" Sekali berkhianat maka sampai kapanpun akan terus menjadi pengkhianat".
Begitulah kalimat yang menjadi salah satu sumber ujian dari sebuah hubungan yang sudah terjalin dengan sangat kokoh.
" Orangtua mu telah menghancurkan masa depanku, makan tidak menutup kemungkinan jika kamu akan menghancurkan pula anakku. Sebelum itu terjadi aku akan mengambil anakku dari hubungan tidak jelas kalian berdua".
Cinta yang sudah terbentuk dari sebuah kesederhanaan sampai akhirnya tumbuh dengan kuat dan kokoh, ternyata kalah dengan sebuah " Restu" dan "keegoisan" di masa muda adalah sebuah penyelesalan tiada akhir.
Berharap pada takdir dan semesta adalah sebuah titik paling menyakitkan secara sederhana.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dinar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 29
Malam ini disebuah bangunan megah yang sering dikenal dengan Hotel, terasa suasana lebih hangat dari biasanya. Lampu lobby yang tengah memantulkan cahaya keemasan dengan memberikan kesan yang tenang bahkan mewah, besok adalah hari besar yang sudah dinantikan oleh sepasang calon pengantin Rayyan dan juga Nagiska.
Anggara, Sintia dan juga Arga tidak lupa hadir bahkan mereka mendapatkan fasilitas kamar seperti keluarga, ahhh lupa bukankah mereka juga calon besan dari Pradana? Kini suasana riuh kecil terdengar lirih setelah pertemuan Pradana yang menyambut kehadiran Anggara dan keluarganya.
Tidak pernah ada dalam bayangan jika malam ini akhirnya akan datang juga, Rayyan anak sulung yang dulu masih sering mengekori kemanapun aku pergi... Tangan kecil yang selalu menggenggam erat ketika akan menyebrang jalan, ternyata besok adalah waktu dimana aku akan menggandeng tangan itu dengan langkah dan tujuan yang berbeda. Kini aku akan mengantarkan Rayyan menuju tangga kehidupan yang baru bersama dengan wanita pilihannya.
Dada Pradana terasa sesak, tubuhnya yang tengah duduk tegap diatas balkon kamar hotel. Bukan karena rasa sedih tapi karena perasaan bangga dan juga haru yang kini tengah membuat tenggorokannya terasa tercekat.
Selama ini Pradana selalu merasa tidak cukup hadir dalam proses tumbuh kembang sang anak sulungnya, sehingga rasa sayang yang ia berikan tidak cukup terlihat.
Namun malam ini..... Ada yang berubah.
Tuhan....
Aku tidak pernah bisa menjadi seorang Ayah yang baik untuk kedua anakku, egoku terlalu tinggi untuk terus membersamai mereka. Terimakasih untuk kesempatan yang telah engkau berikan, karena saat ini aku merasa semua telah diperbaiki.
Disebuah kamar yang cukup luas kini sepasang kakak beradik Liora dan juga Rayyan tengah heboh menyiapkan kejutan untuk sang Papa.
Meja kamar yang telah dipenuhi dengan kertas, bingkai foto, lilin kecil LED dan tidak lupa balon warna-warni yang akan ikut memeriahkan kejutan malam ini.
Liora bergerak cepat sementara sang kakak masih sibuk dan berusaha meniup balon yang masih tetap gagal.
" Kak, buat kejutan tapi balon itu tidak jadi-jadi... Gimana mau jadi bikin kejutannya Hhhahhh".
Liora terlihat sedikit frustasi karena melihat kegagalan sang Kakak yang masih belum berhasil meniup balonnya satupun.
" Tenang Dek... Ini salah balonnya kenapa keras banget jadi susah kan".
Liora yang gemas kini tangannya mengambil balon, dengan dua kali tiupan dari mulut kecilnya balon itu langsung mengembang sempurna seolah seperti keajaiban.
" Oke... Oke... Balonnya gak keras apalagi salah, Kakak saja yang tidak pandai meniup balon".
Mendapatkan tatapan tajam dari sang adik membuat Rayyan mengalah, tidak ingin ada keributan lebih baik mencari aman saja.
