"Aku ini gila, tentu saja seleraku harus orang gila."
Ketika wanita gila mengalami Transmigrasi jiwa, bukan mengejar pangeran dia justru mengejar sesama orang gila.
Note : Berdasarkan imajinasi author, selamat membaca :)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mellisa Gottardo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
ketika orang gila bergerak
"Memberikan keamanan untuk hal remeh seperti ini saja mereka tidak becus, mereka begitu sombong memiliki pangkat jendral tapi kinerjanya payah." Gerutu Rui.
Rui memisahkan laporan perang, laporan perbatasan, laporan kejahatan kriminal. Rui mempertimbangkan dengan matang, agar semuanya bisa di selesaikan tapi secara tuntas dan tidak terburu-buru.
Rui mengirimkan surat pada semua pasukannya yang berada di perbatasan Barat, timur, selatan dan Utara. Banyak sekali laporan tentang kelaparan, kekurangan pekerjaan, rampok bahkan pembunuhan.
Rui meminta sebagian pasukan di perbatasan untuk mencari tau, alasan dan dalang di balik kejahatan di sana. Rui tidak bisa langsung bertindak tanpa mencari tau duduk perkaranya.
"Keluarlah." Rui memanggil pasukan bayangan.
Tiga pendekar bayangan datang dengan senyap, Rui menatap penuh otoriter. Dia selalu meminta dengan tegas dan to the point, meksipun terkesan tegas dan kejam, dia selalu memberikan bayaran setimpal pada semua anak buahnya.
"Ada banyak perampokan dan pencurian yang terjadi di banyak wilayah. Beli lahan besar di setiap wilayah itu, rekrut banyak pekerja untuk mulai bertani di sana. Kalian harus mengawasi dengan ketat, mereka merampok dan mencuri pasti karena tidak punya pekerjaan. Karena itu berikan mereka kesempatan untuk bekerja, jika mereka masih melakukan kesalahan yang sama segera potong tangannya." Ucap Rui, tegas.
"Dimengerti." Jawab mereka.
"Pastikan mereka mendapatkan makan siang dan upah yang sepadan dengan tenaga yang di keluarkan. Jangan ada yang berani menggelapkan uang gaji pekerja kecil seperti itu, awasi dengan benar dan laporkan perkembangannya padaku." Ucap Rui menambahkan.
"BAIK KETUA." Ucap mereka membungkuk hormat.
"Pergi lah, semua dana pembangunan dari Jendral Agung bukan Kekaisaran." Tegas Rui, tidak mau menjilat Kaisar.
Para bayangan melesat pergi untuk menjalankan tugas mereka. Rui mulai membaca laporan di Medan perang, Rui terkejut karena tidak menyangka Kekaisaran Fanglin sedang berperang melawan Kerajaan yang menolak tunduk pada Fanglin.
"Sedang terjadi perang tapi semua jendral masih berada di ibukota? lalu siapa yang berada di Medan perang? apa mereka gila, membuang banyak sumber daya dan malas-malasan." Geram Rui.
Rui bergegas menuju barak Prajurit, dia harus memenangkan perang ini agar namanya semakin melambung tinggi. Dia harus membuat namanya dikenal dimana-mana, mungkin sebutan si gila yang baik hati.
"Berkumpul." Ujar Rui tegas dan keras.
Para pasukan elit yang sedang berlatih langsung berkumpul. Xui yang juga sedang berlatih ikutan berkumpul disana, entah kenapa dia jadi penasaran.
Ada sekitar 10.000 pasukan elit yang di tugaskan di paviliun. Sedangkan 30.000 sisanya masih berada di dimensi ruang sebagai kekuatan rahasia.
"Lusa, 3.000 dari kalian pergilah menuju lokasi perang antara Fanglin melawan Kerajaan kecil di wilayah Utara. Bawa pasokan makanan dan senjata sebanyak mungkin, di sana memiliki musim dingin jadi pastikan kalian membawa segala yang di perlukan di musim dingin. Tugas kalian hanya memenangkan Perang itu segera, bawa kembali para tumbal yang sedang di jadikan tembok manusia di sana. Bawa semua pasukan yang terluka, cacat ataupun yang sehat ke sini. Tidak ada batas waktu, Tapi aku harap kalian bisa menyelesaikan sebelum satu bulan." Ucap Rui, tegas dan berwibawa.
