NovelToon NovelToon
DRAGUNOV SAGA : Love That Defies The Death

DRAGUNOV SAGA : Love That Defies The Death

Status: sedang berlangsung
Genre:Identitas Tersembunyi / CEO / Mafia / Romansa / Enemy to Lovers / Roman-Angst Mafia
Popularitas:2.5k
Nilai: 5
Nama Author: Aruna Kim

Apollo Axelion Dragunov, seorang mafia berhati batu dan kejam, tak pernah percaya pada cinta apalagi pernikahan. Namun hidupnya jungkir balik ketika neneknya memperkenalkan Lyora Alexandra Dimitriv, gadis polos yang tampak ceroboh, bodoh, dan sama sekali bukan tipe wanita mafia.
Pernikahan mereka berjalan dingin. Apollo menganggap Lyora hanya beban, istri idiot yang tak bisa apa-apa. Tapi di balik senyum lugu dan tingkah konyolnya, Lyora menyimpan rahasia kelam. Identitas yang tak seorang pun tahu.
Ketika musuh menyerang keluarga Dragunov, Apollo menyaksikan sendiri bagaimana istrinya berdiri di garis depan, memegang senjata dengan tatapan tajam seorang pemimpin.
Istri yang dulu ia hina… kini menjadi ratu mafia yang ditakuti sekaligus dicintai.
❝ Apakah Apollo mampu menerima kenyataan bahwa istrinya bukan sekadar boneka polos, melainkan pewaris singgasana gelap? Atau justru cinta mereka akan hancur oleh rahasia yang terungkap? ❞

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Aruna Kim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 31

Flashback — beberapa hari lalu setelah proyek itu resmi dikunci di ruang arsip.Apollo, Eliot dan Johan keluar dari ruangan.Tidak ada yang menoleh ke belakang. Tidak ada yang sadar bahwa di balik pilar marmer… ada mata keempat yang melihat.

Robot kelinci itu melangkah keluar perlahan, Robot itu tingginya hanya 45 cm. Bentuknya kelinci , bulat, imut, ringan. Siapa pun yang melihat dari jauh akan mengira itu mainan mahal dari koleksi pajangan museum teknologi. suaranya serak mesin:

“Buddy ...buddy... baddy boo…”

Dan tubuhnya berubah transparan. Mode stealth. Dengan ringan ia menyelinap masuk ke ruang arsip tanpa sensor mana pun menyadari.

“Buddy?” gumamnya, kepalanya bergerak perlahan seperti radar biologis. Hingga matanya menangkap objek itu: Brankas obsidian hitam dalam lemari. “Objek detected.”

“Buddy boo!” Girang Robot itu nyaris seperti anak kecil yang menemukan permen favoritnya.

Cut to scene…

Setelah berhasil mengambil benda itu, robot keluar dari kesunyian basement menuju ruangan utama mansion.Di sana , seorang wanita duduk di atas ranjang besar, menatap robot itu dan tersenyum tipis. Dimple di pipinya muncul.

 “Kau mendapatkannya?” tanyanya lembut.

Robot mengangguk. Wanita itu mengambil flashdisk asli dari tangan robot… lalu mengulurkan flashdisk tiruan ,replika sempurna, tak bisa dibedakan dengan mata normal.

“Tugas terakhir. Kau letakkan ini di brankas. Karena pencuri yang sebenarnya baru akan datang sebentar lagi…”

Robot itu kembali bersuara pelan:“Buddy… boo.”

Dan ia berlari kecil kembali ke ruang arsip, menaruh flashdisk palsu itu tepat seperti posisi sebelumnya. Robot itu tidak merusak brankas, bukan dia.

Karena beberapa jam setelah robot itu keluar… Amberlyn datang. Dialah yang memotong brankas itu dengan laser industrial presisi, percaya bahwa yang ia ambil adalah asli.

Padahal , yang ia ambil hanyalah umpan.Dan yang memegang data asli bernilai ratusan miliar dollar itu bukan Amberlyn…tapi wanita di kamar itu. Yang sejak awal sudah berada satu langkah lebih maju dari mereka semua.

