Siapa bilang menjadi sugar baby itu enak?.
Bergelimang kemewahan, bisa membeli tas mahal, perhiasan dan gadget terbaru dengan mudah. Bisa memiliki apartemen dan mobil seharga milyaran, segampang membalikkan telapak tangan.
Lea Michella dan teman-temannya, menempuh jalur instan agar bisa hidup enak. Mereka rela menjual kehormatan demi mengumpulkan pundi-pundi uang.
Namun ternyata, kehidupan sugar baby tak seindah dan semudah yang sering diceritakan oleh penulis di novel-novel online. Nyatanya ada banyak hal serius yang harus mereka hadapi.
Sanggupkah mereka bertahan atas pilihan yang mereka ambil?. Ikuti saja kisah ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pratiwi Devyara, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pesta
"Nanti disana, kamu jangan malu-maluin." ujar Daniel.
"Emangnya saya malu-maluin, om?" tanya Lea pada Daniel.
Nyaris saja Daniel menjawab, "iya". Namun terhalang kepentingan. Ia tidak ingin Lea ngambek dan pada akhirnya tak jadi mengikuti rencana yang telah dipersiapkan.
"Kamu disana nanti, jangan panggil saya om. Panggil Dan, Den pake E."
"Ok om Dan. Eh, Dan. Hehe."
Daniel makin mempercepat laju kendaraannya.
"Kamu jangan bersikap kayak anak kecil, nanti. Kalau ngeliat sesuatu yang membuat kamu takjub, nggak usah bereaksi berlebihan. Biasa aja, ngerti nggak?"
"Iya om."
"Bersikap layaknya perempuan dewasa, nggak usah sibuk-sibuk insta story. Segala mau difoto dan dimasukkan ke sosial media. Jangan alay."
"Iya om."
"Awas ya kalau kamu malu-maluin."
"Beres, om. Yang penting 10 juta nya jangan PHP."
Daniel tak menjawab. Ia terus memacu kendaraannya, hingga mereka kini tiba di halaman parkir gedung. Tempat dimana acara Sam dilangsungkan. Daniel menelpon Richard dan Ellio, ternyata mereka semua sudah ada didalam.
"Lo masuk aja, bro." ujar Richard pada Daniel di telepon.
"Ya udah, tunggu gue. Mereka ada nggak?" tanya Daniel mempertanyakan perihal ayahnya dan Grace.
"Gue ngeliat Grace doang, bapak lo nggak ada."
"Serius?" tanya Daniel.
"Serius." jawab Richard.
Entah mengapa, mendadak Daniel berubah pikiran. Ia rasanya ingin sekali menyuruh Lea segera pulang.
Berhubung ayahnya tidak ada, mengapa tidak ia gunakan saja kesempatan ini untuk berbicara banyak pada Grace. Pikir pria itu.
Ia ingin mengorek keterangan, apakah Grace benar-benar merasa bahagia menjadi istri dari ayahnya. Atau selama ini ia hanya bersikap palsu, demi menyakiti hati Daniel semata. Ia juga ingin mengetahui apakah Grace masih mencintainya atau tidak.
Jujur sebenarnya Daniel amat sangat yakin, bahwa Grace juga masih mencintai dan sangat merindukannya, kalau ada kesempatan seperti ini. Mungkin yang paling diinginkan oleh Grace, adalah bertemu dengannya.
"E, Lea. Kamu pulang aja ya, naik taxi."
Lea terkejut mendengar pernyataan tersebut.
"Loh, kenapa om?. Om berubah pikiran?" tanya Lea.
"E..."
Daniel tak tau harus mengeluarkan alasan apa, saat ini ia hanya ingin berdua dengan Grace. Agar bisa leluasa membicarakan tentang mereka.
"Saya, mau berbicara banyak dengan mantan saya." ujar Daniel jujur.
"Istri dari kakek-kakek, yang hampir jadi sugar daddy saya itu." tanya Lea.
