Tidak direstui mertua dan dikhianati suami, Latisha tetap berusaha mempertahankan rumah tangganya. Namun, kesabarannya runtuh ketika putra yang selama ini ia perjuangkan justru menolaknya dan lebih memilih mengakui adik tirinya sebagai seorang ibu. Saat itu, Latisha akhirnya memutuskan untuk mundur dari pernikahan yang telah ia jalani selama enam tahun.
Sendiri, tanpa dukungan siapa pun, ia berdiri menata hidupnya kembali. Ayah kandung yang seharusnya menjadi sandaran justru telah lama mengabaikannya. Sementara adik tirinya berhasil merebut kebahagiaan kecil yang selama ini Latisha genggam.
Perih? Tentu saja. Terlebih ketika pria yang pernah berjanji untuk mencintainya seumur hidup hanya terdiam, bahkan saat putra mereka sendiri lebih memilih wanita lain untuk menggantikan sosok ibunya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Eireyynezkim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amplop Coklat
Nurcelia memandang lembaran foto nya bersama seseorang. Ia tak menyangka jika perbuatan nya selama ini ada yang mengetahui. Padahal ia sudah berusaha untuk menutupi semuanya. Namun tak ayal perbuatan buruk nya di masa lalu kini malah hadir kembali.
Dalam amplop coklat yang berisi gambar-gambar dirinya ada selembar kertas yang bertuliskan ancaman untuknya.
Andai suami mu tahu, apa yang akan ia lakukan?
Sebaris kalimat sederhana yang mampu membuat tubuh Nurcelia gemetar. Entah apa yang di ingin kan orang yang berada di balik foto-foto yang di terimanya itu. Orang itu sepertinya tak bermaksud untuk memerasnya karena tak ada yang menghubunginya dan meminta sejumlah uang padanya. Nurcelia tahu jika orang itu mungkin ingin membuatnya hancur. Tapi siapa? Ada masalah apa dengannya? Seingatnya ia tak memiliki musuh. Ia hanya bersitegang dengan keluarga Radmila kemarin. Tapi ia berpikir tak mungkin keluarga Radmila tahu tentang masa lalunya.
Saat Nurcelia masih hanyut dalam lamunannya tiba-tiba Bhaskara memanggilnya.
"Ma..mama..," suara Bhaskara menyadarkan Nurcelia dari lamunannya. Ia pun langsung memasukkan kembali semua gambar dirinya yang berserakan ke dalam amplop. Setelahnya ia menyembunyikan amplop tersebut ke dalam laci meja riasnya.
Jantung Nurcelia hampir saja copot karena terkejut saat Bhaskara menepuk pundaknya
"Astaga, ternyata mama di sini. Kenapa mama tidak menjawab panggilan papa,?" Tanya Bhaskara sambil menatap wajah istrinya yang pucat.
"Mama kenapa? Sakit?" Bhaskara terlihat khawatir. Ia meraba kening istrinya. Namun suhu tubuh sang istri normal.
"Mama kenapa? Mukanya pucet gitu." Bhaskara kembali bertanya.
"Mama gak papa." Nurcelia berusaha tenang meski hatinya berdebar tak karuan. Ekor matanya terus menatap laci meja rias yang sedikit terbuka dan memperlihatkan ujung amplop yang tadi ia sembunyikan di sana. Tadi karena gugup ia tidak menutup pintu laci itu dengan benar sehingga sebagian amplop masih bisa terlihat. Ia takut Bhaskara akan melihatnya dan mengambil nya lalu semuanya akan terbongkar.
Nurcelia mengulas senyum untuk sang suami berharap agar suaminya percaya jika dirinya tak apa-apa.
"Yakin mama gak kenapa- napa?" Bhaskara seperti nya masih belum percaya istri nya baik-baik saja.
"Iya pah, mama baik-baik saja, muka mama pucet mungkin karena laper." Ujar Nurcelia sekena nya.
"Astaga, jadi mama belum makan? Yaudah kita makan dulu. Tadi papa cari mama juga buat ngajakin mama makan." Ujar Bhaskara. Nurcelia pun mengangguk, lalu ia mengikuti langkah suami nya keluar dari kamarnya. Sebelumnya ia telah menutup rapat laci meja riasnya.
Sementara itu Drakara sudah kembali ke kantor nya setelah makan siang bersama Latisha yang berakhir dengan perdebatan. Drakara menjatuhkan bobotnya di atas kursi kebesarannya. Perdebatannya dengan Latisha menyisakan rasa sesak dihati, ia pun mengusap wajahnya kasar, ia tak tahu dengan cara apalagi ia harus menarik perhatian Latisha. Ternyata sudah tak ada lagi cinta di hati Latisha untuknya. Ia tak rela, hati kecilnya merasakan sakit saat Latisha mengatakan rasanya sudah hilang sejak lama. Ini tak bisa di biarkan, Ia tak rela jika Latisha hatinya menjadi milik pria lain.
Lamunan Drakara harus terinterupsi dengan ketukan di pintu ruangannya.
"Masuk.." Ujar Drakara.
Pintu pun terbuka menampilkan Elea, sang sekertaris yang kini mendekat ke arah Drakara dengan sebuah amplop yang berada di tangannya.
