Widowati perempuan cantik yang baru saja melahirkan bayinya yang mati. Langsung dicerai oleh Aditya suaminya, karena dianggap tidak bisa menjaga bayi yang sudah dinanti nantinya.
Widowati akhirnya memilih hidup mandiri dengan mengontrak rumah kecil di pinggir sungai, yang konon kabar beritanya banyak makluk makluk gaib di sepanjang sungai itu.
Di suatu hari, di rumah kontrakannya didapati dua bayi merah. Bayi Bayi itu ukuran nya lebih besar dari bayi bayi normal. Bulu bulu di tubuh bayi bayi itu pun lebih lebat dari bayi bayi pada umumnya.
Dan yang lebih mengherankan bayi bayi itu kadang kadang menghilang tidak kasat mata.
Bayi bayi siapa itu? Apakah bayi bayi itu akan membantu Widowati atau menambah masalah Widowati?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Arias Binerkah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 33.
Suara daun pintu terbuka dengan lebar. Widowati terlonjak kaget dan menatap ke arah sumber suara.
Tampak sosok mungil dua bocil nyelonong masuk ke dalam kamar.
“Hmmm kalian mengagetkan Mama saja. Sampai deg degan jantung Mama.” Ucap Widowati satu tangannya memegang dadanya sambil menatap ke dua anaknya yang berlarian ke arah dirinya.
“Maap Mama.. ini hang pon buni telus..” suara imut Langit sambil mengulurkan hand phone milik Sang Mama yang tadi ditaruh di atas meja makan.
“Iya Ma.. muntin ada yan penting..” suara imut Lintang sambil menatap Sang Mama.
Di saat Widowati menerima hand phone miliknya memang terdengar lagi suara notifikasi masuk.
Widowati lalu mengusap usap layar hand phone nya.
“Iya ada banyak pesan chat masuk.” Gumam Widowati sambil membuka isi pesan chat.
“Dali ciapa Ma, olang pecan macakan?” Suara imut Lintang yang kini berdiri di dekat Widowati.
“Olang kilim uang ya Ma?” tanya Langit sambil menatap wajah sang Mama yang masih membaca pesan chat.
“Iya alhamdulillah ini dapat rejeki kita. Ada yang pesan makanan dan ada rejeki yang tidak disangka sangka datang.” Ucap Widowati sambil tersenyum.
“Dapat uang banak ya Ma..” suara imut Lintang lagi sambil masih menatap Sang Mama.
“Iya Sayang.. lumayan bisa buat tambah tambah untuk biaya ruwatan kalian.” Ucap Widowati sambil menoel pipi gembil ke dua anaknya.
“Ma luwatan itu apa cih? Kacihan Mama halus cali banak uang.” Ucap Langit dengan ekspresi wajah ingin tahu nya. Kening nya sampai berkerut kerut tampak berpikir keras tentang ruwatan.
“Kata Pak De kan untuk mengucil batolo tolo Lang.. atu tadi pas di mol tana Pak De..” suara imut Lintang.
“Iya Lin, tapi Pak De tak ngelti batolo tolo itu ada di mana.” Ucap Langit yang kini menatap saudara perempuannya.
Ekspresi wajah kedua bocil itu tampak sangat serius membahas tentang ruwatan yang akan dilakukan untuk mereka berdua. Apalagi sudah membuat Mama mereka tampak bingung dan pusing memikirkan uang.
Widowati lalu menaruh hand phone dan buku rekening di atas tempat tidurnya. Dia raih tubuh mungil kedua anaknya yang begitu menggemaskan itu. Dan dia dudukkan di sebelah kanan dan kirinya.
Widowati memeluk tubuh mungil dua bocil itu sambil menunduk menatap keduanya...
“Ruwatan itu acara tradisional Jawa, ya semacam doa agar kalian berdua selamat, tidak ada orang atau makhluk lainnya yang jahat mengganggu kalian berdua.” Ucap Widowati berusaha menjelaskan sesederhana mungkin agar bisa diterima oleh kedua bocil itu.
“Juga bial batolo tolo tak mendandu kita Ma..” suara imut Lintang sambil mendongak menatap Sang Mama.
“Iya Sayang...”
“Tapi batolo tolo itu ciapa Ma.. bial atu dan Papa cali itu batolo tolo. Talo Mama dan Pak De tak tau di mana..” saut Langit yang begitu gemas ingin melawan batara kala yang akan diusir dengan mengadakan acara ruwatan yang membuat Sang Mama pusing memikirkan biaya.
“Batoro kolo itu ya semua yang jahat itu Lang.. Kalau kamu besar nanti kamu akan mengerti. Batoro kolo hanya istilah di wayang, Sayang.. Besok waktu acara ruwatan ada pergelaran wayang kulit, semalam suntuk. Akan ada banyak orang yang melihat.” Ucap Widowati sambil mengusap kepala Langit.
“Maka Mama harus menyiapkan banyak uang untuk acara itu. Besok kalian juga memakai baju tradisional Jawa, Mama juga..” ucap Widowati lagi.
