Aluna Maharani dan Reza Mahesa sudah bersahabat sejak SMA. Mereka kuliah di jurusan yang sama, lalu bersama-sama bekerja di PT. Graha Pratama hingga hampir tujuh tahun lamanya.
Kedekatan yang terjalin membuat Aluna yakin, perhatian kecil yang Reza berikan selama ini adalah tanda cinta. Baginya, Reza adalah rumah.
Namun keyakinan itu mulai goyah saat Kezia Ayudira, pegawai kontrak baru, masuk ke kantor mereka. Sejak awal pertemuan, Aluna merasakan ada yang berbeda dari cara Reza memperlakukan Kezia.
Di tengah kegelisahannya, hadir sosok Revan Dirgantara. Seorang CEO muda yang berwibawa dari perusahaan sebelah, sekaligus sahabat Reza. Revan yang awalnya sekadar dikenalkan oleh Reza, justru membuka lembaran baru dalam hidup Aluna. Berbeda dengan Reza, perhatian Revan terasa nyata, matang, dan tidak membuatnya menebak-nebak.
Sebuah kisah tentang cinta yang salah tafsir, persahabatan yang diuji, dan keberanian untuk melepaskan demi menemukan arti kebahagiaan yang sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iqueena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
NYESEL
Mata Aluna membulat. "Putus?? Tapi kenapa?"
"Karena..." Yuna terisak, napasnya tersengal. "Aku menolak." lanjutnya.
"Menolak? Menolak apa?" tanya Aluna dengan kening berkerut.
"Aku... aku nolak ciumannya..." ucap Yuna terisak
Ekspresi Aluna yang tadi simpatik, kini berubah dengan tatapan muak.
"Kkeojyeo!!" (enyahlah)
"Alunaaa... hiks hiks..." isakan Yuna makin kencang.
Aluna langsung memijat keningnya berulang kali, ia tak habis pikir, kelakuan sahabat nya satu ini benar-benar di luar nalar. Namun, akhirnya ia bangkit mengambilkan air agar Yuna lebih tenang.
"Nih, minum dulu." tutur Aluna sambil menyerahkan segelas air.
"Terima kasih, Na." masih tersengal-sengal.
"Sekarang ceritakan apa permasalahan yang sebenarnya." ujar Aluna dan kembali duduk.
Yuna menarik nafas sebentar sebelum menceritakan semuanya. "Jadi, tadi itu...."
Yuna mulai menceritakan semuanya dan Aluna mendengarkan dengan seksama.
Sesekali ia mengangguk, sesekali ia mengerutkan alis, sampai akhirnya mendengar bagian yang benar-benar tidak masuk akal, Aluna menghempaskan tubuhnya ke sandaran sofa.
"Aku pikir hanya karena hal bodoh tadi, ternyata ada hal lain yang jauh lebih bodoh. Lagian kamu juga yang bego." komentar Aluna.
"Kok kamu malah belain dia sih? kan yang diputusin aku!" protes Aluna.
Aluna mendengus sambil mengangkat remot TV di tangannya. "Seandainya aku tega, kepalamu sudah ku pukul pakai ini."
Akhirnya Yuna berhenti mengeluh, daripada disemprot lagi dengan Aluna, lebih baik dia diam saja.
****
Malam itu Yuna memutuskan untuk menginap di sana. Setelah membersihkan diri dan berganti pakaian tidur milik Aluna, mereka akhirnya berbaring di kasur.
Namun bukan langsung tidur, melainkan asyik berbincang. Setelah cukup lama mendengarkan celoteh sahabatnya itu, Aluna akhirnya memberanikan diri untuk bertanya.
"Yun, aku mau tanya. Ini cerita temenku... ada yang menyatakan perasaan sama dia. Katanya cowo itu sudah nunggu setahun, menurutmu dia harus apa?"
"Setahun? kenapa harus nunggu selama itu?" tanya Yuna heran.
"Karena... ada alasan tertentu."
Yuna mengangguk pelan. "Emmm... kalau aku sih pasti ku terima. Soalnya jarang ada laki-laki yang mau nunggu selama itu."
"Tapi kenapa harus terima hanya karena alasan itu?"
Yuna mendengus. "Na, laki-laki itu gampang banget berubah perasaan. Apalagi kalau punya duit banyak, uhh... makin gampang."
Aluna mengernyit. "Duit banyak?"
"Iya, Na," Yuna menghela napas kasar. "Laki-laki tajir itu banyak yang mau, meskipun tampangnya biasa aja."