"Ada paket untuk bapa. " ujar Elea sambil meketakkan amplop tersebut dihadapan Drakara.
Pria itu pun mengangguk saat kemudian Elea berpamitan untuk kembali ke ruangannya.
Drakara menatap penasaran amplop yang baru saja di bawakan Elea untuknya. Tak ada nama pengirimnya, itu yang membuat Drakara semakin penasaran. Ia pun segera membuka amplop tersebut dan mengeluarkan isinya. Drakara begitu terkejut saat melihat beberapa foto ibunya dengan seorang pria yang bukan ayahnya. Banyak foto yang Drakara terima bahkan ada diantara nya foto ibu nya saat masih muda. Tak hanya foto-foto itu yang membuat Drakara penasaran, tetapi tulisan dalam kertas yang menyertai foto-foto tersebut.
Harusnya kamu malu karena yang kamu miliki sekarang bukan milik mu.
Sepenggal kalimat yang membuat Drakara dilanda kegelisahan. Apa maksud orang yang telah mengirimkan foto-foto itu padanya?
Drakara harus mengonfirmasikan masalah ini dengan Nurcelia. Ia begitu prihatin terhadap ayahnya yang telah di dikhianati. Tenyata ibunya sudah bermain gila dengan pria-pria muda di belakang sang ayah.
Drakara pun langsung menghubungi Nurcelia dan memintanya untuk bertemu di luar. Ia tak ingin membicarakan masalah ini di rumah karena takut sang ayah mengetahuinya.
"Hallo mam." Drakara langsung menyapa Nurcelia.
"Ada apa?" Suara Nurcelia terdengar ketus. Ia masuh marah pada Drakara karena kartu kredit dan debit nya telah di blokir oleh Drakara. Putranya itu kini hanya memberikan uang yang tak seberapa setiap bulannya. Nurcelia pun terpaksa mengurangi kegiatannya di luaran sana. Beruntungnya Bhaskara memberikan sebagian uang sakunya yang berasal dari Drakara untuk Nurcelia. Suaminya juga memberikan uang penghasilannya yang tak seberapa sebagai seorang dokter kepadanya.
"Aku ingin bicara berdua dengan mama. Ada hal penting yang harus kita bahas." Ujar Drakara lagi.
"Masalah apa? Apa kamu akan memberikan lagi mama kartu kredit?" Tanya Nurcelia masih dengan suara ketusnya.
"Bukan, hal ini lebih penting dari masalah itu, aku dapet paket dari seseorang." Ujar Drakara.
"A..apa?" Nurcelia langsung terkejut saat mendengar Drakara menerima paket dari seseorang, apa mungkin paket yang diterima Drakara sama dengan paket yang ia terima?
"Paket apa? Memangnya apa hubungannya dengan Mama?" Suara Nurcelia sedikit bergetar.
"Aku akan memberikannya pada mama saat kita bertemu. Kita bertemu di kantor atau di restoran saja, karena aku tak ingin papa tau." Ujar Drakara.
Nurcelia pun semakin yakin jika paket yang di terima Drakara sama dengan paket yang ia terima.
"Baiklah, kita bertemu di cafe shop yang dekat kantor kamu." Ujar Nurcelia.
"Baiklah, aku tunggu mama di sana." Ujar Drakara.
Setelahnya ia pun mengakhiri panggilan teleponnya dengan Nurcelia. Ia segera membereskan kembali foto yang berserakan di atas meja nya dan kembali memasukannya kedalam amplop.
Drakara membawa amplop itu dan segera keluar dari ruangannya.
"Elea, saya mau keluar sebentar. Hari ini tak ada schedule yang penting kan?" Drakara menatap sekertarisnya yang mengangguk.
"Tidak ada pak." Ujarnya.
"Baiklah, kalau begitu saya pergi sekarang. Kalau ada apa-apa segera hubungi saya." Ujar Drakara.
"Baik pak." Elea pun kembali menganggukkan kepalanya.
Drakara segera ke luar dari kantor nya dan bergegas menuju cafe yang di maksud ibunya.
Drakara menunggu dengan sabar Nurcelia yang ternyata belum juga datang, setengah jam telah Ia lewati hingga akhirnya Nurcelia pun terlihat tergesa menghampirinya. Ibunya itu langsung duduk di hadapan Drakara lalu ia menatap putranya itu dengan raut wajah yang penuh rasa penasaran.
"Ada apa? apa yang ingin kamu Perlihatkan pada mama?" tanya Nurcelia. Drakara pun langsung menyerahkan amplop yang berisi foto-foto Nurcelia yang tadi ia terima.
"Apa maksudnya ini mam? aku tak menyangka mama telah menghianati Papa selama ini." Ujar Drakara sambil menggelengkan kepalanya. Ia menatap Nurcelia yang terlihat pias saat melihat foto- foto nya. Lalu Drakara pun mengeluarkan kertas yang sengaja ia pisahkan dari foto-foto Nurcelia. Ia kembali menyerahkan kertas itu kepada Nurcelia.
"Lalu apa maksud dari tulisan ini Mam?" tanya Drakara. Nurcelia pun langsung mendongak menatap putranya lalu ia mengambil kertas yang disodorkan oleh Drakara, kertas yang berisikan tulisan yang kembali membuat Nurcelia pucat pasi.
bagaimana respon mu