NovelToon NovelToon
Cinta Atau Obsesi??

Cinta Atau Obsesi??

Status: sedang berlangsung
Genre:Obsesi / Teen School/College / Crazy Rich/Konglomerat / Mafia / Romansa / Nikah Kontrak
Popularitas:233
Nilai: 5
Nama Author: nhaya

Kanaya hidup dalam gelembung kaca keindahan yang dilindungi, merayakan tahun-tahun terakhir masa remajanya. Namun, di malam ulang tahunnya yang ke-18, gelembung itu pecah, dihancurkan oleh HUTANG GELAP AYAHNYA. Sebagai jaminan, Kanaya diserahkan. Dijual kepada iblis.Seorang Pangeran Mafia yang telah naik takhta. Dingin, cerdik, dan haus kekuasaan. Artama tidak mengenal cinta, hanya kepemilikan.Ia mengambil Kanaya,gadis yang sepuluh tahun lebih muda,bukan sebagai manusia, melainkan sebagai properti mewah untuk melunasi hutang ayahnya. Sebuah simbol, sebuah boneka, yang keberadaannya sepenuhnya dikendalikan.
​Kanaya diculik dan dipaksa tinggal di sangkar emas milik Artama. Di sana, ia dipaksa menelan kenyataan bahwa pemaksaan adalah bahasa sehari-hari. Artama mengikatnya, menguji batas ketahanannya, dan perlahan-lahan mematahkan semangatnya demi mendapatkan ketaatan absolut.
Bagaimana kelanjutannya??
Gas!!Baca...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon nhaya, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Pembalasan

​Di antara sendokan es krim paksa Kanaya, kebekuan dan ketegangan di antara Artama dan Victor tidak mencair sedikit pun. Mereka menerima suapan dengan wajah masam, tetapi lidah mereka kembali tajam begitu mereka punya kesempatan.

​"Jadi, kau pikir sendok es krim ini akan membuatku melupakan bahwa kau mencoba mencuri tunanganku?" Artama mendesis, menatap Victor tajam, meskipun pipinya masih dingin karena vanila.

​"Dan kau pikir kau bisa menciumnya di depanku, Artama? Itu hanya menegaskan bahwa kau tidak menghargai perasaannya, kau hanya ingin mengklaim," balas Victor, menyeka sisa es krim dari sudut bibirnya.

"Kau adalah monster posesif yang membungkus obsesi dalam label 'perlindungan'."

​"Perlindungan ini memberinya kenyamanan dan keamanan, Victor! Kenyataan yang bisa ku berikan, bukan janji kosong seperti janji pernikahan ke luar negerimu yang menggelikan itu!"

Artama berbalik, hendak melayangkan argumen lain.

​Kanaya meletakkan wadah es krim dan sendok itu di meja kopi yang masih berdiri tegak. Ia sudah muak.

​"Artama!!Victor, sudah cukup," kata Kanaya dengan nada final. Ia berdiri dan meraih pergelangan tangan Victor.

"Kita keluar sebentar. Ar,kau jangan ikut.".

​Kanaya menarik Victor berdiri dan membawanya beberapa langkah menjauh dari sofa, menuju pintu lift, agar Artama tidak bisa mendengar. Artama hanya bisa menggeram di tempat, ingin sekali berdiri, tetapi ia tahu Kanaya pasti akan marah besar.

​"Kanaya, dengarkan aku," Victor memegang kedua tangan Kanaya erat.

"Kau harus pergi. Artama tidak aman untukmu. Dia manipulatif, dia kasar. Aku bisa memberikanmu hidup yang damai dan normal. Mari kita pergi sekarang."

​Kanaya menatap mata Victor yang tulus, ia merasakan kehangatan dan ketulusan dalam ajakan itu, tetapi hatinya terasa berat.

​"Aku menghargai tawaranmu, Victor," ujar Kanaya lembut, namun tegas.

"Aku tahu kau bermaksud baik. Tapi... aku tidak bisa pergi."

​Victor terkejut. "Kenapa? Apa Artama mengancammu?"

​Kanaya menggeleng.

"Tidak. Ini keputusanku. Aku... aku merasa aman di sini. Aku tidak bilang aku menyukainya," ia melirik ke arah Artama yang masih duduk menatap mereka dengan tatapan membunuh,

"Tapi di sini, semua kekacauan itu menjauh dariku. Artama bilang dia akan melindungiku, dan sejauh ini, dia menepati janjinya. Aku tidak punya energi untuk lari lagi, Victor. Aku lelah."

​Wajah Victor menunjukkan kekecewaan yang mendalam, tetapi ia memaksakan diri untuk mengangguk.

​"Baiklah. Aku mengerti," kata Victor, suaranya tercekat.

"Jika itu yang membuatmu merasa aman, aku akan menghargai keputusanmu. Aku tidak akan memaksamu lagi."

​Ia melangkah mendekat. "Tapi aku ingin satu hal sebelum aku pergi. Tolong. Biarkan aku memelukmu, untuk terakhir kalinya."

​Victor menatap Kanaya dengan tatapan memohon.

​Artama, yang mencerna setiap gerakan mereka, langsung berdiri. "Tidak ada pelukan! Keluar dari sini, Victor! Sekarang!"

​"Artama, diam lah!" perintah Kanaya tegas, menoleh sedikit ke belakang. Ia kemudian kembali menatap Victor.