"Koq kamu tau?" tanya Daniel heran.
"Ya ngapain waktu itu om bela-belain naik ke panggung, dan belain istrinya si kakek tua. Kalau om nggak ada hubungan apa-apa sama istrinya. Bukan saudara om juga kan?. Tempo hari saya sempet nanya, apa om punya saudara. Om jawab, om anak tunggal. Ya apalagi kalau saudara bukan, pasti mantan om kan?"
Daniel menghela nafas. Dua hari yang lalu ada sempat Lea kepo pada kehidupan pribadinya. Gadis itu mempertanyakan apakah Daniel memiliki saudara. Daniel jawab jika ia anak tunggal, lalu Lea bertanya lagi perihal orang tua pria itu.
Namun Daniel mengatakan jika ia tak begitu nyaman membicarakan keluarganya, maka dari itu Lea berhenti mempertanyakan hal tersebut.
"Dia mantan saya dan saya perlu bicara sama dia."
Lea terdiam ternyata dugaannya tidak salah.
"Ya terserah om, sih. Itu hak om. Yang jelas 10 jutanya udah nggak bisa batal, udah sampe sini." ujar Lea.
Mereka kini memang tengah berada di lobi parkir gedung, tempat dimana resepsi pernikahan Sam berlangsung.
"Ya sudah, nanti saya kasih uangnya. Kamu pulang naik taxi aja."
"Ok." ujar Lea.
Gadis itu santai saja, karena memang ia tak memiliki perasaan apapun terhadap Daniel. Jadi ia menganggap hal ini, hanyalah sebuah pekerjaan yang batal. Meskipun honornya tidak bisa dibatalkan.
"Lumayan, dapat 10 juta tanpa harus kerja." pikir Lea.
"Ini ongkosnya." ujar Daniel memberikan uang sebesar 500 ribu rupiah.
"Nih om-om ok juga ya. Ngasih ongkos, uang jajan, nggak pernah sedikit. Bingung kadang, dia ini kerjanya apa ya?" gumam Lea.
"Ya udah om, kalau gitu saya balik dulu." ujar Lea membuka pintu mobil.
"Taxi nya udah pesen?" tanya Daniel.
"Nyetop aja disitu nanti." jawab Lea.
"Ok." ujar Daniel.
"Oh ya om, sorry agak ikut campur. Kalau misalkan tujuan om ketemu mantan om itu, cuma buat mengemis cinta, pengen tau dia masih cinta apa nggak, nyesel apa nggak."
Daniel terhenyak, Lea seakan mengetahui isi kepala pria itu.
"Itu artinya om nggak punya harga diri." lanjut Lea lagi.
"Walau apapun alasannya, kalau dia udah berani memutuskan menikah sama orang lain. Itu artinya, dia udah menganggap om nggak begitu penting."
Lea keluar dari dalam mobil dan berjalan ke dekat pemberhentian taxi. Daniel terpaku sejenak di dalam mobilnya, memikirkan apa yang barusan diucapkan bocah itu. Tak lama ia pun masuk ke dalam gedung.
Sementara Lea sibuk menunggu taxi, namun sejak tadi taxi yang melintas selalu berisi penumpang.
"Mana sih yang kosong?" gerutunya sambil terus memperhatikan jalan.
Ia masih berdiri walau banyak pengendara motor yang memperhatikan dirinya. Karena ia cukup sexy malam itu. Ia sendiri tak membawa jaket dan Daniel tak cukup peka, terhadap keselamatan gadis itu.
Yang ada di otak Daniel hanyalah Grace, Grace dan Grace. Segalanya untuk Grace, apapun yang ia lakukan demi Grace. Daniel benar-benar telah dimakan oleh cinta buta, terhadap istri dari ayahnya tersebut. Lea melihat ada taxi kosong dari kejauhan, namun tiba-tiba ia merasa ingin ke toilet.
