Pertempuran sengit di akhir musim kedua mengubah segalanya. Xander berhasil menundukkan Edward dan sekutunya, namun harga yang harus dibayar sangat mahal: darah, pengkhianatan, dan tumbangnya Evan Krest—sekutu terkuat yang selama ini menjadi sandaran kekuatannya.
Kini, di season ketiga, badai yang lebih besar mulai berhembus. Cincin takluk yang melilit jari para musuh lama hanyalah janji rapuh—di balik tunduk mereka, dendam masih menyala. Sementara itu, kekuatan asing dari luar negeri mulai bergerak, menjadikan Xander bukan hanya pewaris, tapi juga pion dalam permainan kekuasaan global yang berbahaya.
Mampukah Xander mempertahankan warisannya, melindungi orang-orang yang ia cintai, dan menjaga sisa-sisa kepercayaan sekutu yang tersisa? Ataukah ia justru akan tenggelam dalam lautan intrik yang tak berujung?
Pewaris Terhebat 3 menghadirkan drama yang lebih kelam, pertarungan yang lebih sengit, dan rahasia yang semakin mengejutkan.
SAKSIKAN TERUS HANYA DI PEWARIS TERHEBAT 3
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 13
"Serravia?" tanya Leandro memastikan, "Aku baru pertama kali mendengar nama keluarga itu."
Larson tertawa. "Apa kau sedang menghinaku?"
"Tentu saja tidak. Aku sedang bertanya."
"Aku tidak terlalu mengenal keluargaku. Aku tinggal bersama ayahku dan meneruskan pekerjaannya di dunia ini. Didikannya sangat keras, tapi aku sangat berterima kasih dengan hal itu. Ayahku juga tidak terlalu banyak menceritakan mengenai keluarga Serravia, kecuali dia memiliki saudara kembar yang terpisah sejak kecil. Aku juga tidak mengetahui ibuku, kecuali melalui sebuah foto."
Larson tersenyum. "Jadi, siapa yang harus aku singkirkan?
Leonel memberikan sebuah dokumen pada Larson. "Musuh yang harus kau singkirkan adalah Alexander Ashcroft. Bisa dikatakan dia adalah pria terkaya di Vistoria saat ini. Pasukannya bisa mengalahkan kelompok gabungan dari tiga keluarga pembunuh bayaran sekitar lima tahun lalu. Informasi mengenai dirinya sangat sulit didapatkan. Sampai saat ini belum ada yang bisa menjatuhkannya."
Larson membaca informasi singkat mengenai Xander. "Kalian memberikanku tugas yang sangat sulit, tapi di saat yang sama aku merasa sangat tertantang. Ceritakan padaku lebih banyak mengenai Alexander."
"Alexander memiliki pasukan yang sangat kuat dalam berbagai bidang. Salah satunya adalah Miguel, mantan pembunuh bayaran nomor satu di Vistoria berpuluh-puluh tahun lalu yang sekarang menjadi orang kepercayaannya. Selain Miguel, Alexander memiliki asisten kepercayaan bernama Govin dan sebuah kelompok yang sangat tangguh. Tak sampai disana, dia memiliki otak cerdas dan licik. Dia dan ayahnya sempat berkonflik dengan keluarganya meski sekarang hubungan mereka membaik."
"Apa yang menyebabkan Alexander dan ayahnya berselisih dengan keluarganya?" tanya Leonel seraya kembali membaca informasi di dokumen. Senyuman tidak lepas dari bibirnya saat mendengar info mengenai Xander. Ia merasa mendapatkan lawan sepadan.
"Masalah utama mereka adalah harta."
Larson tertawa. "Aku sudah menebak hal itu, tapi aku masih tetap saja bertanya."
"Keluarga Ashcroft serta tiga keluarga pembunuh bayaran yang sudah dikalahkan Alexander lima tahun lalu diawasi sangat ketat oleh Alexander bahkan sampai hari ini. Mereka tidak bisa bergerak leluasa. Aku hampir menjadi korban Alexander dan aku beruntung karena masih bisa selamat."
"Jika aku mengukur kemampuan diriku, aku akan kesulitan menghadapi Alexander. Sebagai orang terkaya di negara Vistoria, dia tentu memiliki pengamanan yang sangat ketat. Aku membutuhkan beberapa waktu untuk mempersiapkan semuanya."
Larson senang sekaligus kesal saat mendengar kisah Xander. Ia seperti melihat tembok sangat tinggi dan monster besar yang sulit siap menghancurkannya. Dari berbagai sisi, Alexander nyaris tidak memiliki kekurangan, kecuali di bagian pernah berkonflik dengan keluarganya.
Leonel dan Leandro saling menoleh satu sama lain.
"Alexander ibarat bos terakhir dalam sebuah permainan. Untuk bisa mengalahkannya, kita harus mengalahkan beberapa bawahannya. Sejujurnya, Miguel adalah halangan terbesar untuk menyentuh Alexander. Meski Miguel sangat hebat, tapi dia sudah cukup tua sekarang. Kemampuannya mungkin berkurang. Jika kita bisa mengalahkan Miguel, kita sama saja sudah membuka sebuah jalan kemenangan," kata Gabriel.
"Aku akan memberikan salinan video mengenai Miguel padamu," sambung Leonel.
Larson mengepalkan tangan erat-erat, tertawa. "Kalian benar. Kita harus mengalahkan bawahan Alexander terlebih dulu. Itu berarti target awalku adalah Miguel."
"Benar."
Pertemuan berakhir beberapa menit kemudian. Larson keluar dari ruangan lebih dahulu, memasuki mobil dengan terburu-buru. Ia melepas jas dan membuka kancing kemeja.
"Brengsek!" Larson memekik. "Mereka meremehkanku. Mereka menganggapku tidak bisa mengalahkan Alexander Ashcroft."
Larson menoleh ke samping jendela, menatap pemandangan kota. "Tidak ada orang yang tidak bisa disingkirkan olehku. Aku pasti akan menyingkirkan Alexander."
Larson menghubungi seseorang. "Bagaimana keadaan ayahku sekarang?"
Larson langsung mematikan sambungan telepon saat tahu ayahnya baik-baik saja. Ia membaca deretan informasi mengenai orang-orang yang akan jadi rekannya.
"Mereka terlihat cukup kuat dan bodoh."
Sementara itu, Leonel dan Leandro tengah berada di mobil yang melaju cukup cepat.
"Larson tampaknya kerepotan menghadapi Alexander. Aku bisa melihat ekspresi wajahnya," kata Leonel.
"Alexander bisa mengalahkan pasukan gabungan Caesar, Franklin, dan Theron lima tahun lalu. Kemampuannya pasti akan meningkat drastis setelah lima tahun. Meski terlihat sulit, tapi kita harus bisa menggunakan sekecil apapun kesempatan yang ada. Cepat atau lambat, Alexander juga akan menargetkan kita."
"Kau benar, Ayah."
Sementara itu, Xander tengah berada di balkon kamar, mengamati Lizzy dan Alexis yang tengah berlatih di halaman. Lydia, Samuel, Sebastian, dan beberapa pengawal berada di sana.
Govin mendekat pada Xander. "Tuan, Tuan Charles dan Tuan Grey sedang berada dalam perjalanan ke kediaman utama. Mereka akan tiba saat sore hari."
Xander melambaikan tangan pada Alexis, memasuki ruangan bersama Govin.
"Tuan, aku mendapatkan informasi mengenai pergerakan Hugh Fairfax, putra dari Hugo Fairfax. Dia tampaknya berusaha untuk memutar balikkan fakta mengenai kejahatan Hugo. Dia juga dicurigai memiliki hubungan dekat dengan Hector, mantan orang kepercayaan Hugo di masa lalu."
"Aku sudah curiga jika Hector hanya berpura-pura mengkhianati Hugo agar membantunya suatu saat ini. Perselisihan di antara Hector dan Hugh pun hanya sebuah karangan semata. Mereka berniat membalas dendam pada Luka Vane sekaligus pada ayahku."
"Lalu, bagaimana dengan tugas Miguel?" tanya Xander.
Di tempat berbeda, Dalton, Alana, Tessa, Jasper, Sophia dan Zara mengunjungi kediaman keluarga Blair untuk menjenguk Ruby.
"Paman! Bibi! Nenek!" Edgard menyambut kedatangan mereka dengan hangat.
Dalton memangku Edgard. "Bagaimana dengan keadaan ibumu?"
"Ibuku sedang berada di kamar dan ayah sedang keluar bersama kakek. Aku diminta Ayah untuk menjaga ibu dan calon adikku."
"Calon adikmu?" Semua tampak terkejut.
Edgard bermain bersama Dustin dan Jayson, putra Jasper dan Sophia.
Dalton, Jasper, Alana, Sophia, Tessa, dan Zara menjenguk Ruby di kamar.
"Ruby, kau tampak pucat," ujar Tessa.
"Aku baik-baik saja." Ruby duduk bersandar, tersenyum saat melihat Edgard akrab dengan sepupu-sepupunya. Ia kembali mengingat peristiwa kemarin saat dirinya harus bersujud di kaki Ezra. Rasa sakitnya masih terasa hingga saat ini. Ia benar-benar takut jika Ezra akan meninggalkannya dan masalah ini akan terungkap pada banyak orang.
"Ruby, kau harus menjaga dirimu dan kandunganmu dengan baik." Zara memeriksa kening Ruby. "Suhu badanmu cukup panas, Ruby."
Ruby berbaring. "Aku hanya butuh waktu untuk beristirahat."
Dalton dan Jasper saling menatap satu sama lain, merasa aneh dengan sikap Ruby.
Tessa, Zara, Alana, dan Sophia menemui Mila yang baru tiba. Mereka berbincang dengan anggota keluarga Blair.
Dalton, Jasper, dan Ruby masih berada di kamar.
"Ruby, apa yang terjadi? Kami tahu kau sedang mengalami masalah," kata Dalton.
"Katakan, Ruby," sambung Jasper.
Ruby masih diam, tak menoleh pada Dalton dan Jasper.
"Kami tidak bisa membantumu jika kau tetap menutup mulutmu, Ruby." Dalton mengembus napas panjang. "Jika kau tidak ingin bercerita, kami menganggapmu tidak membutuhkan kami."
Dalton dan Jasper meninggalkan Ruby.
"Tunggu." Ruby duduk di sisi kasur, mulai menangis, menutup wajah.
Dalton dan Jasper seketika berbalik.
"Ezra sudah tahu jika Edgard anak Edward.”
bahkan ada keluarga yg sudah kalah tapi gak mau mengakui kekalahan.
Sungguh di luar prediksi pembaca..
Tetap semangat & sehat selalu Thorr...
livy sepupu larson