Dikhianati suami dan sahabatnya sendiri, Seraphine Maheswara kehilangan cinta, kepercayaan, bahkan seluruh harta yang ia perjuangkan. Malam itu, ia dijebak dalam kecelakaan maut oleh Darian Wiranata dan Fiora Anindya.
Namun takdir memberinya kesempatan kedua untuk kembali ke masa lalu. Kini, Seraphine bukan lagi wanita naif, melainkan sosok yang siap membalas dendam kepada paraa pengkhianat.
Di tengah jalannya, ia dipertemukan dengan Reindra Wirajaya, CEO muda yang perlahan membuka peluang takdir baru.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nadinachomilk, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 25 IRI
"Fiora,bagaimana kamu bisa mencuri karya orang lain?"tanya Sita dengan kecewa.
"Ma-maaf mbak saya tidak bermaksud seperti itu"kata Fiora bergetar.
Fiora menatap tajam ke arah Sera,tatapan rasa malu ditambah rasa marah kepada Sera.
"Kalau memang tidak bermaksud, kenapa presentasimu sama persis dengan draft milikku? Bahkan catatan revisi yang belum aku perbaiki ada di situ" Sera menatap tajam ke arah Fiora.
"Itu kebetulan!" Fiora tiba-tiba meninggikan suara. "Aku memang menulis ide itu sejak awal. Mungkin kamu yang diam-diam menyalin punyaku"
"Hentikan alasanmu, Fiora" suara Sita makin dingin. "Bukti catatan di buku ini jelas menunjukkan siapa yang sebenarnya membuat ide itu. Jangan coba-coba membalikkan fakta"
"T-tapi mba?" tanya Fiora sambil mengggit bibirnya.
"Cukup!" potong Sita dengan tegas. "Saya akan memaafkanmu kali ini, soalnya ini baru hari pertama. Tapi ingat baik-baik, kalau lain kali kamu membuat kesalahan seperti ini lagi, mau tidak mau kamu saya keluarkan dari program magang ini. Mengerti?"
Ruangan seketika hening. Semua pasang mata tertuju pada Fiora seolah sedang menghakimi.
Perlahan Fiora mengangguk. "M-mengerti, Mbak" suaranya lirih.
"Baik,terimakasih atas presentasi kalian untuk event kali ini,saya akan berdiskusi dengan beberapa staf disini untuk menentukan siapa yang terbaik. Kalian boleh menunggu diluar" Sita tersenyum lalu mempersilahkan mereka untuk pergi keluar.
Mendengar perkataan itu Fiora segera mengangguk, tapi sebelum melangkah ia mendongak menatap Sera. Tatapannya berubah tajam, menusuk, penuh amarah yang berusaha ia sembunyikan.
Sera membalas tatapan itu tanpa gentar. "Kalau memang mau bersaing, lakukan dengan jujur, Fiora"
Fiora tersenyum miring, suara rendahnya terdengar sinis. "Jangan terlalu percaya diri, Sera" setelah itu Sera melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu.
Fiora berjalan menuju ke arah kamar mandi dengan kesal,ia menghentak hentakkan kakinya membuat beberapa orang yang lewat koridor itu menatap ke arah Fiora.
"Sialan,kenapa Sera selalu lebih unggul daripada dirinya" gerutunya kesal.
Fiora akhirnya sampai di dalam toilet,ia menatap ke arah kaca lalu menatap tajam sosok dirinya di kaca itu.
"Kenapa selalu kamu, Sera? Dari dulu semua orang lebih memilihmu" batinnya geram.
Fiora akhirnya menyibakkan rambutnya kasar, mencoba menahan amarah yang mendidih di dadanya. Tatapannya di cermin semakin tajam.
"Aku nggak akan kalah sama kamu, Sera. Dengar itu" gumamnya, sebelum akhirnya membasuh wajah dan berusaha menutupi emosinya dengan senyum palsu.
Fiora segera melangkahkan kakinya keluar dari dalam toilet menuju ke dalam ruangan itu. Saat Fiora masuk, suasana sudah tenang. Sita berdiri di depan, sementara para peserta magang menunggu hasil pengumuman. Sera duduk di kursinya, tampak santai namun ada sedikit ketegangan di wajahnya.
"Baik, setelah saya menilai hasil presentasi kalian hari ini, saya ingin memberikan apresiasi terlebih dahulu" suara Sita terdengar lantang.
"Untuk Nadya, konsepmu sangat matang dan eksekusinya rapi. Kamu menunjukkan kemampuan berpikir yang terstruktur"
Nadya tersenyum bangga, meski melirik ke arah Sera dengan tatapan penuh saing.
"Lalu untuk Sera" Sita beralih menatap ke arahnya. "Saya sangat terkesan dengan detail event plan milikmu. Kamu tidak hanya memikirkan konsep acara, tapi juga memperhatikan anggaran, timeline, bahkan detail kecil yang sering terlewat. Itu menunjukkan kualitas seorang profesional"
Semua mata tertuju pada Sera. Gadis itu menunduk sedikit dan tersenyum, mencoba tetap rendah hati.
"Karena itu" lanjut Sita dengan senyum lebar, "Hari ini, saya menetapkan Sera sebagai pemenang Best Event Plan"
Tepuk tangan bergemuruh di ruangan. Beberapa staff yang ada disana menoleh kagum, ada juga yang mengangguk setuju.