“Beyi baju balu yagi Ma?” tanya Lintang sambil mendongak menatap Sang Mama.
Widowati menganggukkan kepalanya sambil tersenyum..
“Di wayan itu ada batolo tolo ya Ma?” tanya Langit yang masih penasaran.
“Iya Sayang di wayang itu ada tokoh batoro kolo.” Jawab Widowati masih tersenyum menatap Langit dan Lintang. Kedua anaknya itu semakin besar semakin kritis dan semakin banyak bertanya karena keinginan tahu mereka.
Tidak lama kemudian terdengar suara adzan maghrib berkumandang..
“Sekarang kita sembahyang sudah maghrib. Kita berdoa mengucapkan terima kasih pada Allah yang sudah menjaga dan memberi rezeki pada kita.” Ucap Widowati lalu menurunkan kedua anaknya. Mereka bertiga melangkah menuju ke kamar mandi.
Sambil melangkah Widowati masih terheran heran karena beberapa saudara mengirim pesan chat menanyakan nomor rekeningnya. Katanya akan membayar utang pada almarhum Mama dan Papa nya dulu. Bahkan yang sudah tahu nomor rekeningnya sudah mentransfer uang ke rekeningnya. Termasuk Kakak kandung nya Retno.
“Coba nanti aku tanya Mbak Retno.” Gumam Widowati di dalam hati dan terus melangkah menuju ke kamar mandi untuk berwudu. Kedua anaknya juga sudah dilatih oleh Widowati untuk bersembahyang.
🌸🌸🌸
Waktu pun terus berlalu, setelah selesai sembahyang maghrib. Widowati dan kedua anaknya makan malam. Dan setelahnya mereka bekerja santai untuk menyiapkan pekerjaan besok pagi.
Sambil duduk di karpet di ruang tamu, dua bocil mengupas bawang putih, sedangkan Widowati mengupas bawang merah.
Akan tetapi tiba tiba terdengar suara motor yang sudah mereka hafal.
“Ma motol Bu De Yetno.” Suara imut Lintang dan segera bangkit berdiri melangkah ke jendela depan.
“Benal Ma, Bu De Yetno cama Mas Liski.” Ucap Lintang lagi setelah membuka gorden yang menutup jendela kaca ruang tamu.
Tangan mungil Lintang segera membuka pintu rumah yang belum dikunci. Karena menunggu Bu Edi yang akan datang mengambil bahan bahan yang akan dikerjakan di rumah nya.
“Assalammualaikum..” ucap Retno dan Rizki saat sudah berdiri di depan pintu.
“Walaitumcalaaaammm..” suara imut Langit dan Lintang dengan lantang.
“Wa’alaikummussalam.. kebetulan Mbak Retno datang ke sini. Aku belum sempat pegang hand phone lagi, padahal mau tanya ke Mbak Retno.” Ucap Wiwid sambil menatap Retno yang mulai melangkah masuk sambil menggandeng tangan mungil Lintang yang bau bawang putih.
“Iya Wid, banyak yang tanya nomor rekening kamu. Padahal aku belum woro woro kalau kamu mau nanggap wayang untuk acara ruwatan lho.. apa mereka mau nyumbang kamu ya Wid?” ucap Retno lalu ikut duduk di karpet.
“Aku sendiri juga heran Mbak. Bahkan Mas Bambang dan Mas Satrio sudah kirim uang, katanya membayar utang pada almarhum Mama dan Papa dulu. Padahal aku tidak tahu masalah itu. Ya sudah mungkin rejeki Langit dan Lintang..” ucap Widowati sambil masih mengupas bawang merah.
“Mbak Retno tahu tidak hutang buat apa ya mereka?” tanya Widowati kemudian. Karena Bambang dan Satrio adalah kedua kakaknya Retno .
“Owalah Wid.. itu mungkin hutang jaman dulu waktu Mas Bambang dan Mas Satrio masuk sekolah atau pas masuk rumah sakit. Atau entah yang mana aku juga lupa. Dulu kan almarhum orang tuaku kalau perlu apa apa ya datangnya ke Bu Lik Laras dan Papa kamu sebelum beliau menikah dengan Emaknya Erina."
."Mungkin Mas Bambang dan Mas Satrio terketuk hatinya untuk membayar utang yang sudah lama itu, agar kedua orang tua ku tenang dan rejeki kedua Mas ku lancar.” ucap Retno lagi sambil menatap Widowati, lalu tangannya ikut mengambil bawang di waskom dan ikut membantu.
“Tapi kenapa tiba tiba banyak saudara saudara yang ingat utang mereka sudah bertahun tahun yang lalu ya Mbak. Padahal yang utang dan yang dihutangi sudah almarhumah dan almarhum..” gumam Widowati yang masih terheran heran.
Cihuuyy
jgn lagi nacal ya pegen di usir lagi sama bu mandor yaaa
jdgm ya om kasiham dehg apa jngan2 si om mau merasuki tubuh denis secara kan persis lho
om mahh ngalah napa
hadeh secara oplek ketiolek deh sm om wowo mukan ya hahaaaaa