Aruna hanya memanfaatkan Arjuna Dewangga. Lelaki yang belum pernah menjalin hubungan kekasih dengan siapapun. Lelaki yang terkenal baik di sekolahnya dan menjadi kesayangan guru karena prestasinya. Sementara Arjuna, lelaki yang anti-pacaran memutuskan menerima Aruna karena jantungnya yang meningkat lebih cepat dari biasanya setiap berdekatan dengan gadis tersebut. *** "Mau minta sesuatu boleh?" Lelaki itu kembali menyuapi dan mengangguk singkat. "Mau apa emangnya?" Tatapan mata Arjuna begitu lekat menatap Aruna. Aruna berdehem dan minum sejenak, sebelum menjawab pertanyaan Arjuna. "Mau ciuman, ayo!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tata, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CHAPTER 30
"Lo ceroboh banget ya?! Punya mata nggak sih? Kalau nyebrang tuh lihat- lihat!" Amarah dan sentakan itu membuat Aruna kaget, gadis itu menatap Raka yang marah di depannya---apalagi di tempat ramai, sungguh menjengkelkan.
Mata Aruna mulai berkaca-kaca dan segera berlari menjauh. Mengapa sih, di antara banyaknya mahasiswa---dirinya bertemu dengan Raka. Mengapa juga, di antara banyaknya tempat perkuliahan, lelaki itu mengambil tempat yang sama dengan gedung sebelahan.
Aruna lekas berlari pulang menuju kostnya, biar saja dia akan mengadu pada Arjuna---jika lelaki itu tidak sibuk sih. Tapi, ini kan jam 1 siang, artinya Arjuna sedang tidur lelap. Aruna batalkan saja, menghubungi Arjuna. Harusnya, Raka yang salah karena membawa motor dengan kencang di arena kampus.
Tok tok tok!
"Aruna!" Gadis itu segera menyeka air matanya, ketika mendengar suara teman satu kost yang memanggil dirinya.
"Kenapa Mbak?" Tanya Aruna ketika membuka pintu kamarnya.
"Itu, ada yang nyari di depan gerbang."
Aruna mengangguk singkat, lekas berjalan menuju gerbang. Siapa gerangan yang menemui dirinya, jika teman kuliah-- -biasanya mengetuk pintu dan mengabari lewat chat. Ketika keluar gerbang kost, ternyata ada Raka yang sedang jongkok menunggu dirinya. Aruna hendak masuk, namun lengannya di cekal oleh lelaki itu.
"Lepas!" Sentak Aruna kesal.
"Tunggu dulu, gue mau minta maaf." Aruna menatap tidak peduli. "Gue tahu, kalau gue salah. Nggak harusnya gue marahin lo di depan umum,"
Aruna mengangguk dengan mata merah karena kesal. "Lo nyebelin banget!" Kesalnya, mengeluarkan uneg-uneg.
"lya, makanya gue minta maaf." Katanya dengan wajah tulus. "Gue traktir es krim deh, sebagai permintaan maaf, ya?" Sogoknya, yang tidak bisa Aruna tolak apalagi di cuaca panas seperti ini.
Aruna mengangguk pelan, gadis itu menghapus air matanya. Raka tersenyum dan mengulurkan helm untuknya, Aruna langsung menerima. Gadis itu tidak membawa ponselnya yang tertinggal di dalam kost.
Sampai di kedai es krim, Aruna menikmati dengan perasaan lega dan senang. "Sorry Run, kita bisa jadi teman kan? Lagian gue disini belum kenal banyak,"
Aruna mengangguk santai. "Boleh, asal nggak nyebelin. Lagian, lo kan sahabat Juna."
Raka mengangguk dengan senyuman pahit. "Padahal, tanpa ada Arjuna--- kita juga bisa temenan kok," kening Aruna mengerut heran.
"Maksudnya gimana?"
"Lo nggak ingat apapun tentang gue? Anak TK yang lo bilang anak pungut, yang sering lo bikin nangis? Cengeng banget deh gue."
Aruna terdiam sejenak, mencoba menggali ingatannya tentang masa TK. Hal tersebut sudah berlalu lama, Aruna sudah lupa karena banyak kejadian sedih yang menimpa dirinya.
"Gue inget, dulu ada anak cowok yang sering gue jahilin dan bikin nangis. Tapi, lupa namanya siapa. Jadi itu lo?" Tanya Aruna meringis tidak enak. "Maaf ya, pantesan aja lo sensi banget sama gue."
Raka mengangguk dengan senyuman geli. "Gue maafin Run, tapi lo pas kecil nyebelin banget!" Akunya dengan jujur menatap Aruna.