"BAIK KETUA." Jawab mereka.
"Ayah, memangnya ada perang?." Kaget Xui.
"Ya, Ayah juga baru mengetahuinya. Siapa sangka pernah ini sudah terjadi sejak 6 tahun yang lalu." Ujar Rui.
"Apa?." Kaget Xui.
"Ayah juga tidak mengerti dengan pola pikir mereka yang sengaja mengulur waktu. Pasti para Jendral babi itu menggelapkan dana pangan dan pasokan senjata, mereka selalu mengirimkan amunisi sedikit karena sisanya mereka yang simpan. Karena itu semakin lama perang terjadi, mereka yang akan semakin makmur." Ucap Rui, merasa jijik.
"Aku jadi ingin ikut pergi." Ucap Xui.
"Tidak, belum waktunya." Tolak Rui.
"Padahal aku merasa sudah cukup kuat." Keluh Xui.
"Kekuatan tidak bisa di prediksi, kadang mereka yang masih di bawahmu justru jauh lebih kuat. Kekuatan bukan seberapa tinggi tingkatmu, tapi seberapa banyak pengalaman hidup dan mati yang sudah kau lalui." Ucap Rui, menasehati.
"Karena itu aku butuh pengalaman kan, ini kesempatan bagus untukku." Ucap Xui, ingin pergi berperang.
"Minta saja izin pada Ibumu." Cuek Rui.
"Akhhh itu curang." Xui kesal karena jawabannya sudah pasti " TIDAK BOLEH".
Sedangkan di kamar utama, Ruby baru saja membuka matanya. Merasa tubuhnya remuk redam, dia berusaha duduk dan meregangkan tubuhnya yang kaku.
Ruby turun dari ranjang, mencuci muka dan minum air. Ada pisang dan anggur di meja nakas, Ruby memakannya untuk sarapan.
"HABIS MAKAN PISANG TIGA BIJI, SEMANGAT KEMBALI PULIH." Teriak Ruby keras, seperti orang gila.
Drap
Drap
Drap
"Nona anda sudah bangun, mari saya akan menyiapkan air mandi untuk anda." Ucap satu Pelayan, datang karena mendengar teriakan Ruby.
"Eh, kau siapa?." Kaget Ruby, dia terbiasa berteriak seperti itu, tapi baru kali ini ada yang datang.
"Saya Pelayan di paviliun ini Nona, anda membawa kami kemarin." Jawabnya.
"Ohh benar juga, apa kau bertugas melayani ku?." Tanya Ruby.
"Maaf Nona, tugas saya hanya pelayan cuci." Jawabnya merasa lalu.
"Lalu kenapa kau berlari kemari?." Bingung Ruby.
"A-anda tadi berteriak, saya pikir anda merasa marah karena pelayan terlambat datang." Ucapnya takut-takut.
"Eh? hahahhahahah, aku memang suka berteriak. Maaf karena membuatmu terkejut, terimakasih karena respon mu bagus. Ambil ini, bekerja lah yang rajin ya." Rui memberikan satu koin emas.
"N-nona ... ini?." Pelayan itu terkejut.
"Tidak apa ambilah, aku akan selalu memberikan bonus pada mereka yang bekerja dengan sungguh-sungguh. Beritahukan pada pelayan yang lain ya, aku suka pelayan yang rajin tanpa menjilat." Ucap Ruby, benar-benar crazy rich.
"T-terimakasih banyak nona." Pelayan itu menerima koin emas dengan tangan gemetar.
Di zaman ini Pelayan mendapatkan gaji 1 koin perak setiap satu bulan. Itu pun masih ada yang di bawahnya lagi, contohnya pelayan yang tugasnya remeh atau anak baru.
