Seorang psikopat yang ber transmigrasi ke tubuh seorang gadis, dan apesnya dia merasakan jatuh cinta pada seorang wanita. Ketika dia merasakan cemburu, dia harus mengalami kecelakaan dan merenggut nyawanya. Bagaimana kisahnya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon AgviRa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
17
Marina menggelengkan kepala, senyum manisnya tersungging di wajahnya. "Tidak, Rio, jangan dengarkan apa yang dikatakan pria tadi. Mana mungkin aku menikah dengan pria lain, sementara ada kamu di hatiku," katanya dengan suara yang lembut dan penuh perasaan.
Pria yang bernama Rio, tersenyum lega dan memeluk Marina erat, seolah-olah dia benar-benar mencintai Marina. "Aku senang mendengarnya, Marina. Aku tidak bisa membayangkan hidup tanpamu," katanya dengan nada yang penuh emosi.
Marina membalas pelukan Rio dengan erat, sambil berpikir dalam hati, "Untuk urusan Bagas nanti, aku akan meminta bantuan mama agar pernikahan ku dengan Bagas tetap berjalan. Aku tidak akan pernah melepaskan kesempatan ini, aku harus memiliki keduanya." Senyum manisnya masih terukir di wajahnya, namun di baliknya tersembunyi niat licik dan perhitungan yang tidak terlihat.
Ya, tadi pagi Marina sudah diberitahu Anton bahwa Bastian dan Bagas telah menyetujui rencana untuk mengganti Alice dengan Marina sebagai mempelai wanita, namun sekarang sepertinya bujukan Anton kepada keluarga Bastian akan berakhir dengan sia-sia karena kesalahan yang Marina buat sendiri.
Disini Marina tidak tahu apa yang menantinya setelah ini, apakah Anton akan marah dan menyalahkan dia? Ataukah ada konsekuensi lain yang lebih parah?
Sementara itu, Rio juga tidak sepenuhnya tulus dalam perasaannya. Di balik senyum dan pelukannya yang hangat, Rio memiliki motif tersendiri untuk mendekati Marina. Dia melihat Marina sebagai kesempatan untuk meningkatkan status sosialnya, dan dia tidak ragu untuk memanfaatkan perasaan Marina untuk mencapai tujuannya.
Marina dan Rio saling memeluk erat, seolah-olah mereka benar-benar mencintai satu sama lain. Namun, di balik itu semua, keduanya memiliki niat dan motif yang tidak sepenuhnya tulus. Mereka berdua seperti dua sisi dari koin yang sama, sama-sama licik dan oportunis, namun dengan cara yang berbeda.
**
Marina turun dari mobil Rio setelah sampai di depan gerbang rumah. Tiba-tiba, Alice datang dan menekan klakson mobilnya beberapa kali. "Halo, bisa geser mobilnya? Kamu menghalangi jalan," kata Alice dengan nada yang sedikit kesal.
Rio memandang Alice dan terpana dengan kecantikannya. Dia tidak bisa tidak menatap wajah Alice yang cantik dan ekspresif. "Ah, ya... aku akan pergi," katanya sambil tersenyum.
Marina tersenyum dan melambaikan tangan. "Sampai jumpa nanti, Rio," katanya sebelum berbalik dan berjalan menuju rumah.
Rio memandang Marina hingga dia masuk ke dalam rumah, lalu dia menjalankan mobilnya perlahan agar bisa lebih dekat dengan mobil Alice. Saat dia berada di sebelah Alice, dia tidak bisa tidak menatap Alice dengan mata yang terpana. "Kamu... cantik," katanya tanpa sadar.
Alice tersenyum sedikit dan memandang Rio dengan mata yang sedikit kesal. "Terima kasih," katanya sambil memandang lurus ke depan.
Rio masih terpana dengan kecantikan Alice dan tidak tahu apa yang harus dikatakan. Alice memandang Rio dengan mata yang sedikit penasaran. "Jadi kapan kamu akan pergi dan tidak menghalangi jalanku?" tanya Alice sambil memandang Rio.
Rio baru sadar dan memandang Alice dengan mata yang sedikit malu. "Ah, ya maaf... aku akan pergi sekarang," katanya lalu berlalu pergi.
Alice menggelengkan kepala dan bergumam, "Sungguh, pria tidak tahu diri. Tidak bisa melihat situasi dengan baik." Dia juga mengumpat dalam hati, "Dasar pria mata keranjang, tidak bisa menahan pandangan, dan sekarang malah membuatku tidak nyaman."