Kembali ke Johan dan Eliot…

Malam itu ruang arsip terasa lebih gelap daripada biasanya.Johan dan Eliot sudah berhenti mencari. Mereka tidak lagi membuka laci atau membalik dokumen ,mereka hanya duduk di atas meja panjang, sama-sama membeku, sama-sama menahan napas.

Johan bersandar sambil mengusap wajah dengan kedua tangan seperti ingin menghapus semua kemungkinan mimpi buruk besok pagi.

Eliot menekuk tubuhnya ke depan, rambut berantakan, tangan menyilang di belakang kepala. Ia memandang lantai , kosong, mati, tanpa jawaban.

Tak ada yang berani berkata keras… karena hanya memikirkan bagaimana Apollo akan bereaksi besok saja membuat dada mereka sesak.

“Bagaimana kita menjelaskan ini…?” gumam Johan pelan, keputusasaan terdengar jelas di suaranya.

Eliot mengerjap pelan.“Aku bahkan… tidak tahu kalimat pembuka apa yang bisa menyelamatkan nyawa kita.”

Mereka terdiam.Ketakutan yang sama.

Karena besok… mereka akan berhadapan dengan Dragunov yang kehilangan sesuatu bernilai ratusan miliar dolar.Dan tidak ada satu pun dari mereka yang siap menghadapi itu.

...****************...

Pagi itu, ruang kerja Dragunov seolah lebih dingin daripada biasanya. Apollo duduk di kursinya yang tinggi, jari telunjuk kanan mengetuk pelan permukaan obsidian Tok ..!tok..! Tok..! seperti bunyi jam kematian yang menghitung mundur.

“ Kalian tahu kenapa pagi-pagi sekali kalian sudah kupanggil?” suara Apollo berat, serak, dan tidak perlu meninggi untuk membuat dua pria itu hampir berhenti bernapas.

Eliot mencoba bicara, “Strategi bisnis semala—” .Apollo mengangkat tangan. Diam. Tidak ada interupsi lagi.

Ia berdiri pelan. Langkah sepatunya terdengar seperti pukulan palu hakim saat ia mendekati mereka. “Bagaimana kalian berdua bisa sangat ceroboh?” Dingin. Netral. Tanpa emosi.

“aku hampir kehilangan proyek yang bisa mengguncang pasar global dua kali. Dua. Kali.”

Eliot dan Johan gemetar, tak tahu harus berdiri atau jatuh.Lalu Apollo mengangkat tangan kirinya, memperlihatkan flash disk obsidian kecil itu.Yang seharusnya hilang.

“Benda ini… tergeletak begitu saja di atas mejaku.” Kalimat itu pelan. Tetapi itu jauh lebih mengerikan daripada teriakan.

Johan seperti kehilangan darah di wajahnya. Eliot memejamkan mata sesaat sambil menelan ludah keras.

Di ambang pintu, Lyora berdiri. Diam. Terkejut? Bingung? Tak ada yang tahu.

Ia menatap sedikit lebih lama… lalu memutuskan pergi tanpa suara.

Apollo hendak kembali memperingatkan kedua tangan kanannya itu , tapi dia berhenti mendadak.Ada aroma samar… wangi bunga magnolia klasik yang dulu hanya digunakan oleh satu orang di masa lalu: Ibunya.

Ia menoleh cepat ke arah pintu.Kosong.Hanya pot bunga yang bergoyang pelan seolah seseorang baru saja lewat tepat di sana…

Apollo akhirnya memutuskan mengikuti aroma parfum itu sampai ke kamar mendiang ibunya. ruangan sunyi di sisi privat mansion yang selalu dibiarkan tertutup rapat dan tak pernah benar-benar disentuh siapa pun sejak kematian wanita itu.

Ia membuka handle pintu dengan pelan. Ada sedikit bunyi klik logam dingin. Tidak ada wangi apapun. Tidak ada jejak parfum vintage khas ibunya yang beberapa menit lalu nyaris terasa menempel di inderanya.

