Ini adalah kisah Si pemeran antagonis di dalam sebuah novel. Wanita dengan sifat keras hati, kejam, dan tidak pernah peduli pada apapun selama itu bukan tentang dirinya sendiri.
Seperti pemeran antagonis dalam sebuah cerita pada umumnya, dia ada hanya untuk mengganggu Si protagonis.
Tujuan hidupnya hanya untuk mengambil semua yang dimiliki Si protagonis wanita, harta, karir, kasih sayang keluarganya, bahkan cinta dari protagonis pria pun, ingin ia rebut demi misi balas dendamnya.
"Aku akan mengambil semua yang Karina dan Ibunya miliki. Aku akan membuat mereka menanggung karma atas dosa yang meraka perbuat pada Ibuku!" ~ Roselina ~
"Apa yang kau lakukan itu, justru membuat mu mengulang kisah Ibu mu sendiri!" ~ Arsen ~
"Ternyata, laki-laki yang katanya pintar akan menjadi bodoh kalau sudah berpikir menggunakan perasaannya, bukan otaknya!" ~ Roselina ~
Akankah Roselina Si wanita yang tak percaya dengan yang namanya cinta itu akan berhasil membalaskan dendamnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon santi.santi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dokter Frans
"Selamat pagi dokter Frans!" Sapa Arsen pada seseorang yang sudah menunggu kehadirannya. Arsen langsung menemui orang itu setelah membuat janji tadi malam yang dilakukan oleh asistennya.
"Selamat pagi Tuan Arsen!" Sahut pria yang sudah termasuk lanjut usia itu pasa Arsen.
Arsen duduk di hadapan pria yang duduk di balik mejanya. Jas berwarna putih sebagai indentitas dari pria itu tampak melekat erat di tubuh yang tak muda lagi.
"Sungguh suatu kehormatan bagi saya karena Tuan Arsen datang menemui saya!"
"Maaf karena saya mengganggu waktu dokter"
"Sama sekali tidak Tuan. Jadi apa yang ingin Tuan sampaikan?"
Arsen segera membuka ponselnya dan memberikannya pada dokter dengan rambut yang sedang memutuh sepenuhnya itu. Dia menujukkan foto yang sempat ia ambil dari hasil pemeriksaan Rose beberapa tahun yang lalu.
"Apa maksudnya ini Tuan?"
"Saya yakin Dokter mengenalnya, atau bahkan dokter tau tentang dia sampai sekarang! Bisa tolong jelaskan bagaimana kondisinya saat ini dokter?"
Dokter sepuh itu tambak membaca hasil diagnosa yang Arsen tunjukkan dari ponselnya. Hasil pemeriksaan yang ia temukan adalah hasil diagnosis lama. Tapi Arsen yakin kalau dokter itu tau sesuatu atau mungkin sampai saat ini Rose masih datang menemui dokter itu.
"Maaf Tuan, tapi ini pasien saya. Tidak mungkin saya melanggar kode etik dan memberikan informasi tentang pasien saya!" Tolak dokter itu dengan tegas.
"Sekarang saya suaminya, otomatis saya yang akan jadi walinya. Selain itu, bukankah seseorang dalam keadaan tekanan mental sangat butuh seseorang di sampingnya? Kalau saya tidak tau apa-apa tentang dirinya, bagaimana saya bisa menjadi orang yang ada untuk dia?" Desak Arsen dengan halus.
Dokter itu tampak berpikir. Dia tentu saja adalam pilihan yang berat saat ini karena sumpahnya sebagai dokter atau rasa kemanusiaan demi kesembuhan pasiennya.
"Jujur saja saya tidak tau apa-apa tentang tekanan mental yang dia alami saat ini dokter. Kami baru saja menikah, dan dia mengalami mimpi buruk setiap malam. Dia harus meminum obat untuk memenagkan dirinya yang tentu saja obat itu memiliki efek samping yang dokter tau sendiri bagaimana. Jadi saya meminta rasa kemanusiaan dokter untuk saya sebagai seorang suami!"
Dokter itu tampak membuang nafasnya dengan kasar, kemudian menatap Arsen dengan begitu dalam sebelum ia mulai menceritakan keadaan Rode yang sebenrnya.
