Cincin Hitam itu bukan sembarangan perhiasan.
Cincin itu adalah sebuah kunci bagi seseorang untuk merubah hidupnya dalam waktu yang sangat singkat.
karena cincin itu adalah sebuah kunci untuk mewarisi kekayaan dari seseorang yang teramat kaya.
Dan dari sekian banyak orang yang mencarinya cincin itu malah jatuh pada seorang pemuda yang mana pemuda itu akan jadi ahli waris dari kekayaan yang tidak terhingga.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Di Persingkat Saja DPS, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak sengaja bertemu dengan bapak
Satu hari kemudian.
Tibalah aku di negeri tempatku di lahirkan.
Di bandara, tepat ketika turun dari pesawat aku terdiam sambil melihat sekitar yang ramai oleh orang.
Baru sampai tapi aku sudah mulai merasakan rasa familiar.
"Tuan. Anda tolong jangan menghalangi jalan orang lain!" Ucap Callian langsung menarikku dari hadapan banyak orang.
Setelah beberapa saat kami berdua duduk di salah satu dari sekian banyak kursi yang ada di bandara.
"Jadi apa kita akan langsung menunju lokasi orang itu atau kita akan istirahat dulu!?" Callian bertanya sambil membaca informasi targetku.
"Tentu saja kita akan segera bertindak!" Aku langsung berdiri kemudian mulai melangkah.
"Ah! Tunggu aku!" Segera Callian mengikutiku sambil membawa barang-barang kami karena itu tugasnya.
Sore harinya.
Di jalan sepi di antara dua gedung tinggi terlihat ada seseorang yang berlari dengan sangat cepatnya.
Tepat di belakangnya aku mengejar.
Orang yang lari ini adalah targetku. Ia sekarang pria kurus dengan wajah pucat seperti seorang pecandu.
"Sialan!!"
"Siapa sebenarnya yang mengirimmu untuk membunuhku, hah?!" Ia bertanya sambil lari sekuat tenaga.
Satu bajunya telah terluka jadi ia lari sambil menahan rasa sakit.
Tak lama kemudian tibalah kami di ujung jalan sepi dan berakhir di tepi jalan raya yang cukup ramai.
Ketika itu aku berhenti karena orang yang aku kejar berlari ke arah orang-orang yang berlalu lalang.
Di saat bersamaan orang-orang juga menatapku dengan tatapan heran karena aku berpakaian aneh dan membawa-bawa pedang.
"Wow! Ada cosplayer nyasar sepertinya!" Ucap seseorang yang melihatku.
Karena ucapnya itu semua orang yang ada di sekitar jadi berpikir kalau aku hanya sedang cosplay.
Mereka pun mengabaikan aku dengan tatapan yang aneh.
Rasanya seperti mereka sedang melihat orang yang belum dewasa padahal sudah besar.
Lanjut aku mencari-cari targetku.
Tak lama dia aku temukan berkat bantuan dari Callian yang selalu mengawasi.
Kejar-kejar berlanjut hingga ke daerah kompleks perumahan sederhana.
Di sini akhirnya aku dapat membunuh targetku yang mana buktinya langsung di kirim oleh Callian karena dia yang mengambil gambarnya dari kejauhan.
Setelah itu aku langsung pergi begitu saja.
Nanti juga akan ada yang datang untuk mengurus orang ini jadi aku harus segera pergi.
Namun ketika aku keluar dari jalan kecil di komplek aku malah berpapasan dengan orang yang ragu untuk aku temui.
Bapakku.
"Raihan!!" Bapak terkejut melihatku begitu juga aku.
Apalagi keadaanku sekarang sedang berlumuran darah dan membawa-bawa senjata.
"Kamu benar Raihan kan? Kamu benar-benar anak bapak kan!?" Ia langsung menghampiriku dengan ekspresi yang tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.
Aku hanya diam karena bingung.
"Kamu kemana saja nak? Bapak sama ibu selalu mencari-cari kamu selama tiga tahun ini tapi tidak ketemu!" Ia langsung memelukku dengan erat.
Aku bahagia karena bertemu bapakku lagi... Tapi aku juga sedih.
"Kamu kok gak bicara apa-apa?...."
"Sudahlah. Sekarang ayo kita pulang dan temui ibu kamu, dia sangat khawatir selama ini dan dia pasti akan sangat bahagia ketika kamu pulang!" Bapak menarik tanganku tapi aku tidak bergerak.
Dalam diam aku menggelengkan kepala.
"Kenapa!?..."
Aku pun berbicara. "Maaf pak, aku gak bisa pulang. Aku takut, aku juga malu untuk pulang!" Aku melepaskan bapakku.
Bapak terdiam dengan ekspresi yang tidak bisa di ungkapkan dengan kata-kata.
"Kejadian malam itu adalah salahku. Jika saja aku tidak menyimpan cincin itu dan langsung membuangnya semuanya tidak akan jadi begini!"