Hampa.Hening kamar itu seolah menegaskan bahwa semua yang ia rasakan tadi mungkin hanya ghost scent. Phantom. Imajinasinya.

Atau… seseorang sedang mempermainkan memorinya.

Apollo menghela napas pelan. Bahunya sedikit merosot, hanya satu detik sebelum ia kembali memasang ekspresi tidak terjamah apa pun.Ia menutup kembali pintunya. Melangkah keluar.

Namun di tengah koridor panjang itu… langkah kakinya tiba-tiba berhenti. Bukan karena sebuah ancaman. Bukan karena seorang penjaga.Tapi karena apa yang dilihatnya di ujung lorong terlalu absurd untuk diproses otaknya saat ini.

Lyora, istri yang membuat hatinya sekaligus melemah dan meledak sedang berjongkok di lantai marmer putih.Bersama Fugui.

Kelinci kecil yang sangat dia sayangi.Mereka berdua… sedang tarik menarik wortel.

Bukan wortel tiruan. Melainkan wortel asli dengan daun masih tersambung. Fugui menggigit batang daun bagian atas dengan gigihan penuh tekad makhluk mungil.

Lyora memegang bagian umbinya, menarik dengan kekuatan jauh di luar logika kegiatan pagi normal seorang istri Dragunov.

“Berikan. Ini bukan untukmu.” Lyora menarik wortel itu lagi, suara lirih karena ia baru sadar itu tidak elegan sama sekali, tapi tetap melakukannya.

Fugui justru semakin keras kepala seperti sedang berperang mempertahankan wilayah kekuasaan sayurnya.Apollo mengangkat satu alis. Dan mendengus pelan.

“Serius,” suaranya datar, dingin, namun ada ironi mengalir di dalamnya, “kau ingin berebut wortel dengan makhluk mungil itu di pagi buta seperti ini?”

Lyora menoleh spontan, tersentak seperti ketahuan melakukan kejahatan tingkat rendah.

“Bukan begitu,” ia buru -buru menjelaskan, sedikit memerah karena malu tertangkap di momen paling tidak bermartabat dalam sejarah seorang Lyora Dragunov.

“Ini… wortelnya kebesaran untuknya. Dan rasanya hambar. Dia pasti hanya memakan sedikit… lalu meninggalkannya di sembarang tempat.”

Apollo memiringkan kepala.Pupilnya seperti memproses detail itu dengan cara sarkastik mereka biasanya.

.“Oh. Hambar.” ia menekankan dingin seolah memotong logika Lyora dengan pisau perak. “Kau sudah mencicipi kalau wortel itu hambar?”

Kalimat itu menembak tepat sasaran.

Seperti of course hanya Apollo yang bisa membuat konflik wortel terdengar seperti interogasi intel tingkat negara.

“Aku tidak mencicipinya.” jawab Lyora cepat.

Apollo berjalan mendekat pelan.Tidak tergesa. Justru semakin pelan semakin membuat napas Lyora seolah terhenti.

Ia berhenti tepat dua langkah di depannya. Tatapannya turun, menatap wortel itu. Lalu naik ke wajah Lyora lagi.“Lalu bagaimana kau bisa tahu kalau itu hambar?”

Nada suaranya rendah. Tidak marah. Tapi… mengintimidasi .Lyora terdiam.Beberapa detik itu seperti vacuum.Kelinci mungil itu masih menggigit daun wortel, tapi Lyora tak bergerak lagi.

“Karena…” Lyora menarik pelan wortelnya dari mulut kelinci itu, melepas tarikannya. Suaranya meredup. “…aku sudah sering memberi wortel jenis ini. Dia selalu menolak setelah beberapa gigitan. Jika rasanya manis dia biasanya menghabiskan sampai habis.”

Apollo menatapnya sekian detik. “Jadi kau menilai rasa… dari statistik perilaku seekor kelinci?” ucapnya dingin. Lyora menunduk kecil, menggenggam wortel itu di tangannya.

“…kurang lebih begitu.”

Apollo menghela napas lirih. Tidak menertawakan. Tidak mengolok. Tapi ia menoleh sedikit, seakan berusaha menahan senyum.

