Kania nama gadis malang itu. Kehidupan sempurnanya kemudian berantakan setelah sang ibu meninggal dunia. Ayahnya kemudian menikahi janda beranak satu di desanya. Kehidupan bahagia yang sempat dirasakannya di masa lalu terasa seperti barang mewah baginya. Kania nama gadis malang itu. Demi menutupi utang keluarganya, sang ayah bahkan tega menjualnya ke seorang rentenir. Pernikahannya bersama rentenir tua itu akan dilaksanakan, namun tiba-tiba seorang pria asing menghentikannya. " Tuan Kamal, bayar utangmu dulu agar kau bebas menikahi gadis mana pun", pria itu berucap dingin. Hari itu, entah keberuntungan atau kesialan yang datang. Bebas dari tuan Kamal, tapi pria dingin itu menginginkan dirinya sebagai pelunas utang. Kania nama gadis itu. Kisahnya bahkan baru saja dimulai
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yourfee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16
Edward merasakan kebas pada tangan kanannya. Pria itu bangun karena mendengar suara alarm dari ponsel istrinya. Pria membuka matanya perlahan. Pemandangan yang disuguhkan di depan matanya terlihat sangat indah. Gadis itu masih tertidur pulas sambil memeluknya erat seolah takut kehilangan. Edward terkekeh pelan ketika wajah gadis itu mendusel-dusel dadanya, berusaha mencari kehangatan. Jika tidak ingat pada pekerjaannya, mungkin saja pria itu akan senang hati menghabiskan waktunya seharian bersama sang istri. Edward menepuk pelan pipi istrinya, berusaha membangunkan. "Kania, bangun sayang". Entah kenapa Edward ingin sekali memanggil istrinya begitu. Tepukan pelan di pipinya membuat gadis itu terbangun. Sedikit kaget karena ia tidur dengan seorang pria. "Kak kenapa ak"..
'Stttt diamlah. Kau ketakutan semalam. Berhenti menuduhku yang tidak-tidak justru kau yang memelukku sepanjang malam sampai aku kesulitan bernapas. Tanganku bahkan sangat kebas sekarang". Pria itu mulai mendrama.
"Benarkah? Maafkan aku, Kak. Aku tidak sengaja. Mana yang sakit biar kupijit".Kania terlihat sedikit khawatir.
Edward terkekeh pelan melihat reaksi istrinya.
"Suamimu baik-baik saja sayang. Kau tenang saja".
Kania terkesiap mendengar panggilan baru Edward. Pria itu masih waras kan?
"Kenapa? Kau keberatan jika aku memanggilmu begitu? Ckkk kau benar-benar istri yang tidak romantis". Edward mendengus kesal.
"Aku tidak mengatakan kalau aku keberatan. Kenapa jadi marah-marah?" Kania mengelus dada suaminya pelan. Ia masih nyaman berada di pelukan pria itu.
"Kau makin berani padaku rupanya".Edward Lamos tersenyum puas melihat kelakuan Kania.
"Ckkkk kau repot sekali, Kak. Kau itu suamiku, tentu saja aku berhak memelukmu".
"Woah bahkan gadis ini sudah mengakuiku sebagai suaminya". Pekik Edward antusias.
"Aku tidak pernah menganggapmu sebagai kakekku". Kania berucap pelan, masih konsisten memeluk suaminya.
"Hahahaha pintar sekali menjawab. Kalau begitu, aku akan memberimu hadiah". Edward terlihat serius.
Kania mendongakkan wajahnya mendengar ucapan suaminya. "Hadiah apa?"
Edward menundukkan wajahnya. Perlahan, ia mengecup istrinya lembut. Ia melakukannya perlahan agar Kania terbiasa.
Wajah gadis itu terlihat memerah bak kepiting rebus. Ia malu sekali mendapat perlakuan itu dari suaminya.
Edward sangat puas melihat ekspresi wajah istrinya. Ingin menggodanya, tapi ia takut gadis itu kesal. Repot sekali kalau sampai begitu.
Hening. Keduanya masih sibuk dengan pikiran masing-masing
"Apa Kakak tidak ke kantor?" Kania melepaskan pelukannya.
"Aku akan ke kantor. Kenapa? Apa kau mau ikut denganku?" Edward merapikan beberapa anak rambut yang menutupi wajah cantik istrinya.
"Apa boleh?" Kania bertanya antusias.
"Boleh sayang, tidak ada yang melarangmu pergi ke kantor suamimu sendiri". Edward tersenyum lembut.
"Benarkah? Kalau begitu aku akan bersiap-siap dulu". Gadis itu turun dari tempat tidur, kakinya baru melangkah ketika tangannya ditarik paksa oleh sang suami.
"Eh Kak?" Kania mengerutkan keningnya bingung.
"Ckkkk jika mau pergi pamit dulu sama suamimu". Pria itu terlihat kesal. Kania memutar bola matanya malas. "Aku cuma mau bersiap-siap bukan pergi berperang. Jangan berlebihan begitu".
Edward mendudukkan Kania di pangkuannya dengan paksa. Kania memberontak sekuat tenaga namun gagal.
"Aku harus menyiapkan sarapan untuk kita, Kak. Belum lagi mempersiapkan pakaian kerjamu. Jangan menggangguku tolong". Kania memohon.
"Sebentar saja, sayang. Terlambat sedikit tidak membuat kita dalam bencana". Kania melirik suaminya. "Bagaimana kalau Kak Felix marah?"
"Ckkk jadi kau lebih takut sama pria sinting itu daripada suamimu?"
"Bukan begitu, ahh sudahlah lebih baik kita masak bersama. Apa kakak setuju?"