Alice memarkirkan mobilnya di depan rumah dan mematikan mesin. Saat dia melihat ke arah samping, dia melihat ada mobil yang tidak asing bagi dia - mobil milik Bagas. Alice tidak menunjukkan reaksi apa pun dan memilih untuk mengabaikannya.
"Tidak ada waktu untuk memikirkan hal-hal yang tidak penting," katanya dalam hati sambil masuk ke dalam rumah.
Alice memasuki rumah dengan langkah yang mantap, dan samar-samar dia mendengar beberapa orang sedang berdebat. Ketika dia masuk lebih dalam, dia melihat ada beberapa orang di ruang tamu. Anton, Lucy, Marina dan Bagas.
Marina terlihat sedang menunduk dalam pelukan Lucy, dengan wajah yang terlihat sedih dan murung. Bagas berdiri di sebelahnya, dengan ekspresi yang terlihat tegang dan marah.
Alice berniat mengabaikan mereka dan melanjutkan langkahnya untuk pergi. Namun, suara Bagas menghentikan langkahnya. "Alice, kamu sudah pulang? Sejak tadi aku mencarimu," kata Bagas sambil memandang Alice dengan mata yang penuh perhatian.
Alice memandang Bagas dengan mata yang sedikit penasaran. "Untuk apa kamu mencariku?" tanya Alice sambil memandang Bagas dengan sedikit skeptis.
Bagas tersenyum dan menjawab, "Tentu karena kamu tunanganku, apa aku salah jika aku mencarimu?" katanya dengan nada yang penuh percaya diri.
Alice memandang Bagas dengan mata yang sedikit terkejut. "Apa kamu masih menganggap aku sebagai tunanganmu setelah semua yang terjadi?" tanya Alice sambil memandang Bagas dengan mata yang penuh pertanyaan.
"Alice, aku minta maaf atas semua yang terjadi," kata Bagas sambil memandang Alice dengan mata yang penuh penyesalan. "Aku mengaku aku salah, aku menyesal dan sekarang aku sudah memutuskan Marina. Aku berjanji akan kembali pada kamu," katanya dengan nada yang penuh harapan.
Tapi reaksi Alice tidak seperti yang diharapkan Bagas. Alice malah tertawa, dengan tawa yang sedikit mengejek. "Kamu pikir aku akan percaya pada kamu setelah semua yang kamu lakukan?" tanya Alice sambil memandang Bagas dengan mata yang penuh skeptisisme.
Bagas terkejut dengan reaksi Alice dan tidak tahu bagaimana menanggapi. "Aku serius, Alice. Aku tidak akan pernah meninggalkan kamu lagi," katanya dengan nada yang penuh kesungguhan.
Tapi Alice hanya tertawa lagi, dengan tawa yang semakin keras. "Aku sudah cukup mendengar ocehan mu, lagipula aku bukan wanita bodoh yang buta akan cinta, cinta dengan pria sepertimu itu rugi," katanya dengan langkah yang cepat, Alice memilih untuk pergi meninggalkan mereka.
Dia tidak ingin terlibat lagi dalam perdebatan yang tidak ada habisnya. Alice merasa kepalanya pusing dan tidak ingin membuang waktu lagi untuk mendengarkan Bagas.
"Alice, kamu tidak bisa melakukan hal ini, bagaimana bisa kamu mengabaikan aku? Alice," teriak Bagas, namun Alice sama sekali tidak peduli ataupun menoleh kebelakang.
Anton menghela nafas, "Nak Bagas, kamu dengar kan jika Alice tidak mau kembali padamu? Jadi mau bagaimana pun kamu harus tetap menikah dengan Marina. Jika suatu saat Marina kenapa-kenapa, itu semua adalah tanggungjawab mu," katanya dengan nada yang penuh kekhawatiran.
Tapi Bagas hanya tertawa mengejek, "Bukan aku, Om. Tapi salahkan anakmu itu yang obral kemana-mana. Suruh saja pria yang bersamanya tadi untuk tanggungjawab," katanya dengan nada yang penuh ejekan.
Anton memandang Bagas dengan mata yang penuh kesal, "Bagas, jangan berbicara seperti itu. Kamu harus bertanggungjawab atas keputusanmu," katanya dengan nada yang tegas.
Bagas hanya mengangkat bahu, "Kalau aku dan Alice tidak jadi menikah, mending semua aku batalkan sekalian. Aku tidak ingin menikah dengan wanita seperti Marina," katanya dengan nada yang penuh keegoisan.