"Jika saja aku bisa tegas dan langsung mengembalikan Cincin itu maka kakak-kakakku tidak akan celaka!"
"Mereka meninggal karena kesalahanku. Dan aku bisa selamat karena mereka yang berkorban!"
"Aku malu untuk pulang. Aku takut!" Air mata yang sudah lama kering akhirnya menetes kembali.
Bapakku juga ikut menangis.
"Nak. Jangan bicara begitu!"
"Ayo kita pulang dan jelaskan secara pelan-pelan apa yang sebenarnya terjadi pada waktu itu!" Aku masih enggan untuk pulang.
"Enggak pak. Aku gak akan pulang!"
"Setidaknya sampai aku membunuh orang-orang yang pada malam itu membunuh kakak-kakakku!"
"Akan aku cari mereka kemanapun mereka pergi!" Tatapanku di penuhi dendam, dan itu di sadari betul oleh bapakku.
"Nak, istighfar nak. Jangan di butakan oleh balas dendam, kamu akan celaka nantinya!" Bapak menggoyang-goyangkan tubuhku berusaha menyadarkanku.
Dendam tidak hanya membuatku buta, tapi juga tuli untuk mendengarkan perkataan dari bapakku.
"Pak... Tolong jaga ibu, aku pergi dulu!" Setelah mengatakan itu aku mulai melakukan parkour dan pergi.
"Raihan!!" Berat memang.
Apalagi ketika bapakku memanggilku dengan putus asa dengan raut wajah yang penuhi kepedulian padaku.
"Ya, Tuhanku. Tolonglah anakku ya Tuhanku, ia sedang tersesat dan hilang arah. Hamba mohon ya Tuhanku, tolonglah anak hamba!" Sambil duduk berlutut bapak berdoa.
Ia begitu putus asa dengan air mata yang mengalir deras dari pelupuk matanya.
Ketika pulang ia langsung cerita apa yang terjadi tadi pada Ibundaku.
Ibundaku langsung menangis.
Ada rasa bahagia karena aku masih hidup, tapi juga sedih karena kondisiku yang sudah tersesat seperti ini.
Setelah itu mereka berdua berdoa untukku agar aku cepat sadar kalau sekarang aku salah dan dapat kembali ke jalan yang benar.
Dua hari kemudian aku kembali untuk menagih bayaranku di tempat yang sama seperti sebelumnya.
"Cepat sekali. Padahal baru tiga hari tapi kamu sudah kembali!" Ucapnya dengan ekspresi yang sangat terpukau dengan kinerjaku.
"Sekarang karena sudah selesai bisa aku ambil bayaranku?!" Aku langsung memintanya dengan tangan terbuka lebar.
"Baik, baik. Aku sudah siapkan informasinya di sini... Plus ada bonus juga untukmu!" Aku melihat bonusnya dulu.
Ternyata bonus yang di maksud itu adalah nomor telepon. "... Ini nomor telepon bukan!?"
"Ya. Itu milikku jadi kalau kamu mau melakukan transaksi kamu bisa langsung hubungi aku saja... Tapi kalau mau sekedar ngobrol-ngobrol juga boleh!"
"Kebetulan aku tertarik sama... Loh!?" Tanpa mendengar ia bicara lebih lanjut aku langsung pergi.
"Aku belum selesai bicara! Hey!..." Ia hanya bisa geleng-geleng kepala.
Setelah cukup jauh dari tempat transaksi informasi aku melihat apa saja informasi yang aku dapat.
"Oh... Ternyata ini lebih lengkap dari yang aku bayangkan!" Kemudian aku melihat nomor telepon itu.
Di sana juga ada nama dari perempuan itu.
Ia bernama Clarissa.
Pada awalnya aku berencana membuang nomor itu, tapi... Setelah aku pikir-pikir mungkin aku akan butuh informasi lagi.
Jadi aku mengambilnya kemudian lanjut bekerja.
Pagi-pagi aku langsung berangkat ke tempat tujuan yaitu tempat dimana targetku berada.
Tentu tidak langsung aku eksekusi dia.
Pertama-tama aku akan mengamatinya dari kejauhan untuk mencari tahu cara yang mana yang paling aman untuk mengeksekusinya.
Selama pengamatan itu aku akan tinggal di hotel yang benar-benar dekat dengan kediaman targetku.
Saking dekatnya dari jendela saja aku sudah bisa melihat kediamannya yang begitu megah dan di penuhi penjaga.
"Itu adalah rumah target kita!" Ucap Callian sambil membaca informasi yang aku dapat dari Clarissa.
"Jadi kapan kita akan melakukan eksekusinya tuan!?"
"Bukannya di sana sudah tertulis jawaban yang kau tanyakan?" Callian langsung melihat lagi informasinya.
Lanjut aku bicara. "Kita akan bunuh dia ketika dia mengadakan pesat di rumahnya!"