Sebelum ia bisa bicara lagi, Fugui yang sudah berhasil mencuri sehelai daun lari terbirit membawa daun wortel itu di mulutnya, ekor nya naik turun seperti kemenangan kecil yang konyol.

Lyora refleks memanggilnya pelan. “Hei—Fugui… kembali. Itu cuma… bagian atasnya saja…”

Apollo menoleh kembali pada Lyora. “Mengapa kau bangun sepagi ini?” suaranya rendah. Netral. Tapi Lyora tahu itu bukan pertanyaan random. Ini pertanyaan yang berusaha mencari sesuatu.

“Aku gelisah.” jawab Lyora pelan. “Aku merasa ada yang memanggilku… atau mungkin sesuatu yang menempel di udara mansion ini sejak tadi.”

Apollo membeku sepersekian detik.Karena kata–katanya… sama.Dengan yang ia rasakan sendiri. Namun ia memilih tidak menunjukkan nya.

“Aku juga sedang menangani sesuatu.” gumam Apollo. “Tapi bukan wortel.”

Lyora melihat ke mata Apollo. Hening itu seolah menarik keduanya sedikit dekat.

Seolah ada invisible thread yang tanpa sadar sudah menaut meski sama–sama pura–pura tak tahu.

Dan Apollo tiba–tiba merasakan samar… sekali lagi… aroma itu. Aroma parfum klasik dari bunga magnolia . manis tipis.tapi

bukan dari ruangan ibunya.Melainkan…dari rambut Lyora. Apollo perlahan mendekat setengah langkah. Mata tajam itu menyipit sedikit, melacak tanpa menyentuh.“Lyora…” ia berkata perlahan. “Apa yang kau pakai di rambutmu?”

1
Chimpanzini Banananini
makin lama makin menarik. apakah mungkin sebuah kepolosan mampu meluruhkan kekejaman seseorang?
Vᴇᴇ
"Warna merah warna cinta. Lebih penting dari kamu semua. Tanpa cinta, hidup ini tidak bermakna. Sunyinya dunia~" -Mei Mei

eh ko gue apal ya 😭
Hanik Andayani
kenapa tulisan cukup hrs pake huruf tebal thor
rahmad faujan
agak lain emang hadiahnya
Wida_Ast Jcy
udah pikun ya sampai lupa segala🤭🤭🤭
Wida_Ast Jcy
idih.... singa dijadikan hadiah. gk takut di ngap ya🤔🤔🤔
☕︎⃝❥ᗰᗴᑎGᗩᖇᗴ(╯°□°)╯︵ ┻━┻
Keren penggambarannya, sayangnya bertolak belakang sama gaya kepenulisanku🤣
Mingyu gf😘
aku juga pengen melihara singa🤣
Irfan Sofyan
sini main saja sama aku 😁😊
Irfan Sofyan
Lyora istri Apollo kah
Irfan Sofyan
memang apa kerjaan Apollo
Ani Suryani
cara membuat bos gila gimana ya
iqbal nasution
aneh juga, memilih tanpa alaan
iqbal nasution
rruasnng rahasia yaa
iqbal nasution
si lyora idiot?
Vᴇᴇ: gaa gituuu 😭
total 1 replies
Chimpanzini Banananini
bentar. di flashback ini, lyora masih anak² kah?
Chimpanzini Banananini
rill. klo dia dijadikan sandera bakalan mudah si apollo untuk melakukan apa saja
☕︎⃝❥ᗰᗴᑎGᗩᖇᗴ(╯°□°)╯︵ ┻━┻
Wkwkw, malah bawa gituan ke kamar
(づ ̄ ³ ̄)づ ARUNA I'M GONE(´∀`)♡
Siap kak. nanti aku revisi. tapi untuk saat ini belum ada waktu sih..
Wida_Ast Jcy
Menurut ku thor dialog tidak perlu ditebalkan. banyak aku temukan seperti itu. kecuali membaca pesan dari telpon ditebalkan kalimat tidak aapa lho thor
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!