"Duh, pengen berak lagi gue." ujarnya kemudian.
Makin lama perutnya makin sakit.
"Kalau gue paksain naik taxi, bisa-bisa keringet dingin nih sepanjang perjalanan." lanjutnya lagi.
Lea pun memutuskan masuk ke dalam gedung resepsi, dan mencari dimana letak toilet. Sementara didalam Daniel tengah melangkah ke suatu arah, tempat dimana Grace tengah berdiri sambil menikmati kudapan.
Ia telah melupakan segenap harga diri yang ia miliki, karena selama ini dirinya sangatlah merindukan Grace. Di kesempatan kali ini, mumpung ayahnya sedang tidak ada. Ia ingin berada dekat dengan wanita itu.
"Hai Grace."
Seorang wanita lainnya mendekati Grace, ketika Daniel belum lagi sampai ke dekat wanita itu. Daniel ada di belakang Grace.
"Lo udah nikah sama Daniel?" tanya wanita itu pada Grace. Grace pun tertawa.
"Bukanlah, sama orang lain gue nikah." ujar Grace seraya tertawa kecil.
"Loh, sama Daniel kenapa?"
"Ya, panjang deh ceritanya. Intinya Daniel itu egois, maunya keinginan dia aja yang diturutin. Dia nggak jelas mau nikahin gue apa nggak, nggak mau punya anak juga."
"Duh sama dong kejadiannya. Cowok gue yang lama juga gitu, nggak mau punya anak. Ya gue tinggalin aja, cari yang lain. Sekarang gue lagi program buat punya anak."
"Sama yang baru?"
"Iya dong."
Sejenak kedua wanita itu tertawa lepas.
"Selamat ya." ujar Grace kemudian.
"Tapi Daniel nggak apa-apa, lo tinggalin?"
"Duh, bodo amat gue. Bukan urusan gue lagi, nggak peduli gue. Sekarang mau fokus aja sama anak gue."
Bak dihantam batu besar, Daniel mendadak terpaku di tempatnya. Tak disangkanya Grace akan mengatakan hal seperti itu tentang dirinya, terlebih didepan orang lain. Semangat Daniel yang tadinya menggebu-gebu, kini seolah redup begitu saja.
Ia yang nyaris tiba ke tempat Grace, kini berbalik. Ia teringat ucapan Lea tadi didalam mobil.
"Lea." gumamnya kemudian.
Mendadak Daniel ingat pada Lea, segera saja ia menyusul gadis itu ke depan. Namun Lea sudah tidak ada, Daniel terpaku lemas. Ia menyesali, kenapa tadi ia menyuruh gadis itu untuk pulang. Kini mungkin ia sudah berada dijalan. Tiba-tiba Richard kembali menelpon.
"Dan."
"Iya, bro."
"Lo dimana?"
"Ini gue di luar." ujar Daniel setengah malas. Ia malas terlihat didepan wajah Grace, apalagi dirinya datang tanpa pasangan.
"Ah kenapa pula ia begitu bodoh." pikir Daniel.
Selama ini ia enggan bertemu Grace, tapi kenapa tadi ia malah ingin mendekat. Padahal ada atau tidak ayahnya di samping Grace, Grace tetap sama menyakitkan. Daniel pun masuk ke dalam dan menyesali tindakan gegabahnya.
Sementara di toilet. Lea yang baru saja selesai buang air, kini mematut diri didepan kaca dan melihat betapa cantiknya ia malam itu.
"Kriuuuuk."
Tiba-tiba perutnya berbunyi.
"Koq gue jadi laper ya." gumamnya kemudian.
"Apa gue masuk aja ke dalem, pura-pura jadi undangan dan makan?"
and yes, kurang suka bagian daniel nyingkat nama lea, apaan banget dipanggil "le"? ubur² ikan lele?? 🤭
masih nunggu ya lanjutannya thor