Aluna terdiam. "Benar juga. Ku akui Revan memang tampan, dia juga seorang CEO, seharusnya dia bisa mendapatkan perempuan lain dengan apa yang dia punya. Dan nggak harus nunggu aku selama itu."
Yuna tiba-tiba bangun dan menyipitkan mata. "Jangan-jangan... ini ceritamu kan?"
Aluna cepat-cepat menggeleng. "Bukan! kan udah ku bilang, ini cerita temanku."
"Masa sih..." Yuna mendekat lalu menggelitik perut Aluna.
"Aaaa! Yun, berhenti... hahaha!" Aluna berusaha menyingkir, tapi malah ikut tertawa keras.
Mereka larut dalam tawa malam itu. Dua sahabat yang sama-sama punya masalah percintaan berbeda, tapi selalu punya celah untuk saling menguatkan.
****
Keesokan paginya, mereka berangkat kerja bersama menggunakan mobil pribadi Yuna. Aluna membawa botol air minum yang dipaketkan seseorang tahun lalu, yang sebenarnya hanya ia gunakan di rumah.
Botol itu terpaksa ia bawa karena botol minumnya yang biasa pecah beberapa hari lalu.
"Tumben nggak bawa botol yang kiyowo, Na." tanya Yuna sambil melirik.
"Kamu nggak ingat waktu kita habis rapat botol itu pecah?"
"Oh iya, aku baru ingat. Gara-gara si Robin kan?"
"He-eh, dia nggak sengaja nyenggol."
Yuna berdecak sambil menggeleng. "Kalau aku jadi kamu, pasti udah minta ganti rugi!"
Aluna mengernyit. "Ganti rugi? Untuk apa? Lagian cuma botol air minum doang."
"Aaaa, iya ya. Aku lupa kalau sahabatku ini murah hati dan tidak sombong," ucap Yuna dengan nada mengejek.
Aluna hanya memutar matanya, malas menanggapi.
...****...
Begitu masuk ke ruangan, mereka langsung disambut dengan tumpukan dokumen yang harus di koreksi. Tim pemasaran bulan ini memang sedang sibuk-sibuknya.
Yuna menghempaskan tas nya di atas meja. "Serius? Di sambut dokumen sebanyak ini?"
Aluna mendengus. "Aku nyesel ngambil posisi ini." ucapnya sambil menjatuhkan tubuh ke kursi.
Tak lama kemudian, ruangan mulai penuh dengan rekan-rekan yang berdatangan. Melihat pekerjaan hari ini yang akan membutuhkan kekuatan extra, membuat ruangan itu cukup riuh dengan suara keluhan dari meja masing-masing.
"Aduh... alamat lembur nih."
"Buset, kertas dokumen kayak kerjaan yang numpuk bertahun-tahun."
"Siap-siap bolak balik pantry nih buat bikin kopi."
Walaupun mereka semua awalanya mengeluh, tapi tanggung jawab atas pekerjaan tetap harus dilaksanakan. Ya... meski sesekali mata berair karena menguap, mereka tetap semangat menyelesaikan.
Hari sudah menjelang siang. Dan Aluna jangan ditanya lagi, ia sudah lebih dari tujuh kali bolak-balik pantry membuat kopi.
Sementara itu, di meja sebelah, Yuna sudah dikejar-kejar deadline laporan mingguan. Ia bahkan sempat mengeluh kecil sambil menunduk di depan layar.
"Na, aku rasa kepalaku bisa pecah kalau harus lihat angka-angka ini terus," bisiknya.
Aluna menoleh pelan, ekspresi nya datar. "Kalau nggak ngerjain angka-angka di depanmu itu, di dalam rekeningmu cuma ada lima angka aja, Yun."
"Hah? Lima angka?" tanya Yuna heran.
Aluna mengangguk. "20.000, lima angka kan?"
Yuna mendengus. "Iya lagi. Kalau begitu, aku suka angka banyak." ucapnya cengengesan.
Saat asik bercanda, tiba-tiba seseorang mengangkat botol air minum Aluna.
"Akhirnya botol pemberianku dibawa juga, Na."
Aluna dan Yuna menoleh bersamaan, tak percaya dengan siapa yang dilihatnya. Pengirim paket misterius tahun lalu.
"Kamu?" ucap mereka bersamaan.
✒️Bersambung.
...----------------...
Mohon maaf para Readers, hari ini telat up nya. Besok othor double update kok, pantengin terus ya.
Temenin kisah Aluna sampai akhir yah 🥰 🙏🏻
GAMSAHAMNIDA 🌹 🙏🏻