia bawa kemanapun, lalu membuka sendiri pintu rumah Pamannya.
"Eh, kamu punya kunci gandanya Mas, kalau ada yang lihat nih ya, bisa di kira maling loh kita." Ungakap Maura yang sedari tadi celingak celinguk memantau keadaan.
Maura merasa takut jka ada yang melihat dirinya bersama Ustadz Bejo, pasti akan menjadi heboh.
"Tenang aja sepi kok, gak akan ada yang lihat, toh kalaupun ada yang lihat, juga gak papa kita kan sudah sah secara agama dan negara, lagi pula mana ada maling secantik dan seganteng saya dan kamu," ucap Bejo ngelawak.
"Heh, lupa sekarang maling tuh tampangnya ganteng ganteng loh Mas, apa lagi maling uang rakyat, bajunya aja kantoran, mulutnya manis, janji janjinya bertebaran kek daun jatuh, jatuh doang gak ada gunanya, hanya jadi sampah, itu tuh para koruptor." Kata Maura panjang kali lebar.
Bejo tersenyum mendengar pernyataan dari istrinya yang menjurus pada pejabat yang korupsi.
"Bisa aja kamu Dek, udah buruan masuk tar ada yang lihat kamu salahin aku." Bejo mendorong Maura masuk lebih dulu, baru dia masuk dan menutup pintu.
Di dalam rumah Bejo langsung meletakkan semua barangnya, kemudian mengambil air minum untuk di teguknya menghilangkan rasa dahaga Bejo menyodortkan segelas air kepada Maura juga tapi Maura menolaknya.
"Mas, aku langsung ya ke Asrama ya, takut nanti kesorean malah banyak santri yang keluar untuk lihat pasar malamnya, kan kebiasaan tuh kalau acara Haul pasti ada pasar malam di sepanjang jalan, dan para santri deperbolehkan keluar." Terang Maura seraya mengambil tas yang memang sudah sengaja ia sisihkan untuk dirinya sendiri.
"Aku antar ya," ucap Bejo yang langsung mendapat picingan mata dari Maura.
"Kayaknya kamu bohong deh pas bilang mau lindungin aku." Todong Maura.
"Eh, kok gitu, gak lah mana ada saya bohong, serius aku mau jaga kamu seumur hidupku."
"Kalau begitu, tetap disini jangan ngikutin aku, apa lagi terang terangan mau anter ke asrama. No no no." Maura menggerakkan telunjuknya kekanan dan kekiri memberi peringatan agar Bejo tidak bertindak.
"Baiklah, kalau begitu peluk saya dulu." Pinta Bejo yang membuat Maura berhenti dari niatnya untuk melangkah keluar.
"Peluk Saya, atau mau saya antar?" Bejo memberikan dua pilihan yang sungguh sulit Maura lakukan.
"Sabar Ra, dia suami mu, kamu sudah setuju untuk memulai hubungan, meski kesal gegara dia seperti orang mesum yang dikit dikit minta cium dan peluk, setidaknya dia mau menuruti permintaanmu untuk menyembnyikan setatus pernikahan ini." Betin Maura yang berbicara sendiri si dalam hati.
Maura berbalik dan tersenyum pada Bejo saat melihat Bejo telah merentangkan tanganya meminta untuk segera di peluk.
"Dasar, Bayi besar," gumam Maura yang tidak di dengar oleh Bejo.
Bejo tersenyum melihat Maura berjalan mendekati dirinya kemudian masuk dalam pelukannya.
Bejo merasa sangat berat untuk melepas kepergian Maura, ada sedikit ketidak relaan membiarkan Maura jauh darinya, tetapi ia harus bagaimana lagi, ini keputusan Maura yang menginginkan semuanya di tutupi, agar tidak ada yang membully dirinya.
"Jaga baik baik dirimu, kalau ada apa apa langsung hubungi aku, ya." Pesan Bejo disela pelukanya.
Maura merasa menghangat hatinya mendapat pesan dari Bejo seperti seorang ayah, yang mau melepas kepergian putrinya, Maura menganggukkan kepalanya.
"Sudh boleh pergi?" tanya Maura yang merasa Bejo tidak akan melepas pelukannya.
"Hem." hanya deheman yang keluar dari mulut Bejo.
Kemudian perlahan melepas pelukannya lalu mengecup kening Maura cukup lama juga.
setelah sesi berpamitan yang dramatis, padahal Maura bukanya mau pergi jauh hanya pergi ke asraam tetapi Bejo begitu Lebay tidak mau melepaskan sang iatri.
Maura pergi melewati pintu Belakang. Dengan mata yang melirik kanan kiri untuk waspada, ia memasuki gang sempit dimana jalur itu lebih dekat menuju Asrama.
Didalam rumah, Bejo langsung membereskan barang barangnya, menyimpanya dengan rapi agar Paman dan bibinya tidak melihat ruamh yang berantakan.