"Tapi Ka, kenapa pas awal masuk SMA lo nggak bilang apa-apa sama gue?" Raka terdiam sejenak.
"Suatu saat gue bakal kasih tahu," Aruna mengangguk meskipun masih penasaran.
Keduanya menghabiskan waktu dengan bercerita dan bercanda. Nostalgia masa kecil yang baru berani Raka ceritakan sekarang. Lelaki itu, bahkan memiliki foto masa kecil keduanya---ketika tamasya, Aruna berfoto bersama Raka dan di abadikan di kamera milik Bundanya. Raka senang, meskipun sedih---mendengar Aruna sudah lupa dengan namanya.
Aruna pulang ke dalam kost dengan perasaan lega dan senang. Memiliki teman yang bisa dia ajak berbagi kisah masa kecil dan bertemu ketika dewasa. Mengapa Raka tidak menemui dirinya sejak dulu ya? Batin Aruna heran.
Dirinya lantas segera mandi dan berganti baju. Baru, setelahnya mengecek ponsel yang mati. Jemarinya lantas mengambil cas dan mengisi daya baterai. Ketika menyala, panggilan masuk dari Arjuna. Aruna sudah melewatkan banyak hal ternyata, tunangannya mengirimkan banyak sekali pesan dan panggilan tidak terjawab.
"Darimana sih, dari tadi nggak aktif dan nggak balas chat? Aku udah kamu kirim jadwal kuliah, Aruna!" Arjuna bertanya kesal. Kemarin, lelaki itu sudah mendapatkan jadwal kuliah Aruna selama satu semester, jelas dirinya tahu kapan Aruna pulang.
"Habis mandi, ini ponselnya sambil aku cas. Bentar, aku pakai tab aja ya?"
Lelaki itu diam, hingga panggilan kembali tersambung lagi. Arjuna lantas mengangkat panggilan tersebut, dirinya baru saja selesai mandi dan bersiap pergi. Namun, mengetahui Aruna tidak membalas pesan dan tidak aktif, membuatnya khawatir.
"Tadi aku sedih, di marahin sama Raka di depan umum." Aruna memulai sesi ceritanya lengkap. Di awali dengan dirinya yang asal-asalan menyebrang, kemudian di marahi Raka di depan umum dan lanjut nostalgia masa kecil keduanya.
Arjuna terdiam dengan tangan mengepal. Aruna bercerita dengan mata berbinar cerah dan wajah berseri-seri, membuatnya merasa terancam. Matanya menyorot tidak suka dengan pikiran melayang, mengabaikan cerita Aruna.
"Jun!" Panggil Aruna kesal, karena tidak di dengarkan.
Tanpa Aruna ketahui, bahwa Arjuna tidak lagi menyukai panggilan tersebut. Terlebih, lelaki itu sedang merasa kesal.
"Senang ya ketemu Raka sampai buat kamu lupa sama aku?" Arjuna tersenyum miring, sementara Aruna mengerutkan keningnya bingung.
"Hah? Maksud kamu apa sih?" Tanya Aruna sensi, tidak mengerti arah ucapan Arjuna yang seolah menuduhnya.
Lelaki itu menghela nafasnya panjang. "Kamu bisa tidur aja, capek kan habis main seharian sama Raka? Aku mau berangkat." Wajahnya sedikit mengetat, menahan emosi dan amarahnya.
Entah mengapa, bukannya tenang atau senang---Aruna justru sedih mendengarnya. Ucapan Arjuna seolah mengejeknya. Aruna tidak suka, dibuat merasa bersalah seperti ini.
"Kamu kenapa sih? Kalau nggak suka aku main, bilang Juna! Jangan cuma kaya gini---kamu sendiri yang bilang kalau apa- apa harus komunikasi---"
"Nanti ya, aku keburu. Kamu lagi capek, sayang. Semua hal bakal bikin kamu emosi kalau lagi capek." Sebisa mungkin, Arjuna mengendalikan ucapan dan emosinya.
Aruna ingin protes, namun tidak sempat-- -Arjuna sudah lebih dulu mematikan sambungan telfon keduanya. Aruna diam sejenak, berpikir apa salahnya? Apa Arjuna cemburu? Dirinya mengingat- ingat kejadian dulu, saat Arjuna mendiamkan dirinya yang di antar pulang oleh Raka.
Dia mengirimkan pesan pada Arjuna. Meskipun lelaki itu sedang sibuk, nanti lelaki itu akan mengabari dirinya jika senggang.