"Dia adalah gadis sepuluh tahun yang lalu datang kepada saya dalam keadaan basah kuyup. Dia berdiri di hadapan saya dengan tatapan mata kosong di wajahnya yang pucat. Melihat sorot matanya itu, saya sudah bisa menebak jika dia dalam kondisi mental yang tidak baik-baik saja" Dokter itu mulai bercerita.
"Dia tidak bercerita apa-apa, tidak menangis ataupun tertunduk sedih selama beberapa saat di hadapan saya. Setelah saya tanya dia kenapa, barulah bajunya bergetar dan menangis sejadi-jadinya!" Dokter Frans mengingat dengan jelas kejadian malam itu.
"Dari kecil merasa sendiri, merasa ditinggalkan oleh orang-orang yang dia sayang. Dia kehilangan Ibunya, melihat sendiri Ibunya tak bernyawa di hadapan matanya. Di saat seperti itu, dia harusnya mendapat perhatian lebih apalagi usianya saat itu baru sepuluh tahun. Tapi yang ia dapat adalah, dia diabaikan oleh Ayahnya sendiri. Ayahnya bahkan membawa istri barunya tepat di saat tujuh hari kepergian Ibunya. Ayah yang selalu ia cintai, Ayah yang seharusnya menjadi cinta pertamanya justru mengabaikannya setelah itu. Ayahnya justru lebih memperhatikan istri baru dan juga anak dari istri barunya dari pada dirinya. Rasa kehilangan dan diabaikan itulah yang membuat keadaan mentalnya semakin menurun!"
Arsen tergetun mendengar cerita tentang Rose secara keseluruhan. Dia baru tau tentang Leo yang membawa Hilda ke rumah tepat saat tujuh hari kepergian Melisa.
"Keadannya sempat membaik, sampai akhirnya keadaannya kembali memburuk karena Neneknya pergi tiga tahun yang lalu. Mentalnya kembali terguncang karena merasa tidak ada lagi yang orang di dunia ini yang menyayanginya. Nenek yang selama ini menjadi satu-satunya orang yang masih mempedulikan dirinya, justru ikut pegi meninggalkannya!"
"Jadi sampai saat ini dia masih datang menemui dokter?"
"Terakhir adalah beberapa hari sebelum pernikahannya. Dia datang karena merasa tertekan dengan pikirannya sendiri"
"Apa dokter yang meresepkan obat-obatan itu?"
"Obat?" Dokter tampak mengernyit.
"Iya, Rose selalu mengalami mimpi buruk setiap malam dan dia meminum Sertraline itu untuk menenangkan dirinya"
"Saya memang meresepkan itu, namun itu sudah cukup lama dan seharusnya obat itu sudah habis. Jadi kemungkinan Nona Rose mendapatkan obat itu sendiri. Padahal obat itu sangat berdampak buruk jika dikonsumsi jangka panjang"
Arsen menyandarkan punggungnya dengan lemas. Semakin jauh, dia semakin tau tentang Rose yang tidak diketahui oleh semua orang.
Di dalam mobilnya, pikiran Arsen masih terus tertuju pada Rose. Setelah ini, dia tidak tau lagi apa yang akan dia lakukan.
"Kondisi Nona Rose semakin memburuk untuk saat ini. Keberadaan Tuan sebagai suaminya sangatlah dibutuhkan untuk menjadi sandaran baginya. Nona Rose butuh tempat untuk berbagi dan sebagai sandaran di saat dia rapuh. Karena sesungguhnya, hal yang paling dibutuhkan oleh seseorang dalam keadaan seperti itu adalah dukungan sosial berupa pendengar yang baik, teman bicara dan dukunga emosional"
Selain itu, Arsen justru semakin penasaran dengan kehidupan Rose yang sebenernya. Rose terlalu misterius, terlalu pandai menyembunyikan semuanya dibalik wajahnya yang datar itu.
"Kau terlalu misterius Rose!"
belum bisa tenang.. takutnya bakal ada kejadian yg bikin Rose makin terluka lagi. Perebutan tanah, masih was-was tentang ini aku..
Buat Arsen, sehebat apapun badainya nanti, km harus lebih bisa tenangin Rose yaa.. please jangan buat dia makin jatuh terlalu jauh lagi..
kembang kuncup 😃
komunikasinya semakin baik 👍👍👍👍
dan Rose mulai larut
semoga kamu gak mengecewakan seennn
perkebunan yg di inginkan Rose kah?