Lin Chen hanyalah siswa biasa yang ingin hidup tenang di Akademi S-Kelas di Tiongkok. Namun, kedatangan Wei Zhiling, teman masa kecilnya yang cantik dan pewaris keluarga terkenal, membuat hidupnya kacau. Meskipun berusaha menghindar, Lin Chen malah menjadi pusat perhatian gadis-gadis berbakat di akademi. Bisakah ia menjalani kehidupan sekolah normal, atau takdirnya selalu membuatnya terjebak dalam situasi luar biasa?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nocturne_Ink, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 31 - Assassin
Setelah tiga bocah karate itu pergi, sisa keributan masih terasa untuk beberapa saat.
Para pelanggan yang tadi ikut menonton sengaja menghampiri untuk memberi ucapan selamat. Bahkan ada yang minta berjabat tangan.
“Aduh, puas banget saya nontonnya!”
“Anak-anak karate itu memang sering bikin ulah di kawasan pertokoan ini.”
“Badan mereka besar, jadi seenaknya sendiri. Bikin repot semua toko.”
“Tadi itu benar-benar bikin hati adem!”
Rasanya mereka memberi pujian berlebihan, tapi tidak bisa kupungkiri—menjadi sedikit berguna ternyata cukup menyenangkan.
Kedai kopi ini memang sering dikunjungi orang-orang dari kawasan pertokoan. Mereka ramah. Ibu dari toko permen memberiku sebatang cokelat, lalu abang dari toko buah memberiku jeruk. Aku benar-benar berterima kasih karena sudah diperlakukan begitu baik, meskipun aku masih “anak baru”.
Sementara itu, Liu Yaqi berdiri terpaku. Dia seperti kehilangan fokus total.
Ibu dari toko permen menepuk punggungnya.
“Wah, Liu Yaqi, kamu beruntung sekali! Punya pacar sehebat itu!”
Wajah Liu Yaqi langsung memerah seperti terbakar.
…Aku kena batunya.
Aku tidak mau sampai ada salah paham. Aku harus meluruskan bahwa Liu Yaqi punya pacar yang sebenarnya.
Tapi…
“…I-iya… terima kasih banyak…”
Liu Yaqi malah mengangguk malu-malu.
Karena itu, aku kehilangan timing buat mengoreksi.
“Jaga baik-baik dia, ya, anak baru!”
Ibu itu pergi sambil membawa kesalahpahaman penuh.
Baiklah…
“Liu Yaqi, aku keluar sebentar.”
“K-Ke mana?”
“Ada pelanggan di meja 8 yang kayaknya meninggalkan sesuatu. Aku susul dulu.”
Aku menepuk bahunya yang gelisah, lalu berlari keluar.
Begitu keluar, matahari siang terasa menyengat dengan terik yang hampir berisik.
Saat aku mengerling sambil menutupi mata dengan tangan, aku melihat punggung seseorang memakai hoodie abu-abu.
Aku mengikutinya ke sebuah gang sepi.
“Pak.”
Pria itu menoleh perlahan.
Umurnya sekitar pertengahan tiga puluhan. Badan dan wajah biasa saja, hanya ada luka kecil di atas alis kanan yang jadi ciri khasnya.
“Ada apa ya?”
Ia tersenyum ramah.
“Ada barang Anda yang tertinggal.”
“Eh? Masa?”
Dia memeriksa kantong hoodie dan celananya.
“Enggak tuh. Kunci, HP, dompet semua ada. Mungkin punya orang sebelum saya.”
“Oh begitu.”
Aku mengeluarkan sebuah kotak kecil dari sakuku. Plastik abu-abu seukuran telapak tangan.
“Tadi menempel di bagian bawah meja nomor 8.”
Pria itu menatap kotak itu seolah benda aneh.
“Heh. Ini barang yang aneh untuk tertinggal.”
“Belum kubongkar, tapi sepertinya alat penyadap. Aku pernah lihat tipe yang sama sebelumnya.”
“Wah, itu bukan hal yang lembut ya. Hati-hati, di luar sana banyak orang berbahaya. Termasuk tiga orang tadi.”
Aku menatap matanya.
“Menurutku, Anda lebih berbahaya daripada mereka.”
“Eh? Saya? Kenapa?”
“Waktu keributan tadi, saat semua fokus di meja 7, Anda sendirian di pojok, menunduk.”