"Baiklah, Victor.Terima kasih sudah datang dan sebagai balasan karena kau sempat membelaku di pesta itu."

​Kanaya melangkah ke pelukan Victor. Pelukan itu terasa hangat, menenangkan, dan penuh kerinduan. Victor memeluknya erat, seolah mencoba menanamkan rasa aman yang ia janjikan.

​"Janji padaku, Kanaya," bisik Victor di rambut Kanaya. "Jika dia menyakitimu, atau kau merasa tidak aman sedikit pun... pergi menemuiku. Kau tahu ke mana harus mencariku. Aku akan selalu menunggumu."

​"Aku janji," balas Kanaya lirih.

​Artama sudah tidak tahan. Ia melangkah cepat, meraih lengan Kanaya, dan menarik gadis itu keluar dari pelukan Victor dengan paksa.

​"Waktu selesai, Victor!" raung Artama, menarik Kanaya ke sisinya dan merangkul pinggangnya posesif.

"Keluar dari propertiku sekarang, atau aku benar-benar akan memanggil polisi!"

​Victor menatap Kanaya untuk terakhir kalinya, ekspresinya dipenuhi kesedihan bercampur tekad. Ia mengangguk sekali, berbalik, dan pergi tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

​Setelah pintu lift tertutup, keheningan yang dingin langsung memenuhi ruangan. Artama melepaskan Kanaya, wajahnya kembali ke mode marah dan cemburu.

​"Kenapa kau membiarkan dia memelukmu selama itu?!" Artama bertanya tajam, nada suaranya ketus dan menuduh.

"Kenapa kau memberinya janji konyol untuk menemuinya?! Dia mengancam hubunganku, Kanaya! Dan kenapa kau bilang kau hanya 'merasa aman' di sini?! Kau tidak mengatakan kau suka—"

​"Artama, cukup.Ada apa denganmu?!," potong Kanaya lelah. Ia menghela napas, menyadari bahwa ia baru saja mengganti satu drama dengan drama cemburu yang lain.

​Artama tidak menjawab. Dia hanya berjalan ke sofa dan duduk, menyilangkan lengan di dada. Ia membuang pandangan, menolak menatap Kanaya, menunjukkan mode ngambek yang kekanak-kanakan.

​Kanaya menatapnya sejenak, lalu berjalan mendekat. Ia duduk di sofa, tepat di samping Artama. Ketika Artama masih tidak menoleh, Kanaya melakukan hal yang tak terduga.

​Ia beringsut naik, membiarkan kakinya menggantung ke bawah, dan duduk di pangkuan Artama. Kanaya melingkarkan kedua tangannya di leher Artama, memaksanya untuk menghadapnya.

​Artama tersentak kaget dengan kontak fisik yang tiba-tiba ini, tetapi ia tidak berontak. Wajahnya tetap ketus, meskipun kini ada semburat merah di pipinya.

​"Kau masih marah?" tanya Kanaya lembut, menyentuh memar di rahang Artama.

"Kau tahu?wajahmu tidak cocok cemberut seperti ini."

​"Tentu saja aku marah," gerutu Artama, meskipun suaranya mulai melemah.

"Kau bahkan memeluk Victor selama hampir dua menit. Dia menyentuhmu."

​"Astaga!!Itu hanya semenit!bukan satu jam!Aku lebih lama memeluk mu bahkan dari malam hingga pagi,tahu!!Aku juga hanya menepati janjiku," bisik Kanaya, mendekatkan wajahnya. "Janji untuk bertemu jika aku tidak aman. Dan lagipula, pelukan itu tidak sehangat saat aku memeluk mu."

​Kanaya mencium sudut bibir Artama yang terluka dengan lembut, lalu beralih ke telinganya.

​"Aku membiarkan dia pergi, Artama. Bukankah itu bukti? Dan bukankah es krim tadi manis sekali? Lebih manis lagi karena kau makan itu untukku, tuan keras kepala." Kanaya berbisik nakal.

"Kanaya...jangan menggodaku.".

" Aku tidak menggodamu..".

​Gombalan yang diakhiri dengan kontak fisik yang intim itu langsung menghancurkan pertahanan Artama. Kemarahan dan kecemburuannya segera digantikan oleh hasrat. Artama tidak tahan lagi.

​Dengan gerakan cepat, Artama memegang pinggang Kanaya erat-erat, membalikkan keadaan. Ia membalas ciuman Kanaya dengan intensitas yang berlipat ganda, penuh posesif dan kepemilikan yang ia klaim.

"Ini balasan karena kau sudah memeluk pria lain,Kanaya".

" Biarkan saja.Aku suka balasan ini.".

Ciuman itu menjadi jawaban atas rasa cemburu, amarah, dan kemenangan yang baru ia rasakan.

​Sofia, yang baru saja selesai membereskan pecahan vas kristal di sudut, tersentak melihat adegan yang tiba-tiba berubah mesra itu. Sadar bahwa ia telah menjadi 'nyamuk' yang tidak diinginkan lagi, Sofia menutup wajahnya dengan satu tangan.

​"Astaga!!Saya... saya akan memeriksa kamar tidur," gumam Sofia, lalu berbalik dan buru-buru meninggalkan ruang tengah, membiarkan Kanaya dan Artama tenggelam dalam kemesraan mereka.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!