Pelayan itu keluar dengan senyum cerah dan penuh haru, dia mengambil keranjang pakaian yang sempat dia taruh dengan buru-buru di lorong Paviliun. Dia langsung berlari memberikan kabar bahagia ini pada pelayan yang lain.
Apa? kau serius?
Baik sekali
Bagaimana kau bisa mendapatkannya
Pelayan yang rajin tanpa menjilat?
Kalau begitu aku akan bekerja lebih rajin
Aku akan pergi memeriksa dapur
Aku akan menyapu halaman
Aku akan membersihkan debu
Para pelayan langsung berlari bekerja dengan semangat, Ruby yang keluar setelah mandi tersenyum senang. Benar, rajin karena tau gaji besar memang jauh lebih bagus daripada kerja yang sibuk menjilati atasan.
Para pelayan bahkan tidak tau Ruby sedang lewat karena saking fokusnya mereka bekerja, Ruby terkekeh lucu. Kebanyakan pelayan yang dia ambil berumur 16 sampai 30 tahun, berjumlah 56 orang untuk membersihkan Paviliun dan barak prajurit.
"Bagus, kemari ambil bonus kerajinan kalian." Ruby bertepuk dengan bahagia.
Para pelayan terkejut, mereka mendekat dengan senyum merekah. Senyum yang membuat Ruby terharu karena senyum itu terlihat cerah dan tulus. Ruby memberikan mereka masing-masing satu koin emas.
Ada yang langsung menangis, ada yang langsung terduduk dengan gemetar, ada yang mendoakan Ruby dengan panjang lebar dan banyak lagi responnya.
"Hahahaha aku senang melihat kalian mencintai pekerjaan kalian, terus berbahagia dan hidup dengan rukun ya. Uang Kerajinan akan aku berikan setiap bulan bersama dengan gaji kalian, terimakasih sudah membersihkan rumahku." Ruby tersenyum senang.
"Terimakasih atas kemurahan hati Nyonya Jendral." Saut mereka membungkuk hormat.
"Kemabli bekerja, jangan memaksakan diri dan istirahat lah jika lelah." Ruby melambaikan tangan dan pergi dengan santai.
Para pelayan langsung berbisik-bisik dengan bahagia, padahal awalnya mereka datang karena memang butuh pekerjaan. Mereka berpikir akan di bunuh karena rumor betapa gila Pangeran pertama. Tapi siapa sangka, istri dari pangeran pertama begitu murah hati dan hangat.
Ini pertama kalinya mereka di hargai sebagai manusia, mereka sangat terharu dan berjanji akan bekerja dengan baik di Paviliun sampai mereka tua.
"Ruby." Suara Boriton yang menggoda, menggema di lorong Paviliun.
"Sayang." Sapa Ruby, hatinya sedang berbunga-bunga.
Deg.
Rui mematung, terkejut dengan panggilan Ruby padanya. Wajahnya memerah tersipu, Ruby sendiri juga ikutan salting dia berlari kencang melewati taman Paviliun, tapi siapa sangka Rui mengejarnya dengan lebih cepat.
"Akkkhhhhhhhh jangan kejar!!!!." Pekik Ruby.
Drap
Drap
Greb.
"Kena kau." Rui menangkap Ruby, lalu menggendongnya.
"Akkkhhhh turunkan aku, aku laparrrr." Ruby memberontak di gendongan Rui.
"Kau lapar?." Rui menatap Ruby dengan intens.
"Iya aku lapar, makanya turunkan aku." Ruby tersipu malu.
"Kalau begitu aku juga lapar." Ucap Rui, berbalik langkah menuju dapur Paviliun.
"TUNGGU, AKU JUGA LAPAR." Xui ikutan berlari mengejar.
Keluarga gila yang kelaparan itu berlari cepat menuju dapur Paviliun. Pelayan dapur dengan jantung berdebar segera menyiapkan makanan hangat, tidak boleh menganggu orang gila yang lapar atau mati.
Para pelayan dan penjaga yang melihat interaksi keluarga gila itu tersenyum, bahkan menurut mereka ini jauh lebih hangat dan romantis. Mereka mendoakan kebahagiaan untuk keluarga gila ini agar selalu bahagia.