“Saya ketakutan. Kalau saya lihat, takutnya dia tiba-tiba menyerang saya.”
“Kamu terlihat sangat tenang. Tenang sekali. Sampai bisa menyelinap ke bawah meja tepat saat aku mau menebas botol soda—dasar tikus.”
Senyum pria itu naik perlahan. Giginya yang putih terlihat seperti taring binatang.
“Seperti yang kuduga, bungsunya ‘Sepuluh Langit Berdarah’. Pantas saja Nona Wei menyukaimu.”
“Keluarga Wei yang mengirimmu?”
“Aku diperintah mengawalmu diam-diam. Kuharap kau percaya.”
“Ya, aku percaya.”
Aku menjatuhkan alat sadap itu dan menginjaknya sampai hancur.
“Kalau mereka mau mencelakaiku, mereka tidak akan mengirim tikus seperti kamu. Para ‘sepuluh besar’ pasti yang turun tangan. Yang penting, aku tidak butuh pengawalan. Jadi tujuan kalian—menyingkirkan perempuan yang mendekatiku. Benar?”
“Aku tidak bisa menjawab.”
“Itu sudah cukup menjawab.”
Seperti yang sudah diperingatkan Huang Meilin.
Babi itu memakai kekuasaan kakeknya untuk ikut campur lagi dalam hidupku.
“Aku cuma orang rendahan. Aku bahkan belum pernah bertemu langsung denganmu ataupun Nona Wei. Detail tugas pun tidak diberitahukan.”
“Kalau begitu pulang dan bilang pada bosmu. Yang aku mau cuma liburan musim panas yang normal. Suruh dia berhenti mengusik hidupku.”
“Kau pikir aku bisa begitu saja pulang?”
Ada kilatan aneh di mata tikus itu.
“Aku tidak mau dihina anak SMA. Meskipun kau salah satu dari sepuluh besar. Kalau aku gagal, tamatlah hidupku. Masa depanku—“
“Kalau begitu hiduplah normal.”
“Sudah terlambat. Aku tak bisa hidup normal.”
“Kalau begitu apa?”
Tikus itu menampakkan giginya lagi.
“Kalau aku bisa mengalahkanmu, namaku naik di dunia bawah. Mungkin dapat posisi lebih baik. Atau… aku bisa melukai pelayan cantik itu dan menyenangkan Nona Wei…”
Tikus itu bergerak.
Pergerakannya rendah, seperti ular merayap.
Tinju yang sebelumnya ada di dalam saku ditarik dan diarahkan tepat ke dadaku. Gerakannya rapi. Mantap. Jelas ini gerakan orang yang cuma bisa bertahan hidup dengan cara ini.
Namun—
“Masih amatir.”
Aku menepis tinjunya dengan ringan.
Kukibas kakinya yang kehilangan keseimbangan.
Kalau dia amatir, pasti sudah mati membentur beton. Tapi dia profesional. Ia cepat melindungi belakang kepalanya, menghindari benturan fatal.
Meski begitu, gegar otak sepertinya tak terelakkan.
Ia tak bisa lanjut bertarung.
“Kali ini aku biarkan. Lebih baik kamu ‘lepas’ dari keluarga Wei. Sama seperti aku.”
“……, gu…”
Ia hanya bisa mendesis di tanah. Setidaknya tikus got tahu diri untuk tidak berisik.
“Kuberi satu pesan terakhir. Penyadap itu, kalau aku sampai kelewatan, dia pasti akan menemukannya.”
“Pelayan itu? Tidak mungkin…”
“Dia pekerja keras. Tidak pernah melewatkan satu detail pun saat bersih-bersih. Bagian bawah meja pun tidak luput. Paling lambat besok dia pasti menemukan dan membawanya ke polisi.”
Liu Yaqi bilang padaku di hari pertamaku bekerja:
"Eeh? Lin Chen. Bagian bawah meja itu juga harus kamu lap, ya? Jangan mikir karena jarang kotor jadi bisa dilewati. Di situ justru kelihatan karakter asli sebuah restoran."
"Ngerti? Kalau ngerti, bilang ke senior ini!"
"Iya, aku mengerti, Senior Liu Yaqi."
Berkat kamu— aku bisa melindungimu.
[BERSAMBUNG]