Sera menatap ke arah Sita dan berkata pelan, "Terima kasih banyak, Mbak. Saya akan berusaha lebih keras lagi ke depannya"
Namun, di sudut ruangan, Fiora mengepalkan tangannya erat di balik meja. Wajahnya tampak kaku menahan amarah dan rasa malu. Senyum Sera yang sederhana saja sudah seperti penghinaan baginya.
"Kenapa rencana ku harus gagal!!" batinnya, semakin tenggelam dalam rasa iri yang tidak pernah padam.
"Baik terimakasih untuk ini, sekarang kalian boleh menikmati waktu istirahat"
Nadya,Sera dan Fiora mengangguk,lalu menuju ke arah luar ruangan. Fiora sudah melangkahkan kakinya menuju ke arah kantin, menunggu Darian disana. Hingga sampailah mereka bertiga di kantin, Reindra sudah berdiri disana menunggu Sera.
Reindra tersenyum tipis begitu melihat Sera. "Aku udah pesenin minuman buat kamu" katanya singkat, suaranya lembut seperti biasa.
"Terima kasih, Rei" jawab Sera dengan senyum tulus.
"Yasudah ayo kita duduk disana"Reindra menunjuk ke arah bangku kosong.
Sementara itu, tak jauh dari sana, Darian baru saja duduk sambil memandangi mereka. Fiora buru-buru menghampiri Darian, wajahnya dibuat manis meski di dalam ia masih marah kepada Sera.
"Darian, kamu udah makan? Aku beliin bakso ya" kata Fiora sambil menarik tangannya Darian seakan ingin menunjukkan bahwa mereka dekat.
Darian hanya mengangguk malas, matanya lebih banyak mengarah ke Reindra dan Sera. Fiora menggertakkan giginya, namun tetap berpura-pura manja. Ia lalu berdesakan membawa semangkuk bakso panas, berniat duduk tepat di samping Darian.
Namun saat melewati meja tempat Sera duduk, Fiora pura-pura tersenggol bahunya oleh orang lain. Kuah bakso panas itu tumpah deras ke arah baju Sera.
"Aduhhh" Sera terlonjak, menatap bajunya yang basah kuyup dengan kuah berminyak.
Reindra langsung berdiri, wajahnya berubah tegang. "Fiora! Kamu nggak hati-hati, ini kena pakaian Sera" suaranya meninggi nadanya marah yang jarang sekali terdengar darinya.
Darian juga berdiri, menatap Fiora dengan kekecewaan. "Fiora, kamu keterlaluan!Sera bisa terluka karena ulahmu"
Fiora terdiam sesaat, wajahnya pucat karena tidak menyangka Darian juga ikut memarahi. Bibirnya bergetar, lalu ia mencoba membela diri.
"Aku… aku nggak sengaja.Tadi ada orang yang nyenggol aku"
"Tapi kamu harusnya lebih hati-hati" balas Darian dingin. "Ini bukan pertama kalinya kamu bikin masalah, aku muak dengan tingkahmu ini Fiora!"
Mata Fiora membesar, hatinya serasa ditusuk. Ia tidak percaya Darian membela Sera di depannya. Sambil menahan amarah, Fiora meletakkan mangkuk kosongnya ke meja terdekat.
"Jadi sekarang kamu juga lebih peduli sama dia, Darian?" ucapnya dengan nada getir, matanya berkaca-kaca. "Baiklah kalau begitu aku pergi saja!"
Tanpa menunggu jawaban, Fiora berbalik dan berjalan cepat keluar dari kantin. Suara langkah kakinya terdengar keras membuat beberapa orang menoleh penasaran.
Reindra segera meraih tisu dan memberikan pada Sera. "Kamu nggak apa-apa? Panas nggak?" tanyanya penuh ke kha
Sera menggeleng pelan sambil mencoba tersenyum. "Aku nggak apa-apa. Cuma bajunya jadi kotor"
Sera berusaha membersihkan noda kuah di bajunya dengan tisu dari Reindra, meski warnanya tetap membekas. Senyumnya dipaksakan agar tidak terlihat canggung.
Tiba-tiba Darian melangkah maju, melepas jaket hitam yang ia bawa dan langsung menyodorkannya ke arah Sera.
"Pakailah ini dulu, nanti kamu bisa sakit kalau bajumu terus basah seperti itu" ucapnya dengan nada lembut berbeda dari biasanya.
Sera menatap Darian sebentar, ekspresinya datar. Ada sedikit keraguan di matanya, seolah tidak ingin menaruh harapan lagi setelah pernah merasa dikhianati.
"Terima kasih, tapi aku bisa bersihkan sendiri" jawabnya singkat sambil menunduk, menolak dengan halus.
Reindra yang sedari tadi berdiri di samping Sera memperhatikan interaksi itu. Ada sedikit rasa tidak nyaman di dadanya, sesuatu yang mirip dengan cemburu. Tangannya mengepal di bawah meja, meski wajahnya tetap berusaha tenang.
"Sera, aku juga punya jaket di mobil. Kalau kamu mau, aku bisa ambilkan" ucapnya sambil tersenyum kecil menutupi rasa cemburu dalam hatinya.