^^^Arjuna💙^^^
^^^Sayang, aku nggak marah^^^
^^^kalau kamu cemburu^^^
^^^Aku sedih kalau kamu cuek^^^
^^^Please, jangan marah^^^
^^^Maafin aku ya kalau bikin sebel^^^
^^^Sayanggg^^^
^^^Nanti kalau ada waktu chatnya dibalas ya^^^
^^^Jangan cuek^^^
^^^Cinta aku cuma buat kamu^^^
^^^Semangat calon suamiku^^^
Arjuna tidak membalasnya meskipun membacanya dalam diam dengan senyum mengembang. Dia sedang kuliah, meskipun matanya mencuri-curi pandang untuk membaca chat. Benar, kunci hubungan adalah komunikasi. Arjuna sadar, kali ini bukan dirinya saja yang sering bersabar dan mengalah. Tapi, Aruna juga mau melakukan hal serupa. Bukan lagi dirinya yang memulai minta maaf, tapi Aruna-nya juga.
Aruna-nya yang manis dan lucu. Nanti, sepulang kuliah dan mengerjakan tugas- tugas---dirinya akan membalas pesan Aruna langsung.
^^^Arjuna💙^^^
^^^Sayang!^^^
^^^Aku tidur duluan ya^^^
^^^Tapi, kamu harus tetep telfon aku!^^^
^^^Babay💙^^^
Arjuna baru membaca pesan tersebut setelah selesai kelas dan mengerjakan tugas di perpustakaan. Lelaki itu mengusap matanya yang berair, lekas membalas pesan Aruna dengan jawaban singkat.
Selamat tidur💙
Namun, selanjutnya dia terkejut dengan panggilan telfon dari Aruna. Dirinya tahu, di tempatnya---saat ini sedang tengah malam menjelang pagi, waktu untuk istirahat dan sunyi. Apa Aruna terbangun karena balasan chatnya? Tidak seperti biasanya. Biasanya, ponsel Aruna sering gadis itu silent.
"Halo, sayang!" Panggil Aruna terdengar serak, sehabis bangun tidur.
"Kamu kebangun ya? Tidur lagi aja."
Arjuna melangkahkan kakinya untuk pulang, tanpa mematikan sambungan telfon. Dia memakai earphone untuk mendengar suara Aruna. Disana terdengar suara grasak-grusuk, yang tidak Arjuna ketahui.
"Nggak mau, aku sengaja nyalain notif balasan chat kamu pakai nada dering keras dan panjang biar aku bangun. Kamu kenapa nggak telfon aku sih?" Protesnya dengan cemberut. Kemudian terdengar suara Aruna menyedot susu dalam kotak. Gadis itu haus dan menemukan susu kotak tanpa rasa.
Arjuna menarik sudut bibirnya dengan senyuman lucu. Mengapa menggemaskan sekali sih kekasihnya?!
"Bentar ya, masih di jalan. Aku dengerin kamu bicara aja,"
Aruna mengangguk meski Arjuna tidak bisa melihatnya. "lya sayang. Aku tunggu sampai kamu bisa vc, soalnya pengen lihat wajah ganteng kamu. Kangen terus setiap hari." Celotehnya dengan bermacam ekspresi yang tidak bisa Arjuna lihat.
"Kamu beliin aku susu kotak banyak banget, jadinya aku tambah gendut tau! Kemarin aku sempet nimbang, berat badannya naik lima kilo." Curhatnya, kemudian menarik napas sedih. Matanya melirik cookies manis yang sempat dirinya beli, ingin makan tapi takut tambah gendut.
Aruna menahan dirinya dan membalik badannya. Gadis itu diam beberapa menit. Terdengar suara langkah kaki Arjuna dan pintu berderit terbuka.
"Aku sampai, bentar ya mau ganti baju. Pamitnya dengan lembut.
"Mau lihat! Aku dari tadi cuma denger suara nafas kamu. Lihat dong, kamu masih ganteng nggak? Biar aku nggak oleng," Candanya seraya menutup mulut.
"Aruna! Kalau kamu aneh-aneh, aku serius bakal ingatin kamu tentang surat perjanjian kita!" Marahnya dengan tegas, namun tetap menuruti permintaan kekasihnya.
Lelaki itu lekas menaruh barang-barang dan mengajak video call, ketika sambungan aktif--- dirinya melihat Aruna yang sedang minum sekotak susu dan bersandar di tembok seraya memeluk boneka kesayangannya.
"Nggak kok, besok aku dijemput Om Anggara. Tadi Raka chat, ngajak jalan- jalan besok---tapi, aku tolak!"
Arjuna menghentikan gerakannya mengganti baju. Lelaki itu menyorot tajam.
"Kalau Om Anggara nggak bilang jemput, kamu bakal pergi sama Raka?!"
Aruna tertawa pelan. "Ih seremnya kalau cemburu! Nggak dong, Om Anggara sama Tante Lila sering chat aku---kalau libur suruh bilang, biar dijemput. Aku nggak kesepian kok, udah punya temen kuliah baru, cewek kok!" Lanjutnya dengan ceria.
