Kepercayaan Aleesya terhadap orang yang paling ia andalkan hancur begitu saja, membuatnya nyaris kehilangan arah.
Namun saat air matanya jatuh di tempat yang gelap, Victor datang diam-diam... menjadi pelindung, meskipun hal itu tak pernah ia rencanakan. Dalam pikiran Victor, ia tak tahu kapan hatinya mulai berpihak. Yang ia tahu, Aleesya tak seharusnya menangis sendirian.
Di saat masa lalu kelam mulai terbongkar, bersamaan dengan bahaya yang kembali mengintai, mampukah cinta mereka menjadi perisai?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon CutyprincesSs, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 31
Disclaimer: 18+
"Chill, Sya. Mungkin kau masih lapar. Kau mau kita ke lantai satu?" tawar Noah yang tangannya di pegang erat oleh tangan Aleesya. Aleesya mengatur napas perlahan, musik di ruangan ini seolah sangat membuatnya tak nyaman. Dan malam ini terasa berbeda dari malam sebelumnya, bahkan angin malam yang lewat pun terasa dingin.
Aleesya mengangguk, sambil memfokuskan penglihatannya. "Aku rasa aku butuh air mineral." Noah menyeringai, ia lantas membantu Aleesya berdiri dan melangkah keluar. Sementara Victor kini sudah berada di tengah lantai. Ia terus bergerak sesuai irama musik, tatapannya kosong, tak sadar dengan yang dilakukannya. Malam ini ia justru merasa begitu ringan. Tangannya terus menelusuri lekuk tubuh Mila, membuat wanita itu tersenyum penuh kemenangan. Mila mendekat saat tangan Victor menyentuh pinggangnya.
"Enjoy, babe?" tanya Mila mengalungkan tangannya ke leher Victor. Pria itu tertawa kecil, "Aneh banget... aku merasa ringan tapi... panas juga. Musiknya seolah menarikku." jawabnya sambil menelan salivanya dengan susah. Mila tersenyum lebar, ia berbisik dengan nada sensual. "Nikmatin aja, Victor. Malam ini kamu bebas." ucapnya setelah meninggalkan satu kecupan merah menyala di pipi kiri Victor.
Setelah berhasil membawa Aleesya keluar dari lounge, Noah sempat melirik jam tangannya sambil menahan senyum. Napas Aleesya mulai berat, langkahnya goyah dan wajahnya pucat. Aleesya benar-benar tak sadar dan menutup mata meskipun sesekali mengeluh kepanasan. "Noah..." gumamnya pelan, suaranya serak. "Aku... ngerasa aneh banget."
"Kamu cuma kecapekan, sayang." Noah berbisik lembut di telinganya sambil menopang badannya agar tak terjatuh lalu menuntunnya ke koridor sisi kanan gedung. "Tenang aja, sebentar lagi kamu bisa istirahat." Aleesya sudah tak kuat menjawab. Noah memapahnya melewati pelayan yang berjaga dan memberi isyarat cepat.
Ia sampai di depan kamar yang sudah dipesan Mila untuknya atas nama klien. Dengan satu gesekan kartu akses, pintu terbuka. Noah membawa Aleesya masuk, menutup pintu, dan membiarkannya berbaring di atas ranjang empuk dengan lampu redup. Noah tersenyum lebar dan mulai mencium pipi Aleesya.
"Maafkan aku, Sya! Aku terpaksa melakukan ini karena aku mencintaimu, dan Aku ingin kau menjadi milikku seutuhnya!" ia memeluk Aleesya, sesekali mengendus leher wanita yang sudah larut dalam pengaruh obat itu. Aleesya hanya terbaring pasrah, Noah menyibakkan rambut wanita itu dari wajahnya.
Di lain tempat, Victor semakin lama tak bisa mengendalikan dirinya. Tubuhnya panas, jantungnya berdebar tak wajar. Mila yang sadar akan efek obat di parfum itu semakin mendekat. Tangannya menjadi liar dengan menyusup ke dada Victor, menyentuh kerah jasnya, lalu turun ke perut.
"Kamu oke?" tanyanya manja, wajahnya tanya berjarak satu jengkal dari pria itu. Victor diam tangannya mulai bergerak menyentuh lengan Mila, lalu ke pinggang. Napasnya berat. "Ayo aku tahu tempat lebih tenang." bisik Mila menggoda, menggandeng tangan Victor untuk menjauh dari lantai dansa.