Lima belas Menit kemudian ada seseorang yang mengetuk pintu. Bejo keluar dengan wajah yang basah karena habtia mengambil air wudhu.
"Eh, Ustadz Rahmat ada apa kok kesini, cari paman kah?" tanya Bejo setalah tau jika Ustadz rahmat yang menjadi tamunya.
"Tidak, aku hanya mau menemui kamu, tadi aku melihat kamu pulang dengan seorang perempuan, siapa dia, apakah dia saudara kamu?" tanya Rahmat dengan wajah yang penuh curiga.
"Hah, seorang perempuan?" tanya Bejo yang terlihat kaget.
"Iya, apa dia saudara kamu?" tanya Rahmat lagi.
"Saya pulang sendiri kok Ustadz, tidak membawa siapa siapa, mungkin ustadz salah lihat." Jawab Bejo setenag mungkin.
"Kamu pikir mata saya sudah rusak sampai saya tidak bisa membedakan mana orang sungguhan dan bukan," ucap Rahmat seraya memicingkan matanya.
"Bukan begitu Ustadz, kalau memang anda tidak percaya, silahkan periksa disini hanya ada saya saja, Paman dan Bibi sedang keluar, saya bisa masuk karena punya kunci serepnya. Mari." Bejo memersilahkan Rahmat masuk untuk memeriksa rumah Pamannya, agar Rahmat bisa membuktikan apakah dirinya berbohong atau tidak.
Rahmat langsung masuk, dan melihat kondisi rumah sangat sepi, ada satu koper yang tadi di bawa Bejo dan satu tas berukuran kecil yang tadi di bawa bejo juga, masih tergeletak di depan TV, Bejo memang belum sempat memasukkan baju baju itu karena berniat mau shalat Dhuhur terleboh dahulu.
"Bagaimana Ustadz, hanya saya sendiri kan disini, saya tidak tau kenapa anda berpikiran begitu. Sebenarnya anda melihat siapa?" tanya Bejo yang ingin tau apakah benar Rahmat melihat Maura bersamanya tadi.
"Iya, saya tadi sperti melihat anda bersama Maura, gadis yang mau saya jadikan iatri." Terang Rahmat yang membuat Bejo panas di dalam hati.
"Jadi dia melihat wajah Siti, enak saja dia bilang mau jadikan istri, kalau bukan demi Siti, sudah ku tinju mulutnya yang sembarangan sebut istri orang untuk di jadikan istrinya." Batin Bejo kesal.
"Tapi saya sungguh datang sendiri Ustadz, anda juga melihat sendiri tidak ada siapapun disini." Bohong Bejo.
"Maaf, mungkin memang benar saya salah lihat. Maaf kan aku." Rahmat menepuk pundak Bejo sembari memberikan senyuman yang terlihat lega. mengetahui dirinya salah melihat.
Pasalnya tadi dirinya sudah sangat emosi, melihat Maura dan Bejo berjalan seperti seorang suami istri, sebenarnya Rahmat yakin bahwa tadi ia melihat Maura, tetapi setelah memastikan jika tidak ada siapaun di rumah Bejo rasa panas di dalam hatinya pun hilang.
Rahmat berpikir mungkin karena ia merasa rindu pada gadis itu sebab sudah satu mingguan tidak melihatnya di kampus.
"Kalau begitu saya pamit dulu, Asaalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab Bejo.
"Em, Ustad Rahmat nagapain kesini, Jo?" tanya Ustadz Zainal yang baru saja tiba bersama istrinya bertepatan dengan Ustadz Rahmat keluar.
"Ah tidak apa apa Paman hanya tanya kabar saja, malihat aku sudah pulang," jawab Bejo berbohong.
"Loh kok sepi dimana Maura, kamu gak pulang bersama dia?" tanya Bik Aisyah yang tengah menggendong anaknya yang sedang tidur.
"Sini berikan Fikri sama aku." Ustdaz bejo mengambil alih anaknya untuk di tidurkan di kasur.
"Hei, Bejo jawab Bibik mana Maura?" tanya Bibiknya sekali lagi.
"Maura sudah balik ke Asrama Bik, dia bilang ingin cepat istirahat diasana."
"Pletak." sebuah sentilan mendarat di jidat Bejo.
"Sakit Bik." Keluh Bejo seraya mengusap usap keningnya yang terasa panas.
"Lagian Aku tidak habis pikir sama kamu, punya istru kok malah dibiarkan pergi, tahan dulu suruh istirahat disini dulu, begitu ck. kamu ini." Aisyah menggeleng gelengkan kepalanya melihat sikap keponakanya itu.
Bejo hanya diam, malahan Bejo merasa lega, karena Maura sudah pergi ke asrama jika belum, akan menjadi perang duani ke tiga tadi, jika Rahmat mengetahui jika Maura itu adalah istrinya.