"Iya, aku emang cemburu. Bukan cuma kamu, yang bisa cemburu. Kalau aku disana, aku nggak akan cemburu kaya gini." Lelaki itu mengatakan dengan serius, takut Aruna nyaman-- ketika Arjuna tidak bisa menemani.
Aruna mengangguk. "Aku hanyalah orang, yang penuh rasa cemburu--- bila kau tak disampingku." Gadis itu menyanyikan sepenggal lirik lagu, mengedipkan sebelah matanya. "Kamu tenang aja, ada Om Anggara yang selalu awasi aku kok. Tante Lila tuh, selalu tanya gimana hubungan kita---takut kamu kepincut sama bule." Aruna tertawa setelahnya.
Arjuna menggeleng lega dan tersenyum geli. "Hm, nurut sama Om Anggara sama Tante Lila ya sayang?"
Aruna mengangguk setuju. "lyalah, mereka udah kayak orang tua aku! Besok mau diajak jalan-jalan sekitar sini,"
Arjuna mengangguk dengan senyuman. Lelaki itu melangkahkan kakinya menuju dapur, ingin makan. Dirinya menatap wajah Aruna, benar pipinya makin berisi dan menggemaskan. Arjuna jadi ingin menciumnya, kelewat gemas.
"Cantik," Pujinya tanpa sadar, menatap wajah Aruna.
"Aduh, tumben nih muji-muji gitu. Kenapa? Sayang, kamu kangen nggak sama ini?" Aruna menurunkan kameranya, mengarahkan pada kedua dadanya yang tercetak jelas, karena memakai baju tidur tipis tanpa bra.
"Aruna! Gimana kalau disana ada yang datang ketuk pintu kamar kamu. Kamu bakal keluar pakai baju gitu? Harus berapa kali aku bilang, pakai baju yang sopan kalau kamu nggak---"
Aruna meringis mendengar nasihat Arjuna yang panjang. Bukannya kesal, dirinya rindu di nasehati lelaki itu.
"Nggak akan aku buka kok, ini kan cuma buat telfon kamu. Nih!" Dengan nakal, Aruna membuka kancing bajunya dan menyorot dengan dekat, hingga Arjuna bisa melihat dengan jelas, hanya sekilas. +
Lelaki itu menggeram frustasi di sebrang sana. Inginnya bertemu dan menuntaskan segalanya, mungkin jarak baik untuk pikiran liarnya. Meski begitu, dia menikmati menatap pemandangan yang Aruna sajikan.
"Nakal, kamu emang nggak pernah kehabisan akal!" Ucap Arjuna dengan senyum kecil. Lelaki itu memegang sendok dengan erat. Aruna justru tertawa mendengarnya. Dia suka jika Arjuna mengatakan dirinya nakal.
"Biarin! Kamu, cuma boleh lihat aku yang paling cantik, paling sexy, paling segalanya. Masih cinta kan sama aku?"
Arjuna mengangguk, menyuapkan makanan dalam mulut. "Selalu sayang. Tunggu aku balik ya? Jangan sama cowok lain. Kamu kalau ada yang deketin, ingat--- dia lebih kaya nggak? Lebih pintar nggak? Lebih baik dari aku atau enggak?! Kalau Raka, dia masih kalah jauh!" Akunya dengan sombong dan jujur.
"Nggak ada sih, paling banyak uangnya cuma kamu." Aruna tersenyum geli, mengingat Arjuna yang sering mengirim pesan, bertanya apakah dirinya masih memiliki uang atau tidak. "Sayang, ternyata kamu bayarin kost aku sampai satu semester ya?"
"Iya, lagian uang aku banyak. Buat apalagi? Kalau bukan, buat calon istriku."
Aruna lantas tertawa geli, sejak kapan Arjuna menjadi lelaki sombong sih? Batinnya merasa geli, namun lucu juga melihat Arjuna cemburu. Ucapannya akan melantur kemana-mana, padahal perasaan Aruna hanya untuk Arjuna selalu. Lelaki itu sudah mengikat perasaan dan kehidupannya. Di masa depan, bayangan Aruna hanya ada Arjuna.
Dia selalu percaya pada Arjuna, lelaki itu setia. Hanya dulu, Aruna kerap cemburu. Sekarang, justru Arjuna yang kelewat cemburu. Aruna tetap suka, asalkan itu Arjuna. Ah, dia benar-benar sudah kecintaan pada Arjuna. Tidak peduli dengan yang lain, sekalipun Raka temannya saat kecil. Jika Arjuna melarang bertemu, Aruna akan melakukan hal tersebut.