Mereka berjalan cepat melewati lorong belakang menuju kamar yang sudah Mila pesan. Wanita itu menutup pintu. Musik dari rooftop terdengar samar, tapi ruangan itu kedap... sengaja agar memberi kesan semua lebih dekat.
Victor bersandar di dinding. Matanya mulai sayu, napasnya cepat. "Panas banget." gumamnya melepas dua kancing atas kemejanya. Mila mendekat, memegang tangan Victor. "Kamu capek, Vic. Biarkan aku yang bantu lepasin beban kamu." bisiknya di telinga Victor. Pria itu hanya diam, Mila memegang pinggang Victor, keduanya makin merapat. Mila membantu melepas kancing jasnya dan mendorongnya ke sofa kecil di sisi ruangan.
Sentuhan mereka semakin tak bisa Victor tolak. Mila duduk di atas pangkuannya, mengelus dada lalu membelai rambut Victor dan turun ke leher. Sementara Victor... rasa panas yang menggerogotinya membuatnya pasrah, ia menarik tubuh Mila untuk mendekat. "Rasanya aneh..." desah Victor dengan suara berat. "aku hilang kendali." ia menggigit bibir bawahnya. "Tidak usah dilawan." Mila mengecup pipi Victor. "...percaya sama aku." Victor menurut, ia mencium bibir Mila. Dalam. Lama. Tubuh mereka berguling ke atas sofa, Mila melepas heels-nya satu persatu. "Akhirnya..." monolognya penuh kemenangan.
Di ruangan kamar berbeda, Victor melihat sekelebat memori yang melintas di kepalanya. Seorang wanita, bukan Mila, tapi Aleesya. Disana terlihat Aleesya yang tertawa bersama Victor. Bau tubuhnya lembut, bukan seperti sekarang yang dia rasakan.
Victor merasa kesadarannya kembali. Ia membuka mata, gerakan tangannya yang memegang pinggang Mila terhenti. Wanita di depannya bukan Aleesya, melainkan Mila. "Mila?! Kenapa kamu?" Mila menegang, "Apa maksudmu, Vic? Kita sudah setengah permainan, ayo aku bantu." Victor benar-benar sadar, dia buru-buru memiringkan tubuhnya, menjadi duduk di pinggir ranjang dengan kemeja kusut. "Aku... gak... ini salah! Aku tidak bisa!"
Mila menahan lengan Victor, "Kenapa, Vic?! Aku udah di sini dan bisa jadi apapun yang kamu mau, bahkan menjadi Aleesya-" Victor menepis tangannya dengan kasar. "Jangan sebut namanya!" ia berdiri membenarkan kemeja dan melihat sekeliling: lantai lengket, baju-baju berserakan, dan wanita di depannya terengah-engah di atas ranjang, seperti maling tertangkap basah.
"Kamu ngapain tadi? Kamu apakan aku, Mila?! Jawab!" Victor mengerang pelan, merasa pusing tapi kesadarannya kembali dan pikirannya sudah jernih. Mila berdiri, "Victor.. aku hanya ingin kau melihat. Aku mau kita bahagia, Vic." Victor menatap tajam wanita di depannya. "Ini manipulasi! Ini bukan cinta! Lo pikir gue bisa dicintai kalau lo nyeret gue keranjang pakai trik kayak gini?!" Mila tertahan, bibirnya bergetar. Tiba-tiba terdengar suara bentakan pelan terdengar dari ujung lorong, rusuh.
---
Dress Aleesya sudah melorot sebagian dari bahunya, napasnya berat, pipinya merah, kulitnya memanas. Noah tersenyum kemenangan, tangannya mengusap bahu Aleesya. "Kamu cantik banget, Leesya." bisiknya lirih. Aleesya menggeliat, ia sudah tak sadar.
Noah melepas jasnya, menunduk sambil menahan kedua tangan Aleesya. Kedua kaki wanita itu menendang-nendang, ia panik, rasa bersalah dan takut lebih menguasainya sekarang. Noah benar-benar sudah di kuasai nafsu, nada bicaranya terdengar mengerikan, bukan seperti pengungkapan cinta pasangan pada umumnya. "I love you, Aleesya." Noah berusaha membungkam suara Aleesya tapi wanita ini terus memberontak, dalam hati tanpa sadar terus memanggil nama Victor. "Emph, Noah..." Aleesya terus mendorong tubuh Noah, meskipun kesadarannya hampir hilang, tapi tenaganya cukup kuat melawan apa yang seharusnya tak boleh ia alami sekarang.