" Yaudah sekarang tugas Kakak tempel ucapannya di sana".
Rayyan menurut saja agar kejutan tidak sampai gagal, apalagi Liora yang kesabarannya sangat tipis.
" Kak, besok udah mau jadi suami aja... Padahal baru kemarin kita rebutan remote Tv".
Liora terkekeh geli saat tengah menempelkan bingkai foto masa kecil mereka bersama kedua orangtuanya, kilatan memori masa lalu kini berputar bebas dikepalanya.
Rayyan seketika menghentikan aktifitas tangannya yang tengah menyusun huruf.
" Aku juga sama masih sempet tidak percaya, aahh iya malam ini harus menjadi malam paling hangat... Setelah melewati perjalanan panjang tentang rasa sayang kita, mulai malam ini mari kita tunjukkan rasa sayang itu untuk Papa".
Hening menyapa karena kini keduanya tengah sibuk dengan aktifitas masing-masing.
Pintu kamar hotel Pradana kini diketik pelan oleh Liora dan juga Rayyan.
" Paaaa.... Boleh masuk?".
Pradana yang mendengar panggilan suara sang anak kini melangkahkan kakinya menuju pintu kamar, membuka dan terlihat kedua anaknya berada didepan pintu dengan senyuman hangat.
Rayyan dan Liora mengajak sang Papa untuk ikut masuk kedalam kamar yang telah disiapkan untuk kejutan.
" Selamat Hari Ayah...."
Setelah pintu terbuka kini kedua anaknya serempak mengucapkan kata yang begitu hangat didengar.
Pradana membeku saat melihat ada tulisan di dinding dengan hiasan lampu kelap-kelip, tidak lupa ada bingkai foto masa tersusun rapi dengan balon yang meriah warnanya.
Foto dimana Rayyan yang masih kecil memegang tangan Pradana, Liora yang saat masih SD tertidur dipundaknya dengan nyaman.
Terimakasih untuk cinta dan Kasihnya Papa ... Kami mencintaimu sangat.
" Ini.... ini semua?".
" Kado yang hilang beberapa tahun terkahir, kini telah kembali lagi, Pah". Rayyan dan Liora kini menghampiri dan memeluk sang Papa.
" Meskipun telat, semoga ini menjadi awal yang baik untuk kita, Pah. Sekali lagi Selamat Hari Ayah... Terima kasih sudah menjadi tempat pulang yang tak pernah meminta balas, menjadi bahu yang tetap kuat meski sering tak terlihat. Semoga hatimu selalu dijaga Tuhan. Aku sayang Papa, lebih dari yang pernah bisa aku ucapkan".
Pradana menundukkan kepalanya mengecup puncak kepala Rayyan dan Liora bergantian, air matanya luruh bebas.
" Ahhh... Papa bahagia sekali, Terimakasih banyak".
Rayyan kini menepuk pundak sang Papa lembut.
" Apapun yang terjadi, bagi kami Papa tetaplah rumah paling aman dan nyaman bagi anak-anaknya".
" Papa benar-benar bahagia terimakasih banyak, kejutan ini sangat berarti untuk Papa ... Terimakasih untuk cinta, perhatian, bahkan hadiah yang telah Kakak dan Adek berikan untuk Papa".
" Papa minta maaf jika selama ini belum bisa menjadi sosok yang sempurna untuk Kakak dan juga Adek, maaf ternyata Papa terlalu keras bahkan tidak peka kepada kalian".
" Terimakasih banyak atas kehadiran kalian berdua, kini Ayah selalu ingat jika anugerah dan kebahagiaan dalam hidup Papa adalah kehadiran kalian berdua".
Air mata Pradana akhirnya luruh sepenuhnya, untuk pertama kalinya setelah melewati perjalanan cukup panjang dan menguras emosi, kini dalam waktu cukup lama kini ia bisa kembali memeluk kedua anaknya secara bersamaan, erat seolah takut kehilangan momentum terbaiknya.
" Terimakasih anak-anakku... Meskipun besok Papa akan melepaskan Kakak dari anak untuk menjadi seorang suami, tapi malam ini kalian berdua telah mengembalikan Papa sebagai seorang Ayah yang utuh".