"Itu bukan ide yang buruk, sayang".
Keduanya kemudian beranjak menuju dapur mewah di rumah mewah itu.
Baru Kania ketahui bahwa di belakang rumah mewah itu tersedia paviliun yang diperuntukkan para pelayan, termasuk Bi Ratih. Para pelayan itu hanya datang untuk membersihkan rumah dan seisinya. Biasanya dilakukan di malam hari atau saat Edward tidak ada di rumah. Alasannya cuma satu, Edward tidak suka keramaian. Makanya para pelayan dibuatkan tempat tinggal khusus agar ia tidak harus berinteraksi dengan mereka setiap saat.
Paviliun itu sepertinya sangat ramai. Kania bahkan sering melihat beberapa pria sedang belajar menembak. Astaga ngeri sekali kalau sampai salah sasaran. Sebenarnya, suaminya kerja apa? Ia ingat beberapa pria yang berada di paviliun itu adalah orang-orang yang bersama Edward di hari pernikahan mereka. Sepertinya mereka orang kepercayaan Edward, pikir Kania.
Memasak sarapan sederhana ala pasangan itu akhirnya selesai. Keduanya kemudian memutuskan mandi sebelum makan. Sebelum membersihkan tubuhnya, Kania menyiapkan setelan pakaian kerja sang suami.
Kania mematut dirinya di depan cermin. Ini pertama kalinya ia ke kantor Edward dan kalau ditanya bagaimana perasaannya ia akan menjawab sangat senang. Sudah berbulan-bulan ia terkurung dalam sangkar emas yang diciptakan suaminya. Ia sangat bosan walaupun semua kebutuhannya terpenuhi dengan baik di tempat ini. Ada Bi Ratih yang senantiasa membantunya walaupun kalau boleh jujur Kania merasa sangat kesepian. Kania merapikan pakaiannya sebelum keluar menemui suaminya.
Gadis itu memasukan beberapa barang pentingnya ke dalam tas selempang kecil yang sering digunakannya. Buru-buru sekali gerakannya, takut sang suami sudah menunggu.
"Kak, aku sudah siap. Ayo sarapan dulu". Kania mengetuk pelan pintu kamar suaminya.
Ceklek, pintu kamar terbuka menampakkan wajah Edward yang selalu tampan dan berkharisma. Pria matang itu tidak berkedip menatap penampilan sang istri.
"Kenapa Kak? Jelek ya?" Kania bertanya hati-hati. Tatapan suaminya begitu dalam dan ambigu.
"Memangnya sejak kapan kau cantik?" Edward menjawab asal. Suka sekali membuat gadis itu marah-marah.
"Ckkk terserah kakak saja". Kania berlalu, meninggalkan sang suami yang masih sibuk menatap penampilannya.
Kenapa gadis itu cantik sekali?Batin Edward. Ingin rasanya ia mengurung Kania seharian di rumah agar tidak ada pria lain yang melihat wajah cantik istrinya.
"Kak tidak apa-apa kan kalau aku ikut ke kantormu?" Kania bertanya pelan.
"Tidak apa-apa, tidak ada yang perlu dikhawatirkan". Jawab Edward tenang sambil sibuk mengunyah makanannya.
"Bagaiamana kalau atasan kakak marah? Lagipula aku tidak mau kalau mereka tau aku istri kakak".
UHUK UHUK UHUK..Edward tersedak, pria itu terlalu kaget mendengar pertanyaan gadis itu.
Astaga, gadis ini tidak tau kalau aku bosnya? Pantas saja, dia kan sempat mengira kalau aku seorang rentenir, batin Edward kesal.
Kekesalannya bertambah ketika Kania mengatakan akan menutup identitasnya sebagai istri Edward.
"Kenapa tidak mau?" Edward berusaha tetap tenang.
"Bagaiamana kata orang-orang? Aku tidak mau dianggap lancang karena ikut suamiku ke tempat kerja. Kalau kehadiranku membuat orang lain protes bagaimana? Katakan kalau aku adikmu". Pinta Kania memohon.
"Baikah". Jawab Edward kemudian.
"Terima kasih, Kak".
****
Keduanya tiba di kantor. Beberapa karyawan menatap aneh pemandangan langka itu. Edward Lamos menggandeng seorang perempuan? Edward terlihat tidak peduli sedangkan Kania menundukkan kepalanya karena malu menjadi pusat perhatian.
"Apa kalian dibayar untuk menatapku seperti itu?" Tanya Edward dingin. Berhasil, semua karyawan bubar terlalu takut berurusan dengan Edward.
"Perhatikan langkahmu, jangan menunduk terus. Kalau kau terjatuh bagaimana?" Edward berbisik pelan.
"Selamat pagi, Tuan". Seorang resepsionis menegur Edward ramah, namun ia sedikit kaget melihat gadis yang ada di sebelah atasannya ini.
"Selamat pagi". Jawab Edward datar sebelum masuk ke ruangannya. Kania memandang sekeliling ruangan itu, berkali-kali ia berdecak kagum. Sebenarnya apa jabatan sang suami. Kenapa ruang kerjanya bisa semewah ini?
"Kak Felix kerja di sini juga?" Kania bertanya penasaran.
"Iya, ruangannya ada di sebelah ckkk kenapa kau bertanya soal Felix? Kau merindukan dia?"
Kania memutar bola matanya malas, suami sensitifnya selalu begitu.
Kania menghabiskan waktunya seharian di kantor suami dan ia menyukainya.
mungkin memang zaman sdh Berubah jd Hal seperti itu lumrah. pdhl kn wanita bersuami tp mau berdua dng lelaki lain di antar pulang🤣🤣🤣